Polisi Tangkap 400 Ratusan Peserta Demo UU Cipta Kerja

Pemerintah mengatakan UU tersebut tidak mengebiri hak buruh dan lingkungan.
Ronna Nirmala & Arie Firdaus
2020.10.07
Jakarta
201007_ID_Protest_1000.jpg Polisi menekan balik para pengunjuk rasa dalam demonstrasi menentang Undang-Undang Cipta Kerja yang dinilai hanya menguntungkan pebisnis dan investor tapi merugikan buruh dan lingkungan, di Cikarang, Jawa Barat, 7 Oktober 2020.
AP

Polisi menangkap sekitar 400 orang yang diduga hendak menyulut kerusuhan dalam aksi demonstrasi menentang Undang-Undang Cipta Kerja di Palembang dan Jakarta, Rabu (7/10), sementara beberapa mahasiswa terluka dalam bentrokan dengan petugas keamanan di Bekasi.

Di Jakarta, sedikitnya 200 orang ditangkap oleh Polda Metro Jaya, dalam demonstrasi hari kedua menentang disahkannya Undang Undang Omnibus Cipta Kerja yang oleh pemerintah dikatakan sebagai cara untuk memicu investasi, tapi buruh, aktivis dan sejumlah praktisi mengatakan merugikan buruh dan lingkungan.

“Ada sekitar 200 orang yang diduga anarkis berupaya untuk bergabung melakukan demonstrasi di depan Gedung DPR,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Yusri Yunus dalam keterangan persnya, Rabu.

Sebanyak 183 pendemo dicokok di seputar kantor DPRD Sumatra Selatan di Palembang, kata Yusri.

Dari keseluruhan yang ditangkap tersebut, terang Yusri, tidak satu pun ditemukan berasal dari kelompok buruh atau mahasiswa. Mereka disebut sebagai siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan pengangguran.

Enam mahasiswa Universitas Pelita Bangsa Cikarang dilaporkan menderita luka serius dalam kericuhan dengan polisi di kawasan Jababeka Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

"Enam orang mahasiswa dalam kondisi cukup kritis. Satu mahasiswa masih dalam tindakan serius karena terus mengalami pendarahan," kata juru bicara Universitas Pelita Bangsa Nining Yuningsih, dikutip dari situs berita CNN Indonesia.

Sementara dalam unjuk rasa berujung rubuhnya pagar kantor DPRD Jawa Tengah di Semarang, satu anggota polisi dilaporkan mengalami luka di bagian kaki.

Koalisi Masyarakat Sipil dan Markas Besar Kepolisian Indonesia belum memastikan jumlah korban akibat kericuhan di sejumlah daerah hari ini.

Unjuk rasa serupa juga kembali terjadi di depan kantor pemerintahan daerah Jawa Barat di Bandung. Massa melempar botol dan batu saat dicegah memasuki gedung, tapi dibalas polisi dengan melemparkan tembakan peringatan ke udara, gas air mata, dan meriam air.

Aksi di Kota Bandung hari ini merupakan lanjutan demonstrasi yang juga berakhir ricuh pada hari sebelumnya. Belum ada keterangan detail terkait korban dari aksi Selasa dan Rabu dari pihak aparat terkait, namun sekitar 3000 demonstran dikatakan berunjuk rasa di Bandung pada aksi hari Rabu, demikian menurut Associated Press.

Unjuk rasa lebih besar

Aliansi Barisan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia menyatakan penolakan terhadap UU Cipta Kerja yang telah disahkan tiga hari lebih dahulu dari jadual sebelumnya itu, akan terus berlanjut.

Mereka bahkan mengatakan aksi akan menjadi lebih besar pada Kamis (8/10) di depan Istana Kepresidenan Jakarta.

"Aksi nasional akan dilaksanakan terpusat di depan Istana Merdeka dan juga ada aksi serentak di wilayah masing-masing," kata Koordinator Media Aliansi BEM Seluruh Indonesia Andi Khiyarullah kepada BenarNews.

Ia memperkirakan unjuk rasa esok akan diikuti lebih dari 5.000 mahasiswa dari 300 kampus.

"Narasinya adalah menolak UU Cipta Kerja yang baru disahkan dan menempuh jalur lain seperti uji materi dan mendesak Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu terkait pencabutan UU Cipta Kerja," kata Andi.

Hal sama disampaikan Ketua Konfederasi Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Erlitos, yang mengatakan massa buruh akan kembali turun ke jalan besok.

"Tapi belum dipastikan, apakah akan bergabung di depan Istana Merdeka atau tetap di depan DPR," kata Nining saat dihubungi.

Dalam telegram rahasia Kapolri beberapa waktu lalu, kepolisian telah menyatakan pelarangan demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja dengan alasan pandemi COVID-19.

Koodinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Fati Maulidiyanti mengakui kerumunan massa demo memang berpotensi menyebarluaskan virus.

Namun hal itu dipicu oleh keputusan pemerintah yang tidak didasari pada kepentingan masyarakat sendiri. "Sehingga publik akhirnya terpaksa turun ke jalan."

‘Upah minimum tidak dihapus’

Pemerintah pada Rabu mengatakan sejumlah pemberitaan terkait beberapa poin dalam klaster ketenagakerjaan dan lingkungan hidup pada UU Cipta Kerja yang dianggap merugikan buruh dan lingkungan hidup mengandung distorsi dan kebohongan.

“Banyak hoaks yang beredar tentang ketenagakerjaan. Saya tegaskan upah minimum tidak dihapuskan, tapi tetap mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dan salary yang diterima tidak turun,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam telekonferensi bersama jajaran menteri Kabinet Kerja lainnya.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menambahkan bahwa pemberian upah minimum akan tetap mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

“Sekali lagi, upah minimum kabupaten/kota tetap dipertahankan,” kata Ida, sambil menambahkan bahwa UU Cipta Kerja dibuat untuk meningkatkan perlindungan terhadap pengupahan salah satunya melalui penghapusan mengenai ketentuan penangguhan pembayaran upah minum, “Jadi tidak bisa ditangguhkan, clear disebutkan dalam UU Ciptaker.”

Ketentuan UMK sebelumnya diatur pada Pasal 89 UU 13/2003 dengan mengatur bahwa upah minimum ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi/bupati/walikota.

Aturan tersebut kemudian dihapus dalam UU Cipta Kerja yang disahkan DPR pada Senin lalu. Pemerintah dan DPR lalu menambahkan 5 pasal, salah satunya Pasal 88 C, yang menyebut gubernur dapat menetapkan UMK dengan syarat tertentu, yakni pertumbuhan ekonomi daerah dan inflasi.

Menteri Ida mengatakan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan upah minimum bakal diatur dengan peraturan pemerintah yang ditargetkan rampung pada bulan depan.

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menolak tudingan sejumlah publik yang menyebut kehadiran UU Cipta Kerja sebagai bentuk kemunduran dalam perlindungan lingkungan.

“Kenapa? Karena prinsip dan konsep dasar pengaturan amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) di dalam UU ini tidak ada perubahan. Yang berubah adalah kebijakan dan prosedurnya,” kata Siti.

Siti berargumen, perubahan kebijakan dan prosedur tersebut dibuat pemerintah untuk menyederhanakan izin usaha yang selama ini mengalami tumpang tindih di daerah.

“Seperti yang saya katakan, izin jadi makin kuat, kenapa? Karena di dalam pasal, di dalam UU, disebutkan bahwa perizinan berusaha dapat dibatalkan apabila satu persyaratan yang diajukan dalam permohonan perizinan berusaha mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, ketidakbenaran atau pemalsuan data dokumen,” katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mengkritik pengesahan UU Cipta Kerja sebagai langkah yang hanya menguntungkan kelompok kapitalis.

“Yang kaya semakin kaya dan yang miskin kian miskin,” kata Said dalam situs resmi NU, Rabu.

“Saya berharap NU nanti bersikap untuk menyikapi UU yang baru saja diketok ini. Mari kita cari jalan keluar yang elegan."

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.