Mengintip Aktivitas ‘Desa Inggris’ di Malang
2016.03.18
Malang
Sepuluh remaja melingkar di depan sebuah mushalla. Mereka bergantian mengucapkan kalimat-kalimat bahasa Inggris sekaligus artinya dalam bahasa Indonesia. Mereka berkonsentrasi, tak hanya menghafal namun mengucapkan secara spontan.
“Ini latihan ‘magic mantra’,” jelas Direktur Indocita Foundation, Avin Nadhir.
Usai latihan “magic mantra”, peserta didik Indocita bergantian berkisah dalam bahasa Inggris. Dua orang berdiri di depan, sementara yang lain duduk bersimpuh mendengarkan cerita dalam bahasa Inggris.
Mereka adalah peserta “be trainer” yang disiapkan menjadi pelatih dan guru bahasa Inggris.
Indocita memberikan beasiswa kepada pemuda yang berkeinginan kuat menjadi guru bahasa Inggris, tetapi tak punya biaya kuliah.
Pelatihan Selasa, 15 Maret, digelar di mushalla Desa Randuagung, Kecamatan Singosari, Malang.
Bupati Malang Rendra Kresna telah menetapkan kampung itu sebagai “Desa Inggris” pada 2013.
Peserta “be trainer” berasal dari Sumenep, Blitar, Banyuwangi, Jember, Lampung, Lamongan, Kendari dan Pamekasan. Mereka diseleksi ketat: tes tulis dan wawancara. Indocita juga melihat latar belakang keluarga, benar-benar dari yang tak mampu membiayai kuliah.
Peserta diberikan fasilitas mulai konsumsi, asrama untuk menginap, kebutuhan hidup selama mendapat beasiswa dan biaya belajar. Asrama menampung maksimal 45 orang.
Total peserta yang mendapat beasiswa mencapai 52 pemuda. Sebelas di antaranya telah lulus kuliah, selebihnya masih kuliah. Dari 11 penerima beasiswa itu, terdapat seorang yang tetap menjadi pengajar. Sisanya kembali ke kampung halaman dan bekerja di tempat lain.
Dari mulut ke mulut
Sebagian peserta mengetahui program beasiswa menjadi pelatih dari mulut ke mulut melalui jaringan Avin, informasi di media sosial dan website www.desainggrissingosari.com. Program beasiswa dibuka sejak 2010.
Peserta beraktivitas sejak dini hari. Mulai shalat tahajjud, subuh berjamaah di masjid sampai kegiatan belajar bahasa Inggris. Pembelajaran digelar di rumah Avin. Kamar menginap di lantai dua, sedangkan lantai dasar sebagai tempat belajar.
Tak hanya bahasa Inggris, mereka juga diajari disiplin, akhlak dan tingkah laku. Mereka belajar bersama dan bekerjasama dalam tim solid. Rata-rata selama ikut pembelajaran enam bulan, mereka sudah bisa mengajar bahasa Inggris.
Gadaikan motor dan mobil
Setiap bulan, dana yang dikeluarkan mencapai Rp 45 juta. Seluruh biaya operasional ditanggung Avin lewat program kursus dan bahasa yang dikelolanya. Namun Avin tak bersedia menjelaskan sumber dana untuk operasional Indocita.
“Kadang harus menggadaikan sepeda motor dan mobil,” katanya mengelak ketika BeritaBenar mendesak tentang sumber dana operasional.
Indocita juga membuka kursus bahasa Inggris berbayar buat para pelajar, mahasiswa, guru dan dosen. Mereka juga bekerjasama dengan sejumlah sekolah. Seluruh pendapatannya digunakan untuk membiayai beasiswa dan kebutuhan peserta “be trainer”.
Ida Homdatun (18), seorang peserta “be trainer”, mengaku awalnya tak suka bahasa Inggris. Remaja yang pernah menjadi santri di Pesantren Annuqoyah Sumenep ini tertantang saat menyukai lagu-lagu berbahasa Inggris
Tapi orang tuanya tak memiliki biaya untuk kuliah. Sehingga, dia memilih ikut program beasiswa Indocita. Dia lolos dari 100-an santri Annuqoyah yang mengikuti seleksi.
Avin berharap Desa Inggris bisa menjadi tujuan wisata, terutama wisatawan mancanegara yang mau belajar bahasa dan budaya Indonesia. Tapi sampai saat ini belum ada perhatian dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat.
Desa Inggris dirintis sejak 2008. Ketika itu, 20 lulusan SMA memiliki niat kuat kuliah namun terkendala biaya. Mereka punya tekad besar untuk belajar bahasa Inggris dan menyusun modul pelatihan sesuai kreativitas, belajar sambil santai.
Sekitar 50 narapidana mengikuti kursus bahasa Inggris di aula lapas wanita Kota Malang, 15 Maret 2016. (Heny Rahayu/BeritaBenar)
Mengajar di lapas wanita
Avin menyebutkan bahwa mereka secara rutin memberikan kursus bahasa Inggris secara cuma-cuma buat anak Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) yang ada di sekitar tempat itu.
Tujuannya untuk mengakrabkan bahasa Inggris dengan anak-anak sehingga seluruh warga Desa Randuagung mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris di masa depan.
“Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang penting untuk dipelajari,” ujarnya.
Sejak Januari lalu, para pelatih juga mengajar bahasa Inggris di lembaga pemasyarakatan (lapas) wanita Malang. Sekitar 50 narapidana mengikuti kursus gratis setiap Selasa dan Kamis.
Mereka tekun menyimak, berdiskusi dan mengikuti aneka permainan serta bernyanyi dalam bahasa Inggris. Para narapidana yang terjerat sejumlah kasus kriminal mengaku sadar kalau bahasa Inggris perlu untuk pergaulan global.
Selasa sore, 15 Maret, puluhan narapidana perempuan bersimpuh, meriung di aula Lapas. Mereka menyaksikan drama Ande-Ande Lumut dalam bahasa Inggris.
Usai pertunjukan drama, peserta dibagi dalam tiga kelompok. Mereka berlatih dan menghafal sejumlah kosa kata bahasa Inggris.
“Saya belajar bahasa Inggris untuk menunjang salon kecantikan,” ungkap seorang peserta, Ana Ayu Pratiwi (21).
Narapidana kasus narkoba ini akan buka salon kecantikan setelah bebas. Salon kecantikan, kata dia, memiliki nilai plus jika bisa bahasa Inggris. Ana berharap pelanggannya nanti ada dari kaum sosialita.