Pakar: Pelamar calon pimpinan turun, cerminkan kredibilitas KPK tergerus
2024.07.16
Jakarta

Calon yang mendaftar untuk memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk lima tahun ke depan berkurang dibanding periode sebelumnya. Para ahli mengatakan penurunan ini mencerminkan merosotnya kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut di tengah persepsi bahwa panitia seleksi yang ditunjuk presiden telah memiliki calon tertentu.
KPK, yang selama ini menjadi garda terdepan dalam melawan korupsi, belakangan ini menghadapi kritik yang semakin deras. Undang-undang revisi KPK yang disahkan pada 2019 menempatkan KPK di bawah pengawasan presiden, memicu kekhawatiran tentang berkurangnya independensi lembaga ini.
Kredibilitas lembaga anti-rasuah ini semakin tercoreng dengan pemecatan mantan ketua Firli Bahuri akhir tahun lalu atas tuduhan pemerasan, yang semakin memperkuat keraguan publik.
Upaya rekrutmen untuk posisi lima komisioner KPK yang terdiri dari satu ketua merangkap anggota dan empat anggota lainnya mengalami penurunan pelamar. Pada 2019 terdapat 376 pelamar namun pada tahun ini menjadi 318, dengan 207 lainnya bersaing untuk posisi Dewan Pengawas, ujar Arif Satria, wakil ketua panitia seleksi KPK.
"Selanjutnya kami akan verifikasi dokumen yang telah diunggah dan akan mengumumkan hasilnya pada 24 Juli 2024 melalui aplikasi dan laman KPK serta setneg.go.id,” ujar Arif, yang juga menjabat sebagai Rektor IPB University.
Penurunan jumlah pelamar mencerminkan penurunan kepercayaan publik sejak revisi undang-undang KPK yang disahkan 2019 melemahkan lembaga tersebut, kata Alvin Nicola, manajer program di Transparency International Indonesia.
"Situasi ini membuat banyak pendaftar bukan hanya ragu, tapi juga mungkin sudah distrust bahwa kelembagaan KPK ... tak mampu menjerat koruptor secara efektif,” ujar Alvin kepada BenarNews.
Pada bulan Mei, Presiden Joko “Jokowi” Widodo menunjuk panitia seleksi beranggotakan sembilan orang untuk memilih pimpinan dan Dewan Pengawas KPK.
Panitia tersebut terdiri dari lima perwakilan pemerintah dan empat dari masyarakat sipil. Yusuf Ateh, kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ditunjuk sebagai ketua komite.
Boyamin Saiman, koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), sebuah LSM, menyatakan kekhwatiran atas independensi panitia seleksi dan mengatakan bahwa kehadiran tokoh pemerintah di komite tersebut merupakan indikasi potensi bias.
"Saya tetap konsisten pada pernyataan bahwa pansel (panitia seleksi) capim (calon pimpinan) KPK ini tidak independen dan diduga akan nanti yang diloloskan itu titipan-titipan,” kata Boyamin kepada BenarNews.
Tuntutan kembali sebagai lembaga independen
Para pengamat berpendapat bahwa undang-undang 2019 telah membatasi otonomi dan efektivitas komisi. Pelanggaran etika dan pidana internal di dalam lembaga semakin memicu ketidakpercayaan publik.
Beberapa ahli menganjurkan untuk mengembalikan status KPK sebagai lembaga independen, terpisah dari cabang eksekutif, untuk melindunginya dari campur tangan politik.
Menurut Transparency International (TI), nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia menurun dari 40 pada 2019 menjadi 34 pada 2022 dan tidak berubah pada 2023.
Alvin dari TI mengatakan panitia seleksi harus fokus menyeleksi pendaftar dari segi kualitas dan integritasnya, termasuk menentukan arah dan prioritas pemberantasan korupsi sesuai peran KPK, membangun komunikasi politik dengan lembaga-lembaga negara.
“Kami berharap betul pansel tidak lembek terhadap tekanan politik dan memastikan proses seleksi melibatkan partisipasi publik secara bermakna,” ujar Alvin.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut KPK dalam lima tahun terakhir terjebak dalam posisinya sebagai aparatur eksekutif layaknya kepolisian dan kejaksaan.
“Lebih baik dikembalikan seperti dulu yakni sebagai lembaga independen,” ujar Abdul Fickar kepada BenarNews.
Ketika KPK sudah menjadi bagian dari eksekutif, pemerintah bisa secara diam-diam meminta lembaga antikorupsi tersebut untuk tidak memeriksa kasus yang berkaitan dengan pemerintahan, ujarnya.
“Kebebasan KPK sudah terkerangkeng setelah masuk struktur eksekutif yang memungkinkan setiap saat kepala pemerintahan cawe-cawe, baik langsung ataupun tidak langsung, terhadap penanganan kasus,” tambahnya.
Boyamin dari MAKI meminta agar panitia seleksi memilih calon yang jelas berintegritas.
“Kalau begitu-begitu aja, ya dicoret aja. Daripada permalukan kita semua,” ujar Boyamin.
Giri Suprapdiono, mantan direktur sosialisasi dan kampanye antikorupsi KPK, yang diberhentikan pada 2021 akibat tidak lulus tes wawasan kebangsaan yang kontroversial, mengatakan dia mendaftar untuk posisi pimpinan KPK.
Tes kebangsaan dalam seleksi anggota KPK adalah salah satu persyaratan yang ditambahkan dalam revisi undang-undang lembaga antirasuah itu pada tahun 2019.
Giri mengakui antusiasme pendaftaran calon pimpinan KPK memang berbeda dibandingkan dengan tahun 2014 atau 2019, namun mengaku dirinya tetap melamar untuk bisa membenahinya.
“Tingkat kepercayaan KPK yang terpuruk seperti saat ini, justru menantang bagi beberapa orang, termasuk saya. Kami terbiasa membangun kelembagaan dari awal,” ujar Giri kepada BenarNews.
“Kepercayaan publik kepada lembaga juga berada di peringkat buncit. Semua tidak terlepas dari performa dan integritas pimpinan dan pegawai KPK,” ujar Giri.
Giri, yang sudah mengembalikan formulir dan persyaratan pendaftaran pada Minggu (14/7), memuji kinerja dan reputasi panitia seleksi yang sejauh ini dinilai cukup baik.
“Perpanjangan deadline tergantung pertimbangan obyektif pansel. Karena targetnya bukan sekedar jumlah pendaftar, namun kualitas,” tukasnya.
Hotman Tambunan, mantan ketua satgas pembelajaran antikorupsi KPK, yang juga gagal tes wawasan kebangsaan, juga mendaftarkan diri untuk posisi calon pimpinan karena dirinya mengklaim memiliki kepentingan menjaga kepemimpinan lembaga tersebut.
“Dengan kami mendaftar itu bentuk kepedulian kami kepada KPK agar tetap berlanjut dan dibuktikan secara nyata. Kami tidak boleh hanya ngomong doang sementara KPK butuh kepemimpinan,” ujar Hotman kepada BenarNews.
Selain para mantan pegawai, Nurul Ghufron, wakil ketua KPK yang masih menjabat juga mendaftarkan diri.
“Ini adalah bagian dari komitmen saya untuk terus memberantas korupsi,” ujar Nurul dalam pernyataannya.