Densus 88 ke Filipina Selidiki Penangkapan WNI di Marawi

Wakil pemerintah Indonesia di Filipina telah bertemu dengan salah satu terduga militan asal Indonesia.
Tia Asmara
2017.11.06
Jakarta
171106_ID_Marawi_1000.jpg Sejumlah tentara di tengah kota Marawi yang tinggal puing-puing pada 25 Oktober 2017, hari dinyatakannya kota di Filipina selatan itu terbebas dari kelompok militan yang menduduki kota tersebut sejak bulan Mei.
AFP

Tim penyidik Detasemen Khusus (Densus 88) Anti-teror Polri, Selasa, 7 November 2017, berangkat ke Filipina untuk mendalami keterlibatan dua warga negara Indonesia (WNI), yang ditangkap di Marawi, dalam kegiatan terorisme di dalam negeri.

"Densus 88 akan mendalami data-data dan akan segera ke Filipina. Lebih cepat, lebih bagus. Besok berangkat," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen. Pol. Setyo Wasisto kepada wartawan di Jakarta, Senin, 6 November 2017.

Kepolisian dan angkatan bersenjata Filipina menangkap Minhati Madrais (36), istri dari pemimpin kelompok Maute yang telah tewas, Omarkhayam Maute, Minggu pagi. Aparat keamanan Filipina juga mengamankan enam anak Minhati – empat perempuan dan dua laki-laki.

Sebelumnya, seorang WNI, Muhammad Ilham Syahputra (23), yang diduga turut terlibat dalam pertempuran bersama militan Maute melawan pasukan pemerintah Filipina juga ditangkap di Marawi, Rabu pekan lalu.

Setyo mengatakan bahwa pihaknya masih mendalami sejauh mana keterlibatan Minhati – perempuan kelahiran Bekasi, Jawa Barat, dalam kegiatan terorisme.

"Kita tidak boleh berandai-andai, harus melalui bukti, tim harus hati-hati, sedang ditangani dan didalami," katanya.

Terkait Ilham yang sebelumnya pada Mei lalu sempat dikabarkan sudah tewas, Setyo menjawab, “Ini sedang didalami oleh Densus. Saya belum dapat informasi lagi dari teman-teman Densus.”

“Tapi sekalian nanti akan ke Filipina, nanti akan didalami di sana,” tambahnya seraya menyebutkan bahwa lokasi penahanan Ilham dan Minhati tidak berada di satu tempat.

Sebelumnya Ilham sempat dikabarkan tewas bersama tiga militan Indonesia lain ketika bertempur bersama Maute, kelompok yang telah berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Marawi.

Ketika ditanya jumlah WNI yang bergabung dengan militan di Marawi, Setyo mengaku tidak tahu dan sulit diperkirakan karena “mereka tidak melapor" ketika berangkat ke sana.

Dalam wawancara dengan BeritaBenar, bulan Juni lalu, ia mengatakan, “Empat orang telah tewas di Marawi dan 22 orang masih berada di Filipina Selatan. Kita belum mengetahui kondisi mereka.”

Verifikasi

Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, mengaku bahwa pihaknya telah menerima informasi tentang penangkapan Minhati, tapi belum bisa memastikan status kewarganegaraannya.

"Informasi yang diterima Konjen RI di Davao secara informal demikian. Kita menunggu notifikasi konsuler dan akses konsuler untuk bisa lakukan konfirmasi kewarganegaraan yang bersangkutan," katanya.

Dia menambahkan bahwa Jumat sore pekan lalu, Wakil Dubes RI dan Atase Polisi untuk Filipina telah mendapat akses konsuler dan melakukan interview dengan Ilham.

"Dari hasil interview, sementara yang bersangkutan menyampaikan berasal dari Medan dan menyampaikan beberapa nama keluarga dan teman di Medan," jelas Arrmanatha.

"Verifikasi lebih lanjut akan dilakukan."

Tak berpengaruh

Pengamat terorisme, Nasir Abbas, menyatakan meski militan di Marawi makin terdesak dan para pimpinannya telah tewas akibat gempuran militer Filipina, kondisi itu tak akan berpengaruh bagi situasi keamanan di Indonesia.

"Tidak berpotensi dendam untuk lakukan teror di sini, mereka betah di sana," katanya kepada BeritaBenar.

"Yang direbut kembali (oleh militer Filipina) hanya Kota Marawi. Sedangkan gunung dan hutan masih menjadi lokasi utama untuk pelatihan, persembunyian dan markas mereka," tambah mantan tokoh Jamaah Islamiyah (JI) Asia Tenggara itu.

Namun, pakar terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib, menyatakan sangat memungkinkan beberapa WNI yang bergabung dengan militan Maute kembali pulang ke Indonesia untuk melakukan aksi teror.

"Nyatanya ada beberapa orang berhasil lepas dari Marawi dan berpindah ke bagian selatan Filipina dan mendekati Indonesia. Ini yang harus dicegah, aparat kepolisian melakukan mitigasi supaya (mereka) tidak lakukan aksi teror di sini," katanya.

Menurut Ridlwan, persenjataan jaringan teror di Indonesia yang berafiliasi dengan ISIS seperti Jamaah Ansyarut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansyarut Tauhid (JAT) di Bima, Nusa Tenggara Barat, diketahui berasal dari Filipina Selatan.

"Beberapa dari mereka juga tercatat pernah bergabung dengan kelompok di Marawi," ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.