Kapal penjaga pantai China berpatroli di ladang gas Indonesia

Blok Tuna terletak di perairan yang diklaim oleh Jakarta dan Beijing.
Staf BenarNews dan RFA
2023.01.05
Kapal penjaga pantai China berpatroli di ladang gas Indonesia Kapal Penjaga Pantai China terlihat di dekat kapal Penjaga Laut Vietnam di Laut China Selatan, 14 Mei 2014.
[Nguyen Minh/Reuters]

Kapal utama Penjaga Pantai China telah berpatroli di perairan sekitar kepulauan Natuna, Laut China Selatan di wilayah perairan Indonesia saat Jakarta menyetujui rencana pengembangan ladang gas di wilayah tersebut, menurut data pelacakan kapal.

CCG 5901, kapal penjaga pantai terbesar di dunia milik China itu, telah berada di area tersebut sejak 30 Desember 2022, berdasarkan data Marine Traffic.

Awal pekan ini, pemerintah Indonesia menyetujui rencana pengembangan fase pertama Blok Tuna, yang terletak di dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia atau apa yang disebut China sebagai wilayah dalam “sembilan garis putus-putus” yang diklaim sebagai hak historis Beijing atas Laut China Selatan.

Bulan lalu, Vietnam dan Indonesia telah merampungkan pembicaraan tentang batas-batas ZEE mereka, sebuah langkah yang kemungkinan membuat China murka karena klaim kedua negara itu berada dalam wilayah “sembilan garis putus-putus” tersebut.

Kapal penjaga pantai China telah berpatroli di daerah itu untuk mendukung “klaim konyol Beijing di Laut China Selatan,” kata Satya Pratama, mantan pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) Indonesia.

Namun kehadiran CCG 5901, yang dijuluki “monster” karena ukuran dan tonasenya, menjadi penanda peningkatan penegasan klaim China.

Jejak CCG 5901 China, kapal penjaga pantai terbesar di dunia, pada 29 Desember 2022 - Jan. 4, 2023. [MarineTraffic]
Jejak CCG 5901 China, kapal penjaga pantai terbesar di dunia, pada 29 Desember 2022 - Jan. 4, 2023. [MarineTraffic]

Investasi miliaran dolar

Sementara itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) telah menyetujui rencana pengembangan ladang minyak dan gas lepas pantai - yang dikenal dengan Blok Tuna - di perairan Natuna dengan perkiraan nilai investasi  $3,07 miliar atau setara dengan Rp47,7 triliun.

Juru Bicara SKK Migas Mohammad Kemal mengatakan Blok Tuna, yang terletak di Laut China Selatan antara Indonesia dan Vietnam, diharapkan mencapai produksi puncak 115 juta standar kaki kubik per hari pada 2027.

“Sementara ini kami akan ekspor kepada Vietnam yang akan mulai pada 2026 atau 2027. Target pendapatan ekspor kami $1,24 miliar,” ujar Kemal kepada BenarNews.

Menurut Kemal, pihak luar negeri yang terlibat dalam pengembangan ladang gas ini hanyalah Harbour Energy dari Inggris. “Mereka sebagai operatornya”.

Kemal menambahkan bahwa kegiatan eksplorasi di Blok Tuna sudah berlangsung lama yakni selama 10 tahun.

“Kami juga sudah melakukan pengeboran beberap sumur,” ungkap dia.

Kemal mengatakan belum ada protes dari China terhadap proyek yang berada di wilayah Laut China Selatanitu.

“Sejauh ini belum ada protes dari China,” kata Kemal.

Pada akhir 2021, anggota DPR Muhammad Farhan mengatakan China meminta Indonesia menghentikan kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi di Blok Tuna.

Keberatan China itu disampaikan dalam bentuk komunike diplomatik yang dikirimkan dalam dua kesempatan berbeda sekitar Agustus dan September 2021, kata Farhan waktu itu.

Indonesia tidak mengatakan sebagai negara yang memiliki sengketa di Laut China Selatan, namun memiliki klaim hak maritim yang bersinggungan dengan China di perairan dekat Kepulauan Natuna yang masuk wilayah Provinsi Kepulauan Riau.

Sementara itu, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan selain manfaat ekonomi, pengembangan proyek tersebut akan menggarisbawahi hak maritim Indonesia.

"Akan ada aktivitas di kawasan perbatasan yang merupakan salah satu hot spot geopolitik dunia," kata Dwi dalam keterangannya.

"Angkatan Laut Indonesia juga akan ikut mengamankan proyek hulu migas sehingga secara ekonomi dan politik menjadi penegasan kedaulatan Indonesia," tegas dia.

Kapal 'Monster'

Pengadilan PBB pada 2016 telah membatalkan klaim “sembilan garis putus-putus” China itu tetapi Beijing menolak putusan tersebut dan bersikeras memiliki yurisdiksi atas semua wilayah di dalam garis tersebut.

Indonesia, Vietnam, dan Malaysia menuduh China mengganggu kegiatan eksplorasi minyak dan gas menyusul seringnya kapal penjaga pantai dan milisi maritim China masuk hingga menyebabkan konfrontasi dan insiden.

Pada tahun 2021, kapal survei dan kapal penjaga pantai China hilir mudik selama hampir sebulan di wilayah Natuna Utara.

Sejak perkembangan terakhir, “Kehadiran kapal penjaga pantai China di sini akan berada pada frekuensi yang sama, atau bahkan meningkat,” ucap Satya Pratama.

CCG 5901, yang merupakan kapal dengan bobot 12.000 ton, telah meninggalkan pelabuhan Sanya di pulau Hainan, China, pada 16 Desember dan tiba di ZEE Indonesia pada 30 Desember setelah muncul di Vanguard Bank, yang merupakan wilayah hotspot antara Vietnam dan China di Laut China Selatan.

Kapal penjaga pantai, dipersenjatai dengan senapan mesin berat, juga memiliki helikopter dan hanggar yang cukup besar untuk menampung pesawat yang lebih besar.

CCG 5901 China berukuran dua kali lipat kapal penjelajah rudal kelas Ticonderoga dan juga lebih besar dari kapal perusak rudal kelas Arleigh Burke, keduanya milik Angkatan Laut Amerika Serikat.

Pizaro Gozali Idrus di Jakarta berkontribusi dalam laporan ini.

RFA adalah layanan media afiliasi dari BenarNews.

 

 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.