Antisipasi Wabah Corona, Papua Perketat Akses Pendatang
2020.03.25
Jayapura & Jakarta
Pemerintah Provinsi Papua akan menutup akses lalu lintas manusia melalui udara, laut, dan darat ke provinsi paling timur itu untuk mengantisipasi penyebaran virus corona di provinsi yang telah mencatat tiga orang tertular virus tersebut, sementara secara nasional per Rabu (25/3) tercatat 790 kasus positif dengan 58 kematian, demikian menurut aparat.
“Bukan lockdown. Ini pembatasan sosial dan fisik yang diperluas,” kata Gubernur Papua, Lukas Enembe, kepada BenarNews, seraya menambahkan keputusan itu akan diberlakukan Kamis (26/3).
Papua, lanjut Enembe, hingga saat ini masih siaga darurat. Sementara itu, lalu lintas distribusi barang melalui laut, udara, dan darat dipastikan masih akan berjalan normal.
Ada tiga wilayah adat yang akan ditutup sementara karena dianggap rawan penyebaran COVID-19, yaitu MeePago dan LaPago yang keduanya berada di daerah pegunungan di wilayah tengah Papua dan Anim Ha di Kabupaten Merauke, wilayah di bagian selatan Papua yang telah ditemukan tiga kasus positif COVID-19.
“Keputusan itu ditandatangani bersama dalam Surat Kesepakatan Bersama usai rapat kordinasi pencegahan dan penanggulanag COVID-19, Selasa kemarin bersama Forkompimda dan bupati/wali kota se-Papua,” kata Enembe.
Keputusan tersebut diapreasiasi masyarakat adat, yang mengatakan hal tersebut penting untuk melindungi penduduk asli dari ancaman kematian, demikian disampaikan Timotis Murib, Ketua Majelis Rakyat Papua, seperti dikutip di Jakarta Post.
Plt Direktur Utama Bandara Sentani, Anthonius Praptono, mengatakan penutupan aktivitas angkutan penumpang bakal dimulai Kamis hingga 9 April 2020. Kendati demikian, pelayanan lainnya seperti angkutan kargo akan tetap dilaksanakan.
"Benar operasional khusus untuk penumpang di Bandara Sentani mulai besok (Kamis) dihentikan,” kata Anthonius.
Selain penerbangan, PT. Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) juga akan menghentikan aktivitas mengangkut penumpang dari dan menuju Papua.
Hitung ulang layanan kesehatan
Direktur Manajemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran Kementerian Dalam Negeri, Safrizal ZA, meminta Pemerintah Provinsi Papua untuk menghitung ulang rumah sakit yang diperlukan untuk mengisolasi pasien yang terinfeksi COVID-19.
“Kalau minim, maka harus ditambah. Ini perlu segera ambil tindakan, sambil hitung APD (alat pelindung diri) bagi petugas kesehatan,” kata Safrizal dalam telekonferensi di Gedung BNPB, Rabu.
Safrizal juga meminta seluruh jajaran pemerintah daerah di Papua untuk melakukan koordinasi dalam penanganan penyebaran virus corona, termasuk mengintensifkan sosialisasi pembatasan kontak fisik.
“Bagi Papua, terus terang secara informasi masih kurang karena letaknya berjauhan. Ini penting dikembangkan sistem informasi sendiri,” katanya.
Juru bicara Satgas Penangaan COVID-19 Provinsi Papua, dr. Silwanus Sumule mengatakan hingga Rabu (25/3), di Provinsi Papua tercatat sebanyak 36 orang berstatus pasien dalam pengawasan (PDP), dan 728 orang dalam pemantauan (ODP).
“Dari 728 orang itu, ada lima yang WNA (warga negara asing). Ada tiga sampel PDP yang sudah dinyatakan positif dan tiga lagi negatif,” jelas Sumule di Jayapura.
Ia menambahkan penanganan COVID-19 di Papua mengkhawatirkan karena fasilitas kesehatan yang tidak memadai.
“Untuk meneliti sampel itu sekarang kita perlu 7-10 jam per sampel. Kita dapat informasi akan menerima bantuan alat rapid test dari Kementerian Kesehatan sebanyak 2400. Ini yang kami harapkan,” kata Sumule.
Selain itu, fasilitas rumah sakit yang ada di Papua juga sangat terbatas. Menurutnya dari 45 rumah sakit di Papua, hanya ada 15 rumah sakit yang menjadi rujukan. Sementara, total tempat tidur di seluruh 45 rumah sakit hanya sebanyak 4.500 unit dengan ruang isolasinya sebanyak 202 kamar.
“Kalau kita ambil angka 20 persen dari total penduduk Papua, itu akan ada 800 ribu orang terkena virus COVID-19 ini. Dari 800 ribu ini, 160 ribu harus dirawat di rumah sakit. 24 ribu dari 160 ribu ini akan dirawat di ruang perawatan biasa dan 8000 harus dirawat di ruang isolasi. Apa kesimpulannya?” tanya Sumule.
Perketat perbatasan
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) memberlakukan pengetatan aktivitas lintas batas guna mengurangi potensi penularan COVID-19.
“Kepala BNPP yang juga Menteri Dalam Negeri, Pak Tito Karnavian, menegaskan untuk melakukan pengetatan aktivitas lintas batas dengan melibatkan lintas sektor,” kata Plt Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Suhajar Diantoro, dalam keterangan resminya, Rabu.
Suhajar menjelaskan, pengetatan ini tidak sama dengan karantina wilayah (lockdown). Warga negara Indonesia yang saat ini masih ada di Malaysia masih dapat kembali ke Indonesia melalui pos perbatasan yang ada di Provinsi Kalimantan Barat seperti, Aruk, Badau, dan Entikong.
Untuk diketahui, Indonesia saat ini memiliki tujuh pos perbatasan yang tersebar di tiga provinsi: Kalimantan Barat, NTT, dan Papua.
1.200 dokter paru
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, meminta publik untuk taat mengikuti anjuran Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan juga pemerintah dalam hal membuat jarak kontak fisik (physical distancing).
Hal ini dikarenakan kasus yang terjadi di Indonesia saat ini belum mencapai puncaknya. “Saya mengestimasi puncaknya itu baru terjadi satu bulan lagi. Sekarang ini masih sangat awal,” kata Hasbullah lewat sambungan telepon dengan BenarNews.
Juru Bicara Penanganan Percepatan COVID-19, Achmad Yurianto, mengumumkan jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia pada Rabu sore mencapai 790 pasien, naik 105 dari hari sebelumnya. Sementara itu, jumlah pasien sembuh mencapai 31 orang dan 58 lainnya meninggal dunia.
Namun pakar meyakini jumlah yang terinfeksi jauh lebih besar dari data tersebut.
"Sangat mungkin bahwa jumlah kasus positif adalah 8-10 kali lebih banyak," kata Joko Mulyanto, seorang ahli epidemiologi di Universitas Jenderal Soedirman dan seorang mahasiswa doktoral di Universitas Amsterdam.
"Tapi ini lebih rumit karena angka kematian juga tergantung pada kualitas perawatan kesehatan," katanya.
"Di Cina, 49 persen dari mereka yang dirawat di ICU selamat," katanya. "Di Indonesia, hampir semuanya meninggal."
Dia memperingatkan bahwa rumah sakit dapat mencapai kapasitas penuh pada pertengahan April, dan meningkatkan kekhawatiran tentang bagaimana Indonesia akan menangani pandemi jika sejumlah besar petugas kesehatan terinfeksi.
Sementara itu Hasbullah mengatakan ahli dokter spesialis paru terbatas. Indonesia, menurutnya, hanya memiliki 1.200 dokter spesialis paru.
“Padahal penyakit ini fokusnya di paru-paru. Sementara, dalam beberapa hari ke depan jumlah kasus positif kita mungkin akan setara dengan jumlah dokter spesialis paru itu,” katanya, menambahkan bawa yang tertular COVID-19 bisa mencapai ratusan ribu, dengan kemungkinan bahwa tidak seluruhnya terdeteksi.