‘Tangga Seribu’ di Batas Negara, Ritme Keseharian Dayak Bidayuh

Walaupun dipisahkan garis batas negara, interaksi masyarakat Indonesia di Bengkayang dan warga Sarawak Malaysia tetap harmonis oleh ikatan serumpun.
Severianus Endi
2017.06.05
Bengkayang, Kalbar
170506_ID_Dayak_1000.jpg Warga menaiki replika rumah adat Dayak Bidayuh di Desa Jagoi, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, 3 Juni 2017.
Severianus Endi/BeritaBenar

Suara musik tabuh mengalun di siang yang panas di sebuah puncak bukit, saat Yohanes Imit (55) mencoba mengingat kenangan masa mudanya. Bukit itu dinamakan Bung Jagoi Babang. 'Bung' dalam bahasa sub Dayak Bidayuh berarti puncak.

Di tempat inilah diyakini nenek moyang orang Bidayuh mulai membangun pemukiman, yang kemudian berkembang menjadi desa-desa sekitar. Desa-desa itu berada dalam wilayah Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat (Kalbar).

"Saat masih bujangan, saya bekerja di Malaysia sebagai tukang bangunan setiap selesai menggarap ladang dan menanti panen. Saya baru kembali ke kampung kalau panen dan ladang harus digarap lagi," tutur Imit kepada BeritaBenar, Sabtu, 3 Juni 2017.

Lima dari 14 kabupaten/kota di Kalbar berbatasan dengan Sarawak, Malaysia Timur. Jagoi merupakan satu di antaranya. Hanya kurang dari sejam bersepeda motor dari situ untuk menjangkau kota di negeri jiran. Sedangkan ke ibukota kabupaten Bengkayang ditempuh dengan mobil dalam waktu sekitar dua jam, dan ke Pontianak yang jaraknya sekitar 262 kilometer memakan waktu sekitar empat jam.

Cikal bakal Jagoi bermula dari puncak bukit itu. Sebuah tugu peringatan dengan lambang burung garuda dari logam, terpasang di sana sejak 2 November 1991, ketika merayakan hari jadi desa yang ke-151. Jadi sekarang sudah berusia 177 tahun.

Untuk menjangkau puncak bukit harus mendaki jalan tanah yang dibuat seperti tangga dengan kayu-kayu membentuk pijakan, juga alur berliku pada beberapa bagian. Cukup membuat nafas tersengal menapaki ‘tangga seribu’, sebutan warga untuk lintasan itu.

Replika rumah adat berbentuk bundar dengan atap kerucut, yang disebut Rumah Baluk, telah menanti di ujung pendakian. Patung enggang, burung yang disakralkan dalam komunitas Dayak, bertengger di puncak atap bangunan setinggi sekitar 15 meter.

Di seberang halaman Rumah Baluk, balai adat sederhana berlantai dan dinding bambu dipersiapkan untuk berbagai ritual. Siang itu sedang digelar “gawia sowa, artinya gawai tahunan, suatu acara adat pesta panen menandai berakhirnya satu siklus perladangan dan dimulainya perladangan baru.

Saat-saat seperti ini pada masa mudanya, Imit dan kawan-kawannya yang bekerja di Malaysia kembali ke kampung, berkumpul dengan sanak saudara dan menggelar pesta.

"Sejak berkeluarga, saya menetap di kampung sebagai peladang. Sesekali jika sedang ingin jalan-jalan dan berbelanja, kami berangkat ke Kota Bau atau Serikin," kisah Imit, merujuk pada dua kota di Sarawak.

Desa Jagoi adalah pusat Kecamatan Jagoi Babang berpenghuni 600 kepala keluarga atau 2000-an jiwa. Mayoritas wargnya adalah sub Dayak Bidayuh, etnis yang sama mendiami sebagian Sarawak, selain sub etnis Iban.

Warga menuruni “tangga seribu”, pendakian ke puncak bukit yang diyakini sebagai cikal bakal Desa Jagoi, 3 Juni 2017. (Severianus Endi/BeritaBenar)

Pas Lintas Batas

Kepala Desa Jagoi, Kasianus Anjiu (42) mengatakan, mayoritas warganya memiliki Pas Lintas Batas (PLB), dokumen seperti paspor dengan jangkauan terbatas sebagai syarat melintas ke Malaysia. Surat ini bisa diperoleh di Pos Imigrasi Jagoi Babang dengan membayar Rp 50 ribu yang berlaku setahun.

"Untuk kondisi kesehatan yang darurat, warga memilih berobat ke Sarawak karena jarak tempuh kurang dari satu jam. Jika ke rumah sakit di pusat kabupaten memakan waktu dua jam," katanya kepada BeritaBenar.

Sudah ada Puskesmas di desa itu, namun, kata Anjiu, masih terbatas tenaga medis dan peralatan untuk kasus-kasus darurat. Makanya, mereka memilih berobat ke Kota Bau dan jika tidak bisa ditangani dirujuk ke rumah sakit besar di Kuching.

Warga juga kerap berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari ke negeri jiran. Kota terdekat dengan Jagoi adalah Sarikin, Staas, dan Sebobog. Dari kota itu, mereka membeli aneka makanan kemasan untuk dibawa pulang, dikonsumsi sendiri, atau dijual kembali.

"Siaran televisi nasional baru bisa kami nikmati jika ada antena parabola. Tanpa antena itu, televisi kami hanya bisa menangkap siaran Malaysia," kata Anjiu.

Faktor dekat dengan Sarawak menjanjikan alternatif mata pencaharian untuk mengisi jeda, menanti panen ladang. Kontrak kerja terbatas di negeri tetangga selalu tersedia, seperti menjadi buruh di perkebunan kelapa sawit, tukang bangunan, pekerja bengkel, atau pembantu rumah tangga. Yang menurut Anjiu, hal ini cukup membantu perekonomian warga,

"Sekitar 30 persen warga kami mengambil pekerjaan musiman di Malaysia. Ada juga yang tinggal permanen di sana karena perkawinan," jelas Anjiu.

Jito (45) misalnya, rutin melintasi batas negara untuk menjenguk putrinya yang menikah dengan warga Sarawak. Sang anak mulanya hanya akan bekerja di sana sampai akhirnya menemukan jodoh.

"Jaraknya dekat, kurang dari satu jam. Di sana saya bertemu dengan sanak saudara lain sesama orang Bidayuh," ungkapnya.

Dua sisi kecamatan ini berbatasan langsung dengan Sarawak, yakni utara dengan Lundu dan timur dengan Serikin. Enam desa menjadi kesatuan dalam kecamatan berpenduduk 6.948 jiwa ini.

Camat Jagoi Babang, Yustinus, menuturkan, interaksi masyarakatnya dan warga Sarawak tetap hangat karena ikatan kekerabatan. Mereka berasal dari rumpun yang sama, hanya terpisah oleh garis batas antar negara.

Pada masa lalu mereka bebas keluar masuk perbatasan. Tapi akhir-akhir ini, pemeriksaan di perbatasan telah diperketat.

"Setiap pelintas harus memiliki PLB. Ini untuk menanggulangi dugaan tindakan ilegal dan juga isu-isu terorisme," kata Yustinus.

Dia mengakui, fasilitas layanan masyarakat seperti Puskesmas, masih butuh peningkatan agar mampu memenuhi kebutuhan warganya, sehingga tidak perlu harus ke luar negeri untuk berobat.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.