Kasus Terkonfirmasi Positif COVID-19 Tembus 50.000
2020.06.25
Jakarta
Indonesia mencatatkan rekor baru kasus terkonfirmasi positif COVID-19 dengan menembus angka 50.000 pada Kamis (25/6), setelah 1.178 kasus baru dilaporkan bertambah dalam 24 jam terakhir, demikian laporan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19.
Juru Bicara Gugus Tugas, Achmad Yurianto, melaporkan total kasus terkonfirmasi COVID-19 mencapai 50.187, dengan angka kematian berjumlah 2.620 atau naik 47 dibanding hari sebelumnya.
Dalam telekonferensinya, Yuri menyebut Jawa Timur sebagai provinsi dengan penambahan kasus baru tertinggi yakni sebanyak 247, disusul DKI Jakarta dengan 196 kasus baru dan Sulawesi Selatan dengan 104 kasus.
“Dari penyelidikan epidemiologi yang dilakukan terhadap beberapa provinsi yang kita sebut di atas, sebagian besar kontak erat masih dijalankan tanpa perlindungan masker, tidak menjaga jarak,” kata Yurianto.
“Inilah fakta yang kemudian menyebabkan kasus-kasus positif masih tinggi di beberapa tempat,” tegasnya.
Sebanyak 19.510 spesimen diperiksa pada hari Kamis, sehingga jumlah total mencapai 708.962, kata Yurianto, sambil menerangkan total angka kesembuhan hingga saat ini berjumlah 20.449, bertambah 791.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, tak menampik penyebab tingginya kasus provinsi paling timur Pulau Jawa tersebut disebabkan oleh rendahnya kepatuhan warga.
Dalam penyampaian laporan perkembangan kasus COVID-19 di Jawa Timur kepada Presiden Joko “Jokowi” Widodo di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rabu, Khofifah menyebut persentase ketidakpatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan di provinsi tersebut reratanya masih di atas 50 persen.
“Temuan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair, (kegiatan) di tempat ibadah yang aktif masih 81,7 persen, yang tidak menggunakan masker 70,6 persen, kemudian yang tidak physical distancing masih 64,6 persen,” kata Khofifah, dikutip dari siaran langsung Sekretariat Presiden di kanal YouTube.
Rendahnya tingkat kepatuhan masyarakat juga ditemukan di pasar tradisional. Khofifah menyebut sebanyak 84 persen masyarakat yang melakukan aktivitas jual beli di pasar tidak memakai masker, begitu pula dengan 88 persen warga di ruang publik lainnya.
“Kami sempat mendapatkan kebahagiaan ketiga tanggal 9 Juni rate of transmission di Jawa Timur 0,86 persen, tapi kemudian ada kenaikan pada tanggal 24 kemarin menjadi 1,08 persen,” ujarnya.
“Ternyata tidak mudah untuk mengajak masyarakat halal bi halal secara digital. Dianggap kurang afdol,” tukasnya.
Jokowi meminta seluruh jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk bekerja sama menekan angka penularan COVID-19, khususnya di tiga kota/kabupaten dengan kasus tertinggi seperti Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik.
“Ini adalah wilayah aglomerasi yang harus dijaga terlebih dulu, dikendalikan lebih dahulu. Tidak bisa Surabaya sendiri, Gresik sendiri, harus dalam satu manajemen,” kata Jokowi.
“Saya juga minta agar disiapkan plan a, b dan c, agar kita betul-betul siaga menghadapi situasi yang tak terduga,” tukasnya.
Harapan dari industri manufaktur
Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan optimismenya terhadap kinerja industri manufaktur yang bisa menjadi salah satu pendorong pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19.
“Di tengah tantangan dampak pandemi COVID-19, sektor industri tetap menjadi kontributor terbesar untuk Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 19,98 persen,” kata Agus dalam konferensi pers virtual, Kamis.
Agus menerangkan, kinerja industri manufaktur ditopang melalui tingginya produksi alat kesehatan seperti masker, sarung tangan, dan alat pelindung diri (APD).
Pada industri peralatan medis dan barang habis pakai, sambung Agus, Indonesia memiliki potensi produksi mencapai 3 juta masker N95 dan 4,7 miliar masker bedah per tahun dan diproyeksi mampu memenuhi konsumsi domestik dan ekspor.
“Artinya, industri nasional tidak hanya mampu memenuhi konsumsi lokal, tetapi juga dapat memenuhi permintaan pasar dunia,” kata Agus.
Dalam rapat dengan Komisi I DPR RI pada Senin (22/6), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menyebut Indonesia bisa saja masuk ke ruang resesi akibat ketidakpastian pandemi ini.
Pada kuartal II/2020, Sri Mulyani memprediksi ekonomi Indonesia terkontraksi hingga minus 3,8 persen, berseberangan dengan kinerja kuartal I/2020 yang berada pada level 2,97 persen.
“Itu technically bisa resesi kalau kuartal III negatif,” kata Sri Mulyani.
Kendati demikian, Sri Mulyani berharap laju perekonomian pada kuartal IV/2020 bisa terangkat hingga 1 persen melalui insentif untuk dunia usaha, baik usaha kecil menengah (UKM) maupun industri skala besar.
Pemerintah mengalokasikan anggaran penanganan COVID-19 sebesar Rp695,2 triliun yang di antaranya disalurkan untuk mendukung sektor kesehatan sebesar Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun dan bantuan UMKM sebesar Rp123,46 triliun.