Warga Palu protes polusi tambang bebatuan untuk pasok ibu kota baru
2024.05.21
Palu, Sulawesi Tengah

Sejumlah warga pada Selasa (21/5) menggelar aksi unjuk rasa di Palu memprotes aktivitas tambang untuk memasok bebatuan ke ibu kota baru yang semakin masif dan dianggap berdampak buruk bagi lingkungan, kesehatan, dan ekonomi masyarakat di Sulawesi Tengah.
“Kami aksi hari ini di jalan lingkar tambang untuk memprotes aktivitas pertambangan yang sudah mengganggu kesehatan warga,” kata salah satu pengunjuk rasa, Stevi Fit yang tergabung dalam Koalisi Petisi Palu-Donggala.
Ia bersama belasan rekan-rekannya membagikan masker kepada warga serta pengguna jalan yang melintas di lingkar tambang.
“Oleh karena itu, tuntutan kami pemerintah harus hentikan aktivitas semua perusahaan tambang galian C tersebut,” ujarnya, merujuk pada penggalian pasir, batu dan bahan sejenis lainnya yang digunakan untuk keperluan konstruksi di mana kegiatan pengerukannya menggunakan alat berat.
Proyek pembangunan Ibu Kota baru yang diberi nama Nusantara di Kalimantan Timur telah memicu pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah, menurut data pemerintah daerah.
Namun, dampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan justru dirasakan oleh warga setempat akibat aktivitas tambang besar-besaran untuk memasok material konstruksi untuk Nusantara, kata aktivis dan pejabat kesehatan.
Polusi udara akibat penambangan juga meningkat, menyebabkan lonjakan penyakit pernapasan, terutama di kalangan anak-anak dan lansia, kata mereka.
Pasir, batu, dan kerikil dari Palu dan Donggala menjadi salah satu bahan baku penting untuk pembangunan Nusantara.
Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengatakan pemindahan ibu kota membawa dampak ekonomi bagi Sulawesi Tengah.
“Mungkin hampir semuanya (pasir, batu dan kerikil) dari sini dan nilainya itu juga bukan hanya miliar tetapi sudah triliun sehingga yang dibangun di Kalimantan Timur, yang senang Sulteng,” kata Jokowi saat melakukan kunjungan kerja di Palu dan Donggala pada Maret.
Pendapatan asli daerah Sulawesi Tengah naik dari Rp900 miliar pada 2022 menjadi Rp2 triliun pada 2023, menurut statistik pemerintah daerah. Pada tahun ini, pendapatan ditarget mencapai Rp4 triliun.
Kenaikan itu salah satunya dari sektor pertambangan.
Sepanjang garis pantai Teluk Palu dapat ditemui bukit-bukit yang terpangkas sebagian akibat pengerukan yang masif.
“Ratusan hektar lahan di sekitar pemukiman warga mulai dari Palu dan Donggala dikeruk dan dieksploitasi demi pemenuhan kebutuhan material untuk pembangunan IKN (Ibu Kota Negara),” kata Wandi, aktivis kelompok lingkungan hidup Walhi di Sulawesi Tengah.
Dari hasil pemantauan lapangan Walhi, tambang di Palu dan Donggala memproduksi debu yang sangat tinggi yang menyelimuti langit Kelurahan Buluri, Kelurahan Watusampu, Kecamatan Ulujadi, Palu hingga ke Desa Loli dan beberapa desa tetangga lainnya di Donggala, kata Wandi.
“Parahnya dampak debu itu bukan hanya dihirup warga yang bermukim di lingkar tambang, namun juga dihirup oleh warga yang setiap hari melintas di jalan Palu-Donggala,” ujar Wandi kepada BenarNews.
Pidaya, seorang warga Buluri, mengatakan cucunya yang baru berumur 2 bulan menderita infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) karena debu dari tambang.
“Sebelum terkena ISPA cucu saya awalnya bersin-bersin, tenggorokannya berlendir, dan demam. Waktu itu sudah diobati, tapi baru-baru ini sakit lagi,” ungkapnya kepada BenarNews.
“Sekarang tidurnya tidak nyenyak, karena biasa masih bersin dan batak-batuk tengah malam. Untuk obat sudah ada dikasih suster dari Puskesmas, cuman memang belum pulih total,” tambahnya.
Pidaya berharap, pemerintah bisa bersikap tegas kepada sejumlah perusahaan tambang yang melanggar.
“Kalau misalnya perusahaan itu tidak bisa ditutup, tolong pengelolaannya jangan sampai berdampak buruk bagi warga,” ujarnya.
“Pemerintah harus pastikan itu, karena ini berkaitan dengan nyawa penduduk di sini. Jangan hanya pikirkan uang hasil investasi, sementara warga yang dikorbankan.”
Menurut Dinas Kesehatan Palu penderita infeksi saluran pernapasan di tiga kelurahan lingkar tambang berjumlah 461 orang dari Januari hingga April, dibandingkan 171 orang untuk periode yang sama tahun lalu.
Mereka mulai dari anak-anak usia 5 hingga 9 tahun, lansia 50 hingga 70 tahun, hingga balita, kata Kepala Dinas Kesehatan Palu, Rochmat Jasin kepada BenarNews.
“Untuk pencegahan dan penanganan rutin dilakukan melalui Puskesmas di masing-masing kelurahan,” ujar Rochmat.
Izin pertambangan bertambah
Berdasarkan data yang sampaikan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, izin pertambangan pasir, kerikil dan batu di Palu dan Donggala mengalami kenaikan.
Koordinator JATAM Sulteng, Moh. Taufik mengatakan, sejak 2019 izin tambang pasir dan batu di Palu hanya 20 perusahaan. Berselang beberapa tahun naik, dan kini tercatat ada 30 perusahaan.
Begitu juga di Donggala, dari sebelumnya hanya 33 perusahaan tambang, kini bertambah menjadi 54, ujarnya.
“Bahayanya kalau hujan dengan intensitas tinggi terjadi, bisa saja jadi pemicu banjir dan tanah longsor karena hutan-hutan di pegunungan habis dibabat. Lingkungan benar-benar dirusak,” ujarnya kepada BenarNews.
Taufik menjelaskan, selain itu banyak warga yang dulunya berprofesi sebagai nelayan di Buluri dan Watusampu kini terpaksa menjadi buruh kasar karena lokasi penangkapan ikan mereka hilang akibat pembangunan sejumlah dermaga kapal pengangkut galian di sepanjang pesisir Teluk Palu.
Muh Rifai, seorang warga, mengatakan waktu bekerja sebagai nelayan, ia bisa menghasilkan uang Rp100.000 sampai Rp150.000 per hari.
“Sekarang jadi buruh bangunan, kadang dalam seminggu itu tidak ada pekerjaan. Otomatis tidak ada pendapatan,” kata Rifai kepada BenarNews.
Sejumlah nelayan termasuk Rifai terpaksa harus berhenti menjadi nelayan karena lokasi tangkapan ikan mereka sudah jauh dari lokasi sebelum ada aktivitas pertambangan.
“Dulu belum ada dermaga itu, kami pancing dan jaring ikan cuman sekitar sini. Paling jauh 300 meter dari bibir pantai, sekarang karena ada dermaga dan reklamasi, habitat ikan hilang,” ujarnya.
DPRD jadwalkan dengar pendapat
Anggota Komisi C DPRD Palu, Muslimun, mengaku sudah melakukan peninjauan lapangan untuk menyaksikan langsung aktivitas tambang.
Ia mengatakan kegiatan tambang itu sudah berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan warga dan mengatakan seluruh perusahaan tidak memiliki alat pengukur kualitas udara.
“Kualitas udara di lingkar tambang itu sudah sangat tidak baik. Dan perusahaan tambang seperti membiarkan,” katanya.
“Ketika data warga terkena ISPA meningkat, harus pemerintah bertindak tegas. Pendapatan dari Galian C untuk pemerintah Palu tidak signifikan. Ibaratnya jangan hanya karena uang kecil, masyarakat dikorbankan,” katanya.
Muslimun menegaskan, dari hasil pantaunnya banyak perusahan tambang di wilayah Buluri dan Watusampu tidak melaksanakan kewajiban dasar mereka.
“Contoh kecil yang sering perusahaan lalaikan itu penyiraman jalan. Padahal itu kan sudah ada ketentuaannya tiga kali dalam sehari, tapi masih banyak yang tidak menjalankan,” ungkapnya.
Politisi NasDem itu menambahkan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan pimpinan komisi untuk melakukan hearing terhadap seluruh perusahaan tambang galian yang beroperasi di Palu dan instansi pemerintah terkait, seperti Dinas Lingkungan Hidup.
“Tujuannya agar ada solusi kongret dan aktivitas pertambangan itu diperbaiki. Paling penting tidak merugikan warga,” ujarnya.