DPR sahkan kitab hukum pidana baru yang dikritik mengancam kebebasan
2022.12.06
Jakarta
Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa (6/12) mengesahkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru meski ditentang oleh berbagai pihak yang mengkhawatirkan legislasi itu akan mengancam kebebasan sipil.
Sementara DPR menyatakan bahwa KUHP yang baru sebagai rekodifikasi terhadap seluruh ketentuan pidana di Indonesia dan menjawab seluruh perkembangan masyarakat saat ini, para aktivis menganggap pengesahannya sebagai pukulan bagi hak asasi manusia dan menghapus kemajuan demokrasi yang telah dicapai sejak tumbangnya pemerintah Order Baru yang otoriter tahun 1998.
“RUU (Rancangan Undang-Undang) KUHP ini membawa misi dekolonialisasi, demokratisasi, harmonisasi dan konsolidasi hukum pidana,” kata Ketua Komisi III Bambang Wuryanto dalam rapat paripurna DPR.
KUHP lama warisan pemerintah kolonial yang sudah berlaku lebih dari 76 tahun tidak lagi relevan dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman serta kebutuhan hukum nasional, ujar dia.
Pasal-pasal kontroversial dalam KUHP yang telah disahkan dan akan berlaku dalam tiga tahun ke depan tersebut antara lain ancaman hukuman penjara untuk seks di luar nikah, penghinaan kepada presiden dan lembaga negara serta unjuk rasa tanpa pemberitahuan ke kepolisian.
Menurut rancangan dokumen per 24 November yang disepakati sebagai KUHP itu, pasal 413 menyatakan orang yang melakukan hubungan seks di luar pernikahan dapat diancam pidana penjara selama satu tahun.
Sementara menurut pasal 414, orang yang tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan dapat dihukum 6 bulan penjara.
Peraturan tersebut merupakan delik aduan, yang berarti polisi hanya bisa melakukan penyidikan pidana bila ada pengaduan oleh suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan dan orangtua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
Albert Aries, juru bicara sosialisasi RUU KUHP, mengatakan bahwa pasal-pasal itu bertujuan melindungi institusi perkawinan dan “nilai-nilai ke-Indonesia-an”.
"Sehingga masyarakat atau pihak ketiga lainnya tidak boleh main hakim sendiri," ujarnya seperti dikutip Media Indonesia pada Senin.
Pasal 218 menyatakan bahwa “menyerang kehormatan atau harkat dan martabat” presiden atau wakil presiden dapat dipidana dengan hukuman penjara tiga tahun dan denda Rp200 juta.
Tindak pidana ini hanya dapat dituntut berdasarkan aduan oleh presiden atau wakil presiden sendiri.
Pasal 240 mengatakan orang yang “menghina pemerintah atau lembaga negara” diancam penjara paling lama 18 bulan. Hukuman bertambah menjadi tiga tahun jika “penghinaan” itu berakibat kerusuhan.
“Pemerintah dan DPR sudah menindaklanjuti masukan terhadap draft RUU KUHP dalam pembahasan yang terbuka dan penuh kehati-hatian,” ujar Bambang.
Pukulan pada hak asasi manusia
Perubahan yang selama ini diperjuangkan dengan konsisten oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil adalah cara pandang KUHP ini dalam mengatur ketertiban umum yang berlebih-lebihan, kata Bivitri Susanti, pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera.
“Ini pada akhirnya akan menghilangkan demokrasi atau memundurkan demokrasi Indonesia,” ujar dia kepada BenarNews.
“Persoalannya bukan di teknikalitas, bukan teknis penegakan hukum, tetapi soal prinsip sampai di mana negara boleh mengatur hidup warganya,” ujar dia.
Amnesty International Indonesia mengatakan KUHP baru merupakan “kemunduran yang dramatis” bagi hak asasi manusia di Indonesia.
“Melarang seks di luar nikah merupakan pelanggaran terhadap hak privasi yang dilindungi oleh hukum internasional,” kata Usman Hamid, direktur eksekutif Amnesty International Indonesia.
“Ketentuan ‘moralitas’ tersebut bahkan berpotensi disalahgunakan untuk mengkriminalisasi korban kekerasan seksual atau menyasar anggota komunitas LGBTI,” tambahnya.
Duta Besar AS untuk Indonesia, Sung Kim, mengingatkan bahwa pasal-pasal moralitas di KUHP baru dapat menyebabkan berkurangnya investasi asing ke Indonesia.
“Mengkriminalkan keputusan pribadi individu akan menjadi bagian besar dalam matriks keputusan banyak perusahaan yang menentukan apakah akan berinvestasi di Indonesia,” ujarnya dalam pidato di AmCham Investment Summit.
Aturan lain dalam KUHP baru antara lain larangan menyebarkan paham komunisme atau lainnya yang bertentangan dengan Pancasila, dengan hukuman pidana penjara paling lama 4 tahun.
Orang yang mempromosikan alat pencegah kehamilan kepada anak dapat dipidana denda 1 juta, kecuali untuk maksud mencegah penularan penyakit seksual dan keluarga berencana.
Sementara itu mempromosikan alat atau jasa menggugurkan kandungan terancam hukuman penjara 6 bulan.
Selain itu, hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun, setelah itu hukuman dapat diturunkan jadi penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.
KUHP juga mengatur tentang penistaan agama.
Orang yang menyatakan kebencian atau permusuhan terhadap agama atau kepercayaan orang lain terancam dipidana penjara tiga tahun, sementara mereka yang menghasut agar orang lain menjadi tidak beragama bisa dipenjara dua tahun, dan empat tahun jika dengan kekerasan atau ancaman.
Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan aparat penegak hukum perlu kejelian dan kehati-hatian dalam menafsirkan Pasal 218 dan 219 tentang penyerangan harkat martabat Presiden dan Wakil Presiden, karena pasal ini memuat pasal yang multi-tafsir.
“Karena dalam iklim demokrasi yang kita miliki di Indonesia semua orang itu kan punya hak untuk menyampaikan pendapat, kritik, saran, masukan kepada pemerintah,” ujanya.
Anggota fraksi PKS Iskan Qolba Lubis mengatakan fraksinya mempersoalkan pasal tentang penghinaan pada pemerintah dengan hukuman 3 tahun penjara. Menurut Iskan aturan itu adalah pasal karet yang menjadikan Indonesia berubah dari negara demokrasi menjadi seperti monarki.
“Ini kemunduran dari cita-cita reformasi. Pasal ini akan mengambil hak masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya,” kata Iskan kepada BenarNews.
Dia menambahkan bahwa partainya akan mengajukan uji materi pasal penghinaan ke Mahkamah Konstitusi dan mengajak masyarakat untuk melakukan hal serupa.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan pembahasan RUU KUHP sudah dibahas sejak 2012.
Pembaharuan hukum pidana di Indonesia ini menurut Yasona ditunjukkan dengan adanya perluasan pidana pokok, tidak hanya denda dan penjara tapi juga pengawasan serta kerja sosial.
"Dalam masa tiga tahun ini akan kita lakukan sosialisasi tim kami ini maupun bersama tim-tim DPR akan melakukan sosialisasi ke penegak hukum, ke masyarakat, ke kampus-kampus, untuk menjelaskan konsep filosofi dan lain-lain," kata Yasonna, menjelaskan tentang pemberlakuan efektif KUHP tiga tahun setelah disahkan.
Dandy Koswaraputra di Jakarta berkontribusi pada artikel ini.