Dokumenter “Dirty Vote” ungkap kecurangan Pemilu 2024

Pakar sebut data dalam film itu akurat, namun menyangsikan dokumenter itu bisa mengubah hasil suara pemilu.
Dandy Koswaraputra dan Nazarudin Latif
2024.02.12
Jakarta
Dokumenter “Dirty Vote” ungkap kecurangan Pemilu 2024 Tangkapan layar film dokumenter Dirty Vote yang pada hari kedua sejak dirilis pada Minggu, 11 Februari 2024, telah ditonton lebih dari 6,5 juta kali.
Dirty Vote - full movie official via YouTube

Sebuah film dokumentar yang dirilis tiga hari sebelum pesta demokrasi yang mengungkap berbagai instrumen kekuasaan di bawah pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah digunakan untuk upaya pemenangan pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka, tersebar viral.

Film dokumenter Dirty Vote, yang dirilis gratis di YouTube pada Minggu, telah ditonton lebih dari 6,6 juta kali, dikritik oleh tim Prabowo yang membantah klaim tersebut dan menyebut film karya jurnalis senior Dandhy Dwi Laksono itu sebagai fitnah dan tidak ilmiah.

Film berdurasi 1 jam 57 menit ini telah menjadi trending topic di platform X dan banyak dibicarakan netizen di berbagai media sosial lainnya. Film tersebut melibatkan tiga pakar hukum tata negara, Feri Amsari, Bivitri Susanti, dan Zainal Arifin Mochtar.

Ketiga pakar tersebut memaparkan tentang banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam proses pemilu. Salah satunya termasuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memuluskan jalan bagi anak Jokowi, wali kota Solo Gibran Rakabuming Raka, 36, menjadi calon wakil presiden, setelah MK mengubah syarat usia minimal calon presiden/wakil presiden menjadi bisa kurang dari 40 tahun asal kandidat pernah atau sedang menjabat kepala daerah atau menduduki jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.

Dirty Vote juga mengungkapkan pola penunjukan pejabat gubernur secara langsung oleh menteri dalam negeri untuk menggantikan kepala daerah yang masa kerjanya selesai yang berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan elektoral demi pemenangan pasangan yang direstui Jokowi.

Film dokumenter itu juga mengungkapkan kebijakan Jokowi mengeluarkan program bantuan sosial (bansos) baru dengan memberi uang tunai Rp600 ribu per orang menjelang masa pemilihan presiden. Anggaran yang digunakan untuk bansos ini mencapai Rp11,2 triliun, jumlah yang lebih besar dari anggaran bansos selama pandemi COVID-19.

Jajak pendapat minggu lalu yang dirilis oleh Populi Center menunjukkan Prabowo-Gibran memimpin dengan 52,5 persen, diikuti oleh 22,1 persen untuk pasangan mantan gubernur Jakarta Anies Baswedan – Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Islandar, serta 16,9% untuk pasangan mantan gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo – mantan menteri koordinator politik dan hukum Mahfud MD.

 

Tangkapan layar dari film dokumenter Dirty Vote ini memperlihatkan tiga ahli hukum tata negara yang membintangi film tersebut, dari kiri ke kanan, Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, dan Bivitri Susanti menjelaskan tentang kronologi Mahkamah Konstitusi meloloskan peraturan yang memuluskan jalan bagi pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, yang awalnya tidak memenuhi persyaratan umur, akhirnya bisa menjadi calon wakil presiden dalam Pemilu 2024.  [Dirty Vote - full movie official via Youtube]
Tangkapan layar dari film dokumenter Dirty Vote ini memperlihatkan tiga ahli hukum tata negara yang membintangi film tersebut, dari kiri ke kanan, Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, dan Bivitri Susanti menjelaskan tentang kronologi Mahkamah Konstitusi meloloskan peraturan yang memuluskan jalan bagi pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, yang awalnya tidak memenuhi persyaratan umur, akhirnya bisa menjadi calon wakil presiden dalam Pemilu 2024. [Dirty Vote - full movie official via Youtube]

Penghukuman kepada pemerintah yang manipulatif

Menurut Feri Amsari, tujuan pembuatan film dokumenter itu untuk penghukuman pemerintah yang telah melakukan kecurangan pemilu.

“Pemilu hanya sekedar manipulasi di mana asasnya hanya sekedar langsung umum bebas rahasia dan lima tahun sekali, tanpa dilaksanakan dengan jujur dan adil,” kata Feri kepada BenarNews, menambahkan bahwa film ini juga adalah sebagai panggilan untuk tidak memilih golput karena masyarakat harus mengalahkan rezim yang sewenang-wenang.

Sementara, Dandhy Laksono, sutradara film tersebut, menjelaskan alasan peluncuran hasil karyanya pada awal masa tenang Pemilu 2024 adalah untuk menjadi bahan edukasi dan refleksi bagi masyarakat menjelang pemilihan pada 14 Februari.

“Produksi film ini dibiayai secara patungan dari perorangan maupun lembaga,” kata Dandhy dalam keterangan videonya yang diterima BenarNews.

Film Dirty Vote ditayangkan perdana melalui kanal rumah produksi WatchDoc – lembaga yang didirikan Dandhy di YouTube pada Minggu (11/2), bertepatan hari pertama masa tenang pemilu.

"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres. Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," ujar Dandhy.

Tangkapan layar yang diambil dari Film Dirty Vote ini memperlihatkan pakar hukum tata negara Bivitri Susanti melihat slide sebuah liputan media terkait bantuan sosia yang bersifat politis yang dibagikan oleh pejabat negara untuk pemenangan salah satu pasangan calon presiden/wakil presiden dalam Pemilu 2024. [Dirty Vote - full movie official via YouTube]
Tangkapan layar yang diambil dari Film Dirty Vote ini memperlihatkan pakar hukum tata negara Bivitri Susanti melihat slide sebuah liputan media terkait bantuan sosia yang bersifat politis yang dibagikan oleh pejabat negara untuk pemenangan salah satu pasangan calon presiden/wakil presiden dalam Pemilu 2024. [Dirty Vote - full movie official via YouTube]

Pakar: film akurat soal penyimpangan

Pengajar jurusan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Luthfi Makhasin mengatakan film Dirty Vote ini memberikan gambaran cukup akurat soal electoral fraud yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif dari awal hingga akhir proses.

Menurut dia, akurasi film itu cukup teruji mempertimbangkan latar belakang pembuatnya yakni Dandhy sebagai seorang jurnalis senior.

Film itu, kata Luthfi, tidak berdiri sendiri namun bisa dibaca sebagai bagian dari kegelisahan kalangan terdidik terhadap Pemilu 2024 ini setelah suara akademisi dan guru besar kampus mengkritik Presiden Jokowi yang dianggap melenceng dari demokrasi.

“Saya pikir ini penting, bahwa kondisi Pemilu 2024 tidak baik-baik saja. Ini saluran ketidakpuasan, masyarakat setelah sebelumnya akademisi juga menyuarakan hal serupa,” ujar Luthfi.

Film ini, menurut dia, juga tidak masuk dalam materi yang dilarang disebarkan saat masa tenang menjelang pencoblosan suara. Selain karena hal itu adalah ekspresi kebebasan, fakta-fakta di film tersebut juga harus disampaikan untuk mendidik masyarakat.

“Itu suara yang harus disampaikan, protes selama ini cenderung diabaikan. Film itu bisa jadi memperkuat suara masyarakat,” ujar Luthfi.

Namun, dia tidak yakin dampak elektoral film ini pada masing-masing pasangan kandidat pemilu presiden 2024. Karena saat ini merupakan waktu menuju puncak dari semua kegiatan politik di Indonesia dan sulit jika diubah hanya dengan sebuah film, kata dia.

“Mengubah hasil (Pemilu 2024) saya ragu. Karena ini kampanye sudah dua bulan lebih, kerja politik sudah hampir finish,” ujar dia.

Penyebaran film tersebut, menurut dia, didominasi di kalangan masyarakat kelas menengah berpendidikan dan jarang diakses oleh masyarakat kelas bawah.

Wakil Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Hurriyah mengatakan data-data yang disampaikan dalam film itu sebenarnya bisa diakses oleh publik dan sejauh ini tidak bisa dibantah oleh kandidat yang merasa dirugikan.

“Jika ada data yang dianggap keliru, harusnya di-counter dengan data lain. Tapi sejauh ini fakta tidak ada yang dibantah, tidak ada argumen yang dibantah,” ujar dia pada BenarNews.

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo Gibran, Habiburokhman, menilai film Dirty Vote punya tendensi ingin mendegradasi Pemilu 2024 dengan narasi yang tidak berdasar.

Padahal tokoh yang paling sering disebut dalam film tersebut yaitu Presiden Jokowi punya komitmen besar pada demokrasi.

“Di negara demokrasi semua orang memang bebas menyampaikan pendapat, namun perlu kami sampaikan bahwa sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut fitnah, narasi yang sangat asumtif dan sangat tidak ilmiah,” ujar Habiburokhman dalam konferensi pers, tanpa memberikan data tandingan.

Dikutip dari CNN Indonesia, Deputi Bidang Hukum Tim Pemenangan Nasional Ganjar Pranowo-Mahfud MD , Todung Mulya Lubis berpendapat film Dirty Vote bisa menjadi pengingat soal maraknya pelanggaran di Pemilu 2024.

Menurut dia, materi film itu tidak ada yang baru sama sekali. Dia mengajak agar tidak ada pihak yang bereaksi berlebihan pada film itu, apalagi melapor ke polisi.

"Film ini menurut saya pendidikan politik yang sangat bagus. Jadi, jangan baper-lah, itu saja yang mau saya bilang," ujar Todung.

Pizaro Gozali Idrus berkontribusi dalam laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.