Demam keong yang masih menjadi ancaman kesehatan di Sulawesi Tengah

Selain masalah kesehatan, schistosomiasis juga menyebabkan kerugian ekonomi sekitar 42 miliar rupiah per tahun di Poso.
Keisyah Aprilia
2023.03.24
Poso, Sulawesi Tengah
Demam keong yang masih menjadi ancaman kesehatan di Sulawesi Tengah Yairus Entaloke penderita penyakit schistosomiasis atau demam keong kembali beraktivitas di sawah miliknya setelah dinyatakan sembuh pasca meminum obat cacing praziquantel dari WHO di Desa Wuasa, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, 17 Maret 2023.
[Keisyah Aprilia/BenarNews]

Yairus Entaloke terlihat begitu bersemangat menyemprot padi di sawah miliknya di Lembah Napu, Desa Wuasa, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso. Pria 42 tahun itu mengaku, sudah sangat sehat untuk kembali bekerja.

Sebelumnya, ia tidak bisa beraktivitas dan sangat tidak berdaya. Jalan keluar kamar saja, ia tidak mampu.

Selama setahun ia menderita schistosomiasis, atau demam keong yang disebabkan infeksi cacing parasit skistosoma. Cacing yang hidup di air tawar itu dibawa oleh keong oncomelania hupensis lindoensis, yang menembus kulit ketika penderita bersentuhan dengan sumber air yang terkontaminasi.

“Saya terjangkit dari dua tahun lalu. Terus, untuk merasakan dampak dari penyakit itu, belum langsung,” katanya menambahkan bahwa ia terjangkit untuk pertama kalinya saat sering masuk ke hutan dan memasang perangkap ikan di sungai-sungai kecil yang ada di wilayah sekitar perkebunannya.

Menurut Yairus, dari dua tahun terjangkit itu, baru sekitar satu tahun dia merasakan gejala dari penyakit schistosomiasis yang oleh Kementerian Kesehatan disebut sebagai penyakit endemik yang di Indonesia hanya ditemukan di Provinsi Sulawesi Tengah.

“Gejala yang saya rasakan itu lemas, terus sakit semua badan,” terangnya.

Selama satu tahun itu, ia menahan sakit dan terpaksa keluar masuk puskesmas untuk memeriksa kesehatannya namun tidak kunjung sehat dan hanya mendapat vitamin karena tidak ada persediaan praziquantel, obat yang digunakan untuk mengobati schistosomiasis.

Ia akhirnya mendapat obat pada Februari lalu yang dikirim dari dinas kesehatan provinsi.

“Setelah dikasih obat dari puskesmas, saya langsung minum. Nah, baru enak saya rasa. Setelah itu badan sudah fit dan saya sudah bisa pekerja setelah beberapa hari,” ungkap Yairus kepada BenarNews.

Tapi Yairus masih bisa tertular lagi jika dia kembali ke daerah yang banyak keongnya.

“Keong-keong itu harus dibasmi. Pemerintah perlu selesaikan itu. Kalau tidak, pasti masih akan ada terus orang yang terpapar demam keong,” kata Yairus.

Kepala Puskesmas Wuasa yang juga Ketua Tim Pengendali Schistosomiasis, Helvie Etmawati Gae, menggunakan alat pelindung tangan memperlihatkan keong oncomelania hupensis lindoensis yang menjadi tempat  hidup cacing penyebab penyakit schistosomiasis, 17 Maret 2023. [Keisyah Aprilia/BenarNews]
Kepala Puskesmas Wuasa yang juga Ketua Tim Pengendali Schistosomiasis, Helvie Etmawati Gae, menggunakan alat pelindung tangan memperlihatkan keong oncomelania hupensis lindoensis yang menjadi tempat hidup cacing penyebab penyakit schistosomiasis, 17 Maret 2023. [Keisyah Aprilia/BenarNews]

Kementerian Kesehatan menyebut penyakit ini dapat menyebabkan gatal-gatal, demam, diare dan penurunan berat badan. Jika tidak diobati, dapat bertahan selama bertahun-tahun dan menyebabkan kerusakan organ dan kanker.

Sekitar lebih dari 11.700 orang meninggal karena penyakit ini secara global per tahun, tetapi jumlah sebenarnya mungkin jauh lebih besar, dimana lebih dari 250 juta orang di seluruh dunia membutuhkan perawatan pencegahan pada tahun 2021, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

WHO juga menyebut setidaknya 90 persen dari mereka yang membutuhkan pengobatan untuk schistosomiasis tinggal di Afrika, terutama di komunitas miskin tanpa akses ke air minum dan sanitasi yang memadai. Sementara di Asia, spesies parasit schistosomiasis ini ditemukan di China, Filipina, Kamboja, Lao dan Indonesia, di mana di Tanah Air penyakit ini terjangkit di Sulawesi Tengah.

Demam keong mewabah di Lembah Napu sejak tahun 1974, saat pertama kali ditemukan oleh peneliti dari Universitas Hasanuddin Makassar. Tetapi tingkat kematian tidak diketahui, karena sifat kronis dari penyakit tersebut, kata pemerintah.

Di Kabupaten Poso, sekitar 60.000 orang tinggal di daerah endemi. Pemerintah setempat telah melakukan kampanye pemberian obat secara massal sejak tahun 1984 untuk menurunkan angka penularan.

Namun, tantangan seperti keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan, faktor lingkungan dan perilaku sosial telah menghambat upaya pemberantasan schistosomiasis secara tuntas.

Rizanda Machmudin Yusuf Kandouwani, Kepala Program Pengendalian Schistosomiasis Kementerian Kesehatan, mengatakan penyakit ini terutama ditularkan melalui kegiatan pertanian seperti pertanian padi dan perikanan.

“Orang sering pergi ke ladang atau sungai tanpa mengenakan pakaian pelindung atau alas kaki,” kata Rizanda. “Mereka juga kurang kesadaran dan pengetahuan tentang schistosomiasis dan pencegahannya.”

Hal yang sama disampaikan oleh Kepala Puskesmas Wuasa, Kecamatan Lore Utara, Helvie Etmawati Gae.

Ia menambahkan, bahwa banyaknya lahan yang tidak diolah menjadi tempat perindukan yang subur bagi keong berkembang biak.

Bersama tim Puskesmas Wuasa, ia menjalankan program Keluarga Sadar Bahaya Schistosomiasis (Gadarbasis).

Inovasi ini memberikan pemahaman kepada pemilik lahan pertanian untuk sadar mengatur lahannya sendiri, apa lagi jika lahan tersebut termasuk berisiko terhadap perkembangbiakan keong (fokus keong).

Hanya perantara

Penanggung jawab Peneliti Schistosomisasis Puskesmas Wuasa, Cerni Tolu, menyebutkan, keong oncomelania hupensis lindoensis hanya perantara dari cacing schistosomiasis.

“Jadi keong itu cuman rumah bagi cacing,” ujarnya.

Menurut Cerni, dua-tiga minggu setelah larva masuk ke dalam tubuh keong, larva akan menjadi sarkaria. Satu telur cacing schistosomisasis itu, menghasilkan tiga sampai enam ribu sarkaria.

“Nah, sarkaria itu yang berbahaya karena bisa masuk ke tubuh manusia atau hewan,” ungkapnya.

Cerni menjelaskan, ketika sarkaria itu keluar di permukaan air dan tidak menemukan mangsa misalnya manusia, empat atau enam hari kemudian sarkaria itu mati sendiri.

Penanggungjawab Peneliti Schistosomiasis Puskesmas Wuasa, Cerni Tolu, memperlihatkan tempat obat cacing praziquantel yang isinya sudah habis diberikan kepada warga, di Desa Wuasa, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, 7 Maret 2023. [Keisyah Aprilia/BenarNews]
Penanggungjawab Peneliti Schistosomiasis Puskesmas Wuasa, Cerni Tolu, memperlihatkan tempat obat cacing praziquantel yang isinya sudah habis diberikan kepada warga, di Desa Wuasa, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, 7 Maret 2023. [Keisyah Aprilia/BenarNews]

Keterbatasan obat

Kepala Dinas Kesekatan Sulteng, I Komang Adi Sudjendra mengatakan secara keseluruhan terdapat 257 orang yang mendapatkan pengobatan akibat terpapar demam keong pada Februari 2023.

“Pengobatan sempat terhambat karena kekosongan stok obat cacing praziquantel yang baru tersedia pada awal Februari 2023 sebanyak 4.000 tablet,” terangnya kepada BenarNews di Palu pertengahan minggu ini.

Kepala Puskesmas Wuasa Helvie Etmawati membenarkan hal itu.

“Jadi kami selama ini terhambat dengan obat. Dan sekarang obat sudah habis setelah digunakan pengobatan. Stok sama sekali tidak ada,” tegasnya.

Obat yang selama ini dibagikan tim kesehatan kepada penderita Schistosomiasis diproduksi di Jerman yang didonasikan ke WHO untuk dibagikan ke daerah endemis schistosomiasis, seperti ke Sulawesi Tengah. Di Indonesia belum ada satu pun perusahaan farmasi yang memproduksinya.

Kepala Puskesmas Wuasa yang juga Ketua Tim Pengendali Schistosomisasis, Helvie Etmawati Gae (kemeja merah) berbicara dengan penderita demam keong yang sudah sembuh Yairus Entaloke (kaos putih) di Desa Wuasa, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, 17 Maret 2023. [Keisyah Aprilia/BenarNews]
Kepala Puskesmas Wuasa yang juga Ketua Tim Pengendali Schistosomisasis, Helvie Etmawati Gae (kemeja merah) berbicara dengan penderita demam keong yang sudah sembuh Yairus Entaloke (kaos putih) di Desa Wuasa, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, 17 Maret 2023. [Keisyah Aprilia/BenarNews]

Tidak hanya masalah kesehatan

Untuk penanggulangan demam keong, Rizanda menyerukan lebih banyak kolaborasi di antara berbagai pemangku kepentingan.

Rizanda mengatakan bahwa pemerintah bertujuan untuk menghilangkan schistosomiasis sebagai masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2025, yang berarti kurang dari satu persen orang di daerah endemi memiliki tanda-tanda infeksi.

“Kita membutuhkan pendekatan holistik dan terintegrasi untuk mengatasi schistosomiasis,” ujarnya, “ini bukan hanya masalah kesehatan tetapi juga masalah sosial dan ekonomi.”

Schistosomiasis telah dikaitkan dengan kemiskinan, malnutrisi, penurunan produktivitas dan gangguan perkembangan kognitif pada anak-anak.

Menurut sebuah studi oleh Universitas Hasanuddin pada tahun 2019, schistosomiasis menyebabkan kerugian ekonomi sekitar 42 miliar rupiah per tahun di Poso karena berkurangnya produksi beras dan meningkatnya biaya perawatan kesehatan.

Studi ini juga menemukan bahwa schistosomiasis mempengaruhi kesehatan dan produktivitas hewan, terutama pada sapi dan kerbau.

Penanggung jawab Peneliti Schistosomiasis Puskesmas Wuasa, Cerni Tolu, berjalan di dekat papan pemberitahuan fokus keong yang dipasang di pemukiman rumah warga di Desa Watumaeta, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, 17 Maret 2023. [Keisyah Aprilia/BenarNews]
Penanggung jawab Peneliti Schistosomiasis Puskesmas Wuasa, Cerni Tolu, berjalan di dekat papan pemberitahuan fokus keong yang dipasang di pemukiman rumah warga di Desa Watumaeta, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, 17 Maret 2023. [Keisyah Aprilia/BenarNews]

Andi Nurul Hidayah Sari Dewi Nasution, seorang dokter hewan dan peneliti di Universitas Hasanuddin yang melakukan penelitian tersebut, mengatakan bahwa hewan dapat terinfeksi schistosomiasis ketika mereka minum atau merumput di dekat sumber air yang terkontaminasi.

“Mereka juga memiliki produksi susu dan tingkat kesuburan yang lebih rendah,” kata Nurul. “Beberapa dari mereka meninggal karena komplikasi parah.”

Dia mengatakan bahwa schistosomiasis hewan dapat menimbulkan risiko infeksi pada manusia jika orang mengonsumsi daging atau organ mentah atau setengah matang dari hewan yang terinfeksi.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.