149 Warga China Pelaku Kejahatan Siber Segera Dideportasi

Lemahnya pengawasan di Indonesia dinilai ikut menyebabkan beraninya warga asing melakukan praktik penipuan.
Rina Chadijah
2017.07.31
Jakarta
170731_ID_Cybercrime_620.jpg Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen. Pol. Rikwanto, memberi keterangan kepada wartawan terkait penangkapan 149 anggota sindikat penipuan siber asal China di Jakarta, 31 Juli 2017.
Rina Chadijah/BeritaBenar

Sebanyak 149 warga China yang ditangkap aparat kepolisian akhir minggu lalu atas dugaan terlibat sindikat jaringan penipuan internasional, akan segera dideportasi. Lemahnya pengawasan terhadap orang asing dinilai sebagai pemicu mereka melakukan kejahatan lintas negara dari Indonesia.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen. Pol. Rikwanto mengatakan, ke-149 warga China itu ditangkap di Jakarta, Surabaya, dan Bali, Sabtu, 29 Juli 2017.

Para pelaku diduga melakukan kejahatan siber, untuk memeras dan menipu korbannya yang bermasalah dengan hukum.

“Semua korbannya dari China. Jadi mereka mengaku sebagai aparat hukum di sana, kemudian menawarkan bantuan penyelesaian atas kasus para korban dengan imbalan jumlah uang tertentu,” katanya kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Senin, 31 Juli 2017.

Menurut Rikwanto, upaya pengungkapan kasus ini bekerjasama dengan pihak kepolisian China. Dari lokasi pengerebekan di sejumlah tempat kegiatan mereka, polisi menyita barang bukti seperti laptop, iPad, ponsel, dan barang berharga lain.

Polisi belum bisa memastikan berapa jumlah korban yang telah berhasil diperdaya para tersangka. Menurut Rikwanto, perkiraan sementara, kerugian para korban dalam kasus penipuan ini mencapai Rp6 triliun.

“Mereka beroperasi di Indonesia sejak akhir 2016 dan Maret 2017. Beberapa korban telah melaporkan kepada polisi China sehingga akhirnya kita ketahui,” ujarnya.

Rikwanto menyebut sebagian besar warga China yang ditangkap tersebut tidak memiliki dokumen kerja maupun paspor. Ada yang mengaku paspor mereka ditahan oleh agen yang membawa mereka masuk ke Indonesia.

“Hanya 20 persen yang memiliki paspor, itupun tidak ada izin kerja. Kita masih mencari siapa agen yang membawa mereka masuk ke Indonesia,” katanya.

Hingga kini, tambahnya, belum ada warga Indonesia yang jadi korban sindikat penipu asal China itu. Beberapa warga Indonesia yang ikut ditangkap dalam pengerebekan, menurut Rikwanto, masih berstatus saksi.

“Sejauh ini warga kita yang ada di lokasi penangkapan hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga, menjadi pemandu jalan mereka dan sopir. Sementara yang kemungkinan terlibat langsung dengan kelompok ini masih kita dalami,” ujarnya.

Segera dideportasi

Rikwanto menyebutkan, semua WNA China itu masih diperiksa di Mapolda Metro Jaya. Mereka yang ditangkap di Bali dan Surabaya sudah dibawa ke Jakarta untuk pengusutan lebih lanjut. Setelah pemeriksaan selesai, mereka segera dideportasi ke negara asalnya.

“Ini permintaan kepolisian China. Sebab para korban jaringan ini juga berasal dari China. Kita dalam hal ini membantu kepolisian China mengungkap jaringan kelompok ini,” katanya.

Permintaan pemulangan komplotan asal China itu juga disampaikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia,Yasonna Laoly, yang menyebut kepolisian China telah mengirim permohonan agar para pelaku segera dideportasi.

"Mereka meminta dideportasi ke negara mereka agar nanti berhadapan dengan negara di sana (China)," kata Yasonna kepada wartawan.

Pengawasan lemah

Lemahnya pengawasan warga asing di Indonesia dinilai menjadi penyebab beraninya warga China itu melakukan praktik penipuan lintas negara.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Saleh Pataulan Daulay, menyebut masih banyak persoalan keimigrasian yang harus dibenahi.

“Pertama memang kita apresiasi penangkapan ini, tapi yang perlu menjadi perhatian kita masih sangat lemah dalam pengawasan warga asing,” katanya kepada BeritaBenar.

Menurut dia, ini bukan kasus pertama warga asing khususnya dari China yang ditangkap karena melakukan tindak kriminal di Indonesia.

Sebelumnya juga pernah ada warga asing yang ditangkap karena terlibat kasus narkoba dan melakukan praktik prostitusi.

“Ini tidak boleh main-main, ini persoalan serius yang mengancam masyarakat kita, harus benar-benar dibenahi pengawasan orang asing,” ujarnya.

Kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, menilai penerapan visa on arrival di Indonesia bisa dijadikan celah bagi pelaku kejahatan siber internasional untuk beraksi.

"Jika pelaku (warga asing) itu tidak punya catatan kejahatan sebelumnya, imigrasi tidak ada alasan mencekal mereka,” katanya seperti dikutip dari Okezone.com.

Pengawasan ditingkatkan

Pihak Imigrasi membantah jika disebut lemah mengawasi warga asing. Menurut Kabag Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi, Agung Sampurno, pengawasan warga asing melibatkan semua aparat penegak hukum.

“Banyak instansi yang terlibat seperti TNI, Polri, Kejaksaan, Bea Cukai hingga Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jadi tidak kami saja, dan pengawasannya juga terus dilakukan,” katanya saat dikonfirmasi BeritaBenar.

Menurut dia, pihaknya telah membentuk 196 tim pengawasan warga asing di sejumlah daerah. Tim itu melakukan pengawasan hingga proses penangkapan warga asing yang masuk ke Indonesia secara ilegal.

Agung mengatakan sepanjang tahun ini, terdapat 458 warga asing yang dideportasi dari Indonesia. Selain itu, 2.100 orang dari sejumlah negaraterkena pencekalan, pembatalan izin masuk dan detensi.

“Tentu saja dengan ditangkapnya sindikat penipuan dari China itu, kita akan lebih meningkatkan pengawasan terhadap orang asing yang ada di Indonesia,” pungkasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.