Densus 88 Tangkap Terduga Anggota JI dan JAD di Jawa dan Sumatra

Sidney Jones: Meski tidak aktif Jamaah Islamiyah masih kuat dalam dakwah di sejumlah pesantren kelompok itu.
Ronna Nirmala
2020.11.09
Jakarta
201109_ID_Terrorism_1000.jpg Pasukan Antiteror Kepolisian Indonesia melakukan simulasi perlindungan bagi para sandera yang diselamatkan dalam sebuah latihan antiteror di Pelabuhan Benoa, Bali, 8 Maret 2018.
AP

Detasemen Khusus (Densus) Antiteror Mabes Polri menangkap tujuh orang yang diduga anggota kelompok militan Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di tempat terpisah di Jawa dan Sumatra sejak Jumat, sebagai tindakan pencegahan aksi terorisme, demikian juru bicara kepolisian, Senin (9/11).

Salah satu yang ditahan adalah terduga pemimpin JI bernama Ahmad Zaini, yang ditangkap di kediamannya di Kabupaten Lebak, Banten, pada Minggu (8/11), kata Kabid Humas Polda Banten Kombes Edy Sumardi.

“Tersangka memiliki peran sebagai pemimpin atau qoid qodimah JI,” kata Edy, melalui pesan singkat, Senin, seraya mengatakan, “penangkapan itu dalam rangka pencegahan.”

Qoid qodimah adalah istilah dalam Islam yang dipakai kelompok itu untuk menyebut pemimpin tingkat kabupaten.

Edy menolak menjelaskan lebih detail perihal peran Zaini, termasuk apakah ada dugaan rencana aksi terorisme. “Untuk sementara kepada tersangka masih kami lakukan pengamanan dan interogasi,” katanya.

Empat orang yang diduga anggota JI lainnya dengan inisial SA (36), S (45), I (44), dan RK (34), ditangkap petugas Densus 88 dalam penyergapan di beberapa titik di Lampung pada Jumat dan Sabtu, kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono.

Awi mengatakan keempatnya memiliki keterkaitan dengan jaringan di Banten dan I diduga berperan sebagai penyalur dana dari kelompok Lampung.

Sementara, RK dan SA adalah pengurus sayap pelatihan bela diri JI, yang disebut juga Adira, di Lampung, kata Awi.

“Mereka tergabung dalam kelompok Imarrudin asal Banten di bawah kepemimpinan Para Wijayanto,” kata Awi dalam keterangan tertulis, Minggu.

Pemimpin JI Para Wijayanto divonis tujuh tahun penjara pada Juli 2020 karena keterlibatannya dalam terorisme, termasuk mengirim anggota JI ke Suriah.

Adira adalah istilah yang digunakan kelompok JI untuk tempat pelatihan dan pendidikan bela diri bagi para anggotanya.

“Saat ini Adira sudah tidak aktif. Jadi tempat itu mereka istilahkan sebagai sasana. Hasil dari sasana ini mereka kirim ke Suriah untuk latihan militer sambil praktik bertempur, berjihad,” kata Awi.

Menurut kepolisian Indonesia, JI berada di balik serangkaian serangan teroris di Indonesia sejak tahun 2000, termasuk bom Bali pertama dan kedua serta pemboman di Kedutaan Besar Australia tahun 2004.

Sementara itu, Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) Sidney Jones mengatakan, kendati memiliki pemimpin regional, namun struktur komando utama dari JI masih belum diketahui usai Para dipenjara.

Jones mengatakan hal tersebut lantaran proses pengangkatan amir baru membutuhkan proses yang panjang.

“Dulu ada prinsip, meski pemimpin utamanya sudah ditangkap, namun tidak bisa begitu saja secara resmi mengangkat sosok lain sebagai amir,” kata Sidney, dengan merujuk dua syarat yang harus dipenuhi calon amir JI, yakni pengetahuan agama mendalam dan pengalaman secara militer di lapangan.

JI tidak akan mati

Serangkaian penangkapan yang dilakukan terhadap simpatisan JI oleh Densus 88 dalam beberapa waktu terakhir membawa dampak yang cukup besar bagi kelompok ini, meski keberadaannya tidak akan sepenuhnya mati, kata Sidney.

Meski tidak aktif dalam hal penyerangan seperti dua dekade silam, jaringan JI masih kuat dalam dakwah yang terwujud dari aktivitas dakwah pada sejumlah pesantren yang dibangun kelompok ini.

“Mungkin saat ini semua kegiatan JI dibekukan, tapi kecuali kegiatan pesantren. JI masih punya jaringan pesantren yang sebagian besarnya di Jawa Tengah. Jadi kemungkinan regenerasinya terjadi di situ,” kata Sidney.

Pertengahan Oktober lalu, Densus 88 juga menangkap empat terduga teroris yang terafiliasi JI di beberapa titik di Bekasi, Jawa Barat. Polisi turut menyita belasan senjata tajam dan tumpul serta puluhan buku bertemakan jihad dalam penangkapan atas empat tersangka--Muhammad Nasir, Muhammad Tsabat Abdullah, Soleh Habibi dan Irfan Gunawan.

Sidney beranggapan, penangkapan yang dilakukan Densus 88 diduga berkaitan dengan kekhawatiran pemerintah atas kelompok-kelompok baru pecahan dari JI.

“Kalau kita lihat sejarah, JI selalu muncul dengan kelompok ‘sempalan’-nya. Seperti Noordin M. Top, pada 2003 dia bom Hotel Marriott. Ketika itu awalnya disetujui JI, tapi kemudian Noordin mau bikin Bom Bali II, dan itu tidak disetujui. Noordin ketika itu dicap orang yang keluar dari JI,” kata Sidney.

“Kelihatannya yang dikhawatirkan pemerintah adalah JI akan tiba-tiba pakai kekerasan, pemboman. Bisa jadi bahwa di antara puluhan yang dilatih di Suriah itu pulang dan muncul dengan kelompok sempalan yang tidak setuju JI pasif seperti sekarang ini,” tambahnya.

Menurut Polri, JI di bawah kepemimpinan Para pernah mengirimkan puluhan simpatisannya untuk mendapatkan pembekalan militer ke Suriah pada periode 2013 hingga 2018, melalui enam kali gelombang pengiriman--meski JI sudah dibubarkan sejak 2007.

Sidney mengatakan, dari enam gelombang pengiriman tersebut, dua kloter di antaranya ada yang dikirim ke ISIS hanya untuk melihat bagaimana ajarannya namun pada akhirnya ditahan karena tidak mau berbaiat kepada Abu Bakar al-Baghdadi.

“Tapi yang lainnya berangkat ke Suriah untuk dilatih dengan milisi lain seperti Ahrarul Syam, Free Syrian Army (FSA), Jabhat al-Nusra,” katanya.

Penangkapan dua anggota JAD

Pada Jumat (6/11), Densus 88 juga menangkap dua terduga teroris terafiliasi Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di wilayah Sumatra.

Terduga teroris berinisial AD alias Abu Singgalang (39) ditangkap di Kota Payakumbuh, Sumatra Barat, sementara terduga atas nama MA alias Abu Al Fatih (34) diringkus di Kota Batam, Kepulauan Riau, sebut keterangan polisi.

Dari penggeledahan yang dilakukan Densus 88 di rumah milik Abu Al Fatih ditemukan satu unit senjata rakitan yang belum sempurna juga dua busur panah, lima anak panah, dua sangkur, satu plastik bubuk belerang dan satu plastik bubuk putih.

Kabid Humas Polda Kepulauan Riau, Kombes Harry Goldenhart mengatakan MA masih diperiksa tim Densus 88 untuk mendalami peran dan motifnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.