Indonesia resmi ajukan keanggotaan CPTPP untuk genjot ekspor

Keputusan pengajuan keanggotaan pada Perjanjian Kemitraan Trans-Pasifik itu disebut sebagai strategi bergabung dengan OECD.
Arie Firdaus dan Pizaro Gozali Idrus
2024.09.25
Jakarta
Indonesia resmi ajukan keanggotaan CPTPP untuk genjot ekspor Para perwakilan dari 11 negara anggota Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP) berfoto setelah menandatangani perjanjian perdagangan bebas trans-Pasifik di Santiago, Chili, pada 8 Maret 2018.
Claudio Reyes/AFP

Pemerintah mengatakan pada Rabu (25/9) bahwa pihaknya telah resmi mengajukan permohonan untuk bergabung dengan CPTPP - perjanjian perdagangan bebas trans-Pasifik, untuk memacu pertumbuhan ekspor Indonesia, sementara para analis mengatakan bahwa tanpa reformasi ekonomi dalam negeri, akan sulit untuk diterima menjadi anggota kemitraan tersebut.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa pemerintah telah mengirimkan surat pengajuan keanggotaan kepada Selandia Baru selaku administrator Comprehensive and Progresive Agreement Trans-Pacific (CPTPP).

"Dengan CPTPP ini kita melakukan kebijakan yang dengan standar tinggi. Dengan demikian, perdagangan impor dan ekspor semakin meningkat dan ujungnya akan meningkatkan perdagangan antarnegara CPTPP," ujar Airlangga.

Airlangga menambahkan presiden terpilih, Prabowo Subianto, telah menyetujui keinginan Indonesia untuk bergabung dengan CPTPP.

CPTPP merupakan kemitraan ekonomi lintas Pasifik beranggotakan 11 negara, yaitu Australia, Kanada. Jepang, Meksiko, Selandia Baru, Singapura, Vietnam, Peru, Malaysia, Chili, dan Brunei Darussalam.

Menurut Kementerıan Perekonomian, kesebelas negara tersebut memiliki ekonomi yang mewakili 13,4% produk domestik bruto global, sekitar US$13,5 triliun. Inggris akan bergabung sebagai anggota ke-12 pada akhir 2024.

Sejumlah pengamat menyambut baik rencana tersebut, sekaligus mengingatkan pemerintah untuk membantu pengusaha dalam negeri, serta jeli dalam memilih sektor yang akan diekspor agar kemitraan itu dapat berdampak baik bagi perekonomian nasional.

Menurut Airlangga, beberapa negara CPTPP selama ini telah merasakan dampak baik kemitraan ekonomi lintas pasifik ini. Dia merujuk Peru dan Vietnam yang telah berhasil meningkatkan ekspor sejak bergabung sebagai anggota.

Oleh karena itu, Airlangga optimistis CPTPP akan mampu meningkatkan nilai ekspor hingga 10% serta "Sebagai ekonomi terbesar di ASEAN dan sebagai satu-satunya negara G20 di ASEAN, keanggotaan CPTPP di Indo-Pasifik ini memperkuat posisi Indonesia."

Indonesia telah memiliki komitmen perdagangan dengan beberapa negara anggota CPTPP, seperti Vietnam, Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Selandia Baru di dalam ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area.

Selain CPTPP, ungkap Kementerian Perekonomian, Indonesia saat ini masih terlibat pembahasan perjanjian dagang dengan Uni Eropa, atau dikenal dengan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA).

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) dalam sebuah pertemuan di kantornya di Jakarta, 25 September 2024. [Foto: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian]
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) dalam sebuah pertemuan di kantornya di Jakarta, 25 September 2024. [Foto: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian]

Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional Universitas Tarumanegara Jakarta, Ariawan Gunadi, mengapresiasi rencana pemerintah bergabung dengan CPTPP, dengan menyebutnya dapat meningkat ekspor Indonesia.

Pasalnya, CPTPP beranggotakan negara-negara yang selama ini tidak menjadi tujuan dagang Indonesia seperti Meksiko, Peru, dan Chili.

"Itu (Meksiko, Peru, Chili) bisa dimanfaatkan, tapi punya dua sisi mata uang. Kalau enggak bisa meng-optimize, hanya akan memperberat kita karena makin banyak menerima barang dan jasa, tapi keluar sedikit," kata Ariawan kepada BenarNews.

"Buat kebijakan yang berpihak kepada pengusaha lokal, enggak birokratif, pajak memudahkan, dan terutama adanya kepastian hukum," tambah Ariawan, seraya mencontohkan kepastian hukum menjadi faktor penting yang membuat Singapura diminati negara lain.

Selain menyelaraskan dan membuat aturan yang berpihak kepada pengusaha dalam negeri, Ariawan pun meminta pemerintah jeli dalam menentukan barang dan jasa yang akan diekspor, kata Ariawan.

"Kuncinya adalah berdaya saing. Kecerdasan mendorong ekspor yang sifatnya komplementer," katanya, seraya menyebut sejumlah hal seperti manufaktur, telekomunikasi, crude palm oil, atau ukiran dapat menjadi pilihan ekspor ke anggota CPTPP.

Berbeda dengan Ariawan, pengamat ekonomi politik internasional Universitas Al Azhar Indonesi, Wildan Faisol, justru masih melihat Australia dan Singapura sebagai tujuan ekspor karena memiliki daya beli tinggi – bukan negara-negara Amerika Latin yang sama seperti Indonesia memasok bahan mentah.

"Negara-negara seperti Peru, Chili, dan Meksiko hanya pasar alternatif yang tidak bisa diharapkan secara besar."

Saat disinggung apakah CPTPP dapat dijadikan siasat pemerintah menghindari ketergantungan dari negara-negara besar seperti China dan Amerika Serikat, Wildan belum dapat memastikan.

Dia mengatakan bahwa andaikata pemerintah dapat mencapai nilai perdagangan di atas nilai ekspor ke dua negara tadi, kebijakan bergabung CPTPP akan menjadi strategi efektif.

"Karena sejatinya ketergantungan ekspor dan impor hanya dari satu-dua negara cenderung mengkhawatirkan, terutama jika negara tersebut sedang melemah atau justru krisis, seperti AS pada 2008 atau China dalam beberapa tahun terakhir," pungkas Wildan.

Strategi untuk ke OECD

Keputusan Indonesia untuk mengajukan permohonan keanggotaan CPTPP dinilai merupakan strategi untuk mendukung upaya bergabung dalam kelompok negara-negara maju - Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), seperti disampaikan peneliti Ekonomi Politik Internasional Universitas Gadjah Mada, Poppy Sulistyaning Winanti.

"Karena antara OECD dan CPTPP sama-sama menuntut adanya reformasi domestik seperti transparansi, akuntabilitas pemerintah, dan aspek penting dalam menjalankan bisnis," kata Poppy kepada BenarNews.

"Namun, Indonesia benar-benar harus meneliti apakah ada syarat-syarat dari CPTPP yang nantinya akan merugikan Indonesia. Misalnya, apakah aturan hak kekayaan intelektual di CPTPP itu nanti standarnya lebih tinggi dari standar WTO."

BenarNews menghubungi sejumlah pejabat Kamar Dagang Indonesia (KADIN), tapi belum beroleh balasan.

Namun, Wakil Ketua Umum bidang Hubungan Internasional KADIN, Bernardino Moningka Vega, dikutip dari CNBC Indonesia, menyambut baik rencana bergabung CPTPP, dengan menyebutnya sebagai "peluang baru".

Dia pun meminta pemerintah segera menyiapkan strategi dan kebijakan untuk mendukung langkah tersebut, seperti menetapkan biaya yang lebih kompetitif, dan akses ke pasar serta sektor perbankan.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.