Terbukti Menyuruh Pemalsuan Dokumen, Djoko Tjandra Divonis 2 ½ Tahun Penjara
2020.12.22
Jakarta
Pengusaha Djoko Tjandra dijatuhi hukuman 2 tahun dan 6 bulan penjara, Selasa (22/12), usai terbukti bersalah dalam kasus pemalsuan surat jalan dan surat keterangan kesehatan yang menyeret eks-kuasa hukumnya dan mantan pejabat tinggi Bareskrim.
Vonis dari majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada ini lebih tinggi ketimbang tuntutan jaksa yang meminta Djoko divonis dua tahun penjara karena pemalsuan surat dan menyuruh orang lain untuk melakukan perbuatan pidana, yang ancaman hukuman maksimalnya lima tahun penjara.
"Menimbang dari rangkaian perbuatan terdakwa beserta keterangan saksi, majelis hakim menilai terdakwa (Djoko Tjandra) terbukti bersalah melakukan pidana menyuruh melakukan pemalsuan surat secara berlanjut, sebagaimana Pasal 55 ayat 1 KUHP," kata ketua majelis hakim Muhammad Sirat, dalam pertimbangan.
Selain perkara pemalsuan surat, Djoko saat ini juga berstatus terdakwa dalam dugaan pidana suap dan gratifikasi kepada mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo dan atasannya di Bareskrim Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte untuk membantu penghapusan notifikasi Interpol, atau red notice atas nama Djoko.
Persidangan kasus ini kini masih berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
Pemalsuan rangkaian surat dan dokumen dilakukan Djoko agar dapat memasuki Indonesia untuk mengurus Peninjauan Kembali (PK) atas kasus korupsi Bank Bali ke Mahkamah Agung (MA). Kala itu, ia berada di Kuala Lumpur, Malaysia.
Dalam perkara rasuah tersebut, Djoko memang telah berstatus terpidana dan divonis dua tahun penjara dan denda Rp15 juta subsider tiga bulan penjara lewat PK yang diputus MA pada 2009.
Namun sehari sebelum pembacaan vonis, Djoko kabur meninggalkan Indonesia sehingga akhirnya ditetapkan sebagai buron oleh Direktorat Jenderal Imigrasi dan dimasukkan Interpol ke dalam daftar red notice.
Ia baru menjalani masa hukuman pidana tersebut sekarang, usai ditangkap pada Juli lalu di Malaysia.
Nantinya, setelah masa hukuman dua tahun selesai, Djoko selanjutnya akan menjalani masa hukuman 2 ½ tahun penjara dalam pidana pemalsuan surat dan dokumen.
Pertimbangan memberatkan
Mengenai penjatuhan hukuman melebihi tuntuan jaksa, hakim Sirat beralasan Djoko Tjandra melakukan rangkaian pemalsuan dokumen dan surat saat dirinya berstatus buron atau melarikan diri dari pidana yang belum dijalani.
Selain itu, tambah hakim, "Terdakwa juga membahayakan kesehatan masyarakat dengan melakukan perjalanan tanpa melakukan tes bebas COVID-19."
Menanggapi vonis ini, Soesilo Aribowo, selaku kuasa hukum Djoko mengaku keberatan dengan menyebut majelis hakim keliru memaknai fakta persidangan. Sepanjang persidangan, ia menyebut tidak pernah terungkap fakta bahwa kliennya menyuruh seseorang membuat surat jalan palsu.
"Fakta persidangan itu tidak pernah ada, seperti, 'Hei, si A. Tolong buatkan surat jalan palsu'. Tidak ada sama sekali hal seperti itu," kata Soesilo, kepada BenarNews.
"Yang ada itu, Pak Djoko meminta mengatur perjalanan terkait tiket pesawat. Bukan meminta surat jalan dan keterangan palsu."
Terkait apakah akan mengajukan banding atas vonis ini, Soesilo mengaku masih mempertimbangkannya.
Vonis Prasetijo dan Anita
Selain persidangan Djoko, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada hari ini juga menjatuhkan vonis bersalah untuk Prasetijo atas perannya dalam memberikan surat jalan kepada Djoko dan mantan pengacara Djoko, Anita Kolopaking.
Prasetijo dihukum tiga tahun penjara, lebih tinggi dari tuntutan 2,5 tahun penjara oleh jaksa.
Dalam pertimbangan memberatkan, hakim menilai Prasetijo telah mencederai etika profesi kepolisian.
"Terdakwa sebagai anggota Polri dengan pangkat brigadir jenderal yang menduduki jabatan kepala biro seharusnya dapat menjaga amanah dan tidak menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi atau orang lain," kata hakim Sirat.
"Terdakwa juga tidak merasa bersalah dan tidak mengakui perbuatannya."
Dalam persidangan bulan lalu, salah seorang anak buah Prasetijo bernama Komisaris Dody Jaya mengaku memang sempat diminta atasannya itu untuk membuat beberapa surat jalan dan meminta agar dokumen-dokumen tersebut tidak ditandatangani Kepala Bareskrim (Kabareskrim).
"Beliau (Prasetijo) mengatakan, 'Ini yang tanda tangan saya, jangan Kabareskrim'," kata Dody, menirukan perkataan Prasetijo, dikutip dari situs Detik.com.
"Harusnya yang tanda tangan itu Kabareskrim atau Wakabareskrim. Tapi diganti nama Bapak."
Adapun Anita Kolopaking beroleh hukuman 2 ½ tahun penjara. Selain dianggap terbukti memiliki peran dalam proses pembuatan surat palsu untuk Djoko, ia juga dianggap telah mencederai profesi advokat.
"Terdakwa terbukti memberi pertolongan kepada orang yang sedang dirampas kemerdekannya (Djoko Tjandra) untuk melarikan diri," pungkas Sirat.