Buruh Perempuan Masih Mengalami Kekerasan

Puluhan ribu pekerja yang tergabung dalam berbagai organisasi buruh di seluruh Jabodetabek turun ke jalan dalam rangka perayaan Hari Buruh Internasional.
Zahara Tiba
2017.05.01
Jakarta
170501_ID_Labor_1000.jpg Sekelompok pekerja membawa spanduk berisikan tuntutan saat perayaan Hari Buruh Sedunia di Jakarta, 1 Mei 2017.
Zahara Tiba/BeritaBenar

Memperingati Hari Buruh Internasional tahun ini, 300 pekerja perempuan yang tergabung dalam Komite Aksi Perempuan (KAP) mengeluarkan “Catatan Hitam Buruh Perempuan” yang berisikan peristiwa dan tragedi menimpa para buruh perempuan di Indonesia sepanjang 2016-2017.

Mereka adalah buruh perempuan nelayan, buruh migran, Pekerja Rumah Tangga (PRT), buruh sektor formal dan informal, buruh LGBT, buruh media, pekerja kreatif dan buruh perempuan petani.

KAP menyoroti nasib PRT yang terus mengalami kesulitan yang sama. Organisasi PRT, JALA PRT mencatat 121 kasus PRT tahun 2016 umumnya multikekerasan, dimana 35 persennya adalah kasus perdagangan manusia.

“Kebanyakan kasus tersebut berhenti di tingkat kepolisian,” ujar Koordinator KAP, Luviana pada BeritaBenar di Jakarta, Senin, 1 Mei 2017.

KAP juga menyoroti kekerasan terhadap perempuan buruh tani, terutama perempuan petani Pegunungan Kendeng di Jawa Tengah, yang ikut aksi cor kaki di depan Istana Negara Jakarta beberapa waktu lalu, sebagai protes terhadap rencana pembangunan pabrik semen di daerah pegunungan kapur tersebut.

“Terjadi kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap mereka, baik dialami saat demonstrasi maupun di luar demonstrasi oleh preman, oknum aparat, dan juga tetangga,” ujarnya.

KAP menuntut pemerintah agar melaksanakan kebijakan dengan standar hak asasi manusia bagi perempuan buruh yang telah digariskan Konvensi Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW).

Komite juga mendesak pemerintah segera meratifikasi Konvensi ILO No. 183/2000 tentang standar komprehensif perlindungan hak maternitas dan Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga.

“Kami juga mendesak agar pemerintah segera mengesahkan RUU Pekerja Rumah Tangga dan menciptakan perlindungan yang komprehensif bagi perempuan buruh migran,” ujar Luviana.

Pekerja media dan kreatif

Tak hanya buruh perempuan, para pekerja media dan kreatif juga ikut menyuarakan tuntutan mereka. Salah satu yang dituntut Forum Pers Mahasiswa Jakarta adalah penghapusan rencana pemberian barcode kepada media yang diusulkan Dewan Pers.

“Kami menyatakan sikap untuk menolak, karena kebijakan barcode membawa dampak besar terhadap media-media bermodal kecil,” ujar Rian Setiawan dari Forum Pers Mahasiswa Jakarta kepada BeritaBenar di sela-sela menggelar aksi di depan kantor Dewan Pers.

Menurutnya, persyaratan sebuah media untuk mendapatkan barcode adalah harus mempunyai badan hukum berbentuk Perusahaan Terbatas dengan modal sekitar 50 juta rupiah. Sedangkan, untuk media-media kecil bisa dibilang kurang mempunyai modal.

Selain itu, lanjut Rian, pemberian barcode condong berpengaruh terhadap kredibilitas media di mata masyarakat.

Barcode diberikan hanya kepada media-media bermodal besar. Otomatis ada pandangan dari masyarakat bahwa kredibilitas media yang tidak ada barcode kurang, apalagi pers mahasiswa yang kegiatannya kolektif dari patungan mahasiswa,” ujar Rian.

Outsourcing

Sementara itu, puluhan ribu pekerja yang tergabung dalam berbagai organisasi buruh di seluruh kawasan Jabodetabek turun ke jalan untuk merayakan Hari Buruh Internasional di Jakarta, Senin. Aksi yang sama juga dilakukan di berbagai kota lain di seluruh Indonesia.

Puluhan ribu buruh melakukan aksi long march sepanjang jalan Thamrin hingga ke Patung Kuda kemudian balik ke Bundaran Hotel Indonesia. Para buruh juga membawa spanduk dan bendera organisasi sambil meneriakkan yel-yel tuntutan mereka.

Aksi damai itu sempat diwarnai perusakan dan pembakaran sejumlah karangan bunga yang dikirim untuk Gubernur DKI Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama oleh sebagian buruh. Sebelum dibubarkan polisi, mereka sempat mengatakan karangan bunga itu “telah mengotori” jalanan Jakarta.

Dalam demonstrasi mereka, para buruh menuntut pemerintah menghapuskan sistem pekerja outsourcing (pemagangan). Itu adalah bagian dari tiga tuntutan yang dilayangkan pekerja yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), yang disebut HOSJATUM.

Kepanjangan HOSJATUM adalah penghapusan sistem outsourcing, perbaikan jaminan sosial, dan tolak upah murah.

Wakil Sekretaris Jenderal KSPI, Dedi Hartono, mengatakan praktik-praktik pemagangan dalam Peraturan Menteri No. 36 tahun 2016 tentang pemagangan menambah ketidakjelasan nasib buruh.

“Pemerintah menentukan outsourcing dibatasi untuk lima lapangan pekerjaan. Problemnya adalah ketika praktik outsourcing ini ternyata bukan hanya di lima sektor,” ujar Dedi.

Lima lapangan pekerjaan yang membolehkan outsourcing adalah cleaning service, keamanan, transportasi, katering, dan pemborongan pertambangan.

“Kawan-kawan lain masih berjuang dengan nasib dan ancaman PHK besar-besaran masih ada yang menyebabkan pengangguran. Kalaupun ada perekrutan kembali karyawan, (perusahaan) memilih menggunakan tenaga outsourcing yang disiapkan,” kata Dedi.

KSPI tetap meminta pemerintah untuk mencabut Peraturan Pemerintah No. 78/2015 terkait dengan penetapan upah yang ditentukan.

“Kami meminta penetapan upah didasarkan oleh survei kebutuhan hidup layak, yakni 84 item sesuai dengan survei,” ujar Dedi.

Menteri Tenaga Kerja M. Hanif Dhakiri mengingatkan bahwa perjuangan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh tidak boleh berhenti pada sekadar perayaan May Day saja.

"Memang hasilnya belum tentu sesuai dengan yang diharapkan, memang perjuangan masih panjang. Tapi kemenangan sekecil apapun harus tetap kita rayakan, harus tetap kita syukuri. Agar kita senantiasa optimistis, terus memiliki harapan," ujar Hanif seperti dikutip dari laman kantor berita Antara.

Hanif mengajak buruh untuk menggunakan May Day sebagai momen untuk merefleksikan gerakan buruh agar lebih efektif dan optimal dalam memperjuangkan kepentingan pekerja.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.