Pemerintah Pantau Pergerakan Eks Petempur ISIS yang Pulang
2016.10.18
Jakarta
Untuk mewaspadai ancaman teror, pemerintah memantau pergerakan puluhan warga negara Indonesia (WNI) yang tercatat pulang dari Suriah dalam tahun ini, karena diduga pernah menjadi petempur Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
“Kita hanya bisa memantau mereka. Untuk tindakan selanjutnya, kita tidak memiliki payung hukum,” jelas Deputi II Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irjen (Pol) Arif Darmawan kepada BeritaBenar di Jakarta, Selasa, 18 Oktober 2016.
Payung hukum yang dimaksud adalah aturan yang dapat menjerat mereka dalam undang-undang. Untuk bisa menjerat foreign terrorism fighter (FTF) WNI, baru akan dimasukkan dalam revisi UU Antiterorisme Nomor 15 tahun 2003 yang masih dibahas Panitia Khusus (Pansus) DPR.
“Antisipasi lain adalah bagaimana masyarakat tidak tertular paham mereka,” ujarnya.
Arif menjelaskan, awalnya FTF hanya ditujukan kepada WNA yang masuk Indonesia, tapi nyatanya banyak WNI pulang dari negara konflik yang berpotensi menyebarkan teror.
Data BNPT menyebut hingga Agustus 2016, terdapat 237 WNI dewasa dan 46 anak-anak masih berada di Suriah.
Sementara, 67 WNI dinyatakan meninggal dunia di Suriah dan 283 WNI dideportasi oleh pemerintah luar negeri saat hendak ke Suriah melalui beberapa pintu ilegal.
Pengalaman tempur
Berdasarkan laporan perwakilan intelijen berbagai negara, ada 47 nama kombatan ISIS yang telah kembali ke Indonesia.
“Kalau ada laporan hanya indikasi, dinilai belum ada unsur kuat sehingga saat mereka pulang kita tidak bisa lakukan apapun (termasuk menahan). Sebelum ada rencana aksi teror, kita tidak bisa lakukan apapun terhadap mereka,” papar Arif.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebutkan ada 40-an eks kombatan ISIS telah kembali ke Indonesia yang dinilai punya pengalaman tempur dan kemampuan untuk melakukan serangan di Indonesia.
“Kami berusaha menyentuh mereka. Namun mereka berusaha menghindari deteksi kami dan kami yakin mereka telah membangun interaksi diam-diam dengan jaringan radikal lainnya," kata Tito kepada wartawan, beberapa hari lalu.
Pengaruh ISIS memang cukup mengkhawatirkan, terutama bagi remaja yang dibujuk melalui media sosial.
Agustus lalu, seorang remaja 17 tahun mencoba meledakkan bom yang dirakitnya di sebuah gereja di Medan, Sumatera Utara. Meskipun gagal meledakkan bom tersebut, remaja itu sempat melukai pastor.
Dia belajar cara merakit bom setelah menonton video melalui internet dan terinspirasi serangan ISIS di Perancis.
Tidak perlu khawatir
Tetapi, pakar teroris dan inteligen dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib, meminta masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan terkait kepulangan kombatan ISIS WNI dari Suriah, karena data mereka tercatat di kepolisian.
“Kalau yang terdeteksi, tidak perlu khawatir. Mereka tinggal dipantau saja. Pemerintah ada datanya, mulai dari nama, orang dan alamatnya dimana,” ujar Ridlwan saat diminta tanggapannya.
Dia menambahkan, pemerintah juga bisa memonitor WNI yang baru kembali dari Suriah melalui perangkat yang ada seperti badan intelijen keamanan dan perangkat daerah.
“Pemerintah bisa membuat seminar atau pertemuan terbatas di kantong yang banyak pendukung ISIS, misalnya tentang pengalaman di Suriah, bahwa ISIS tak semenarik yang dibayangkan,” ujarnya.
“Justru mereka bisa diberdayakan menjadi orang untuk menyadarkan teman-temannya yang masih pro-ISIS.”
Yang jadi masalah, tambah dia, yang pulang ke Indonesia tanpa diketahui pemerintah.
“Yang pulang sendiri ini yang bahaya dan harus diwaspadai, karena domisili tidak tahu. Mereka ada kemampuan melakukan penggalangan jejaring baru yang tidak terdeteksi,” katanya.
Ridlwan menjelaskan mereka bisa masuk ke Indonesia melalui beberapa pintu, dengan berbagai cara seperti berpura-pura pulang umroh atau menggunakan paspor palsu.
“Hal seperti ini yang sulit sekali estimasinya karena harus mendalami jejaring internal dalam jaringan teroris dan itu sulit sekali,” ujarnya.
Berlebihan
Pendapat berbeda diungkapkan pakar terorisme dari Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya, yang menyebutkan asumsi adanya puluhan eks kombatan ISIS sudah pulang adalah sesuatu yang berlebihan, karena biasanya pengikut ISIS tidak memiliki orentasi kembali ke negeri asal.
“Artinya, jika mereka sampai di wilayah tujuan hijrah semisal Suriah, maka kemulian bagi mereka hidup dan matinya di negeri hijrah. Mereka akan mengabdi sepenuhnya kepada Daulah ISIS,” ujarnya dalam pernyataan tertulis yang diterima BeritaBenar.
Harits menduga pengikut ISIS WNI yang kembali ke Indonesia karena dideportasi atau sudah tidak sepaham lagi dengan ISIS.
“Kebanyakan ditangkap sebelum sampai di Suriah seperti Malaysia, Singapura, Pakistan, Hongkong dan Turki. Bahkan ada juga yang ditangkap sebelum berangkat,” katanya.
“Semoga pemerintah tak begitu saja memberikan statemen yang justru bisa melahirkan situasi dan kondisi kontraproduktif,” tegas Harits.
Revisi UU Antiterorisme
Sementara itu, Ketua Pansus Revisi UU Antiterorisme, M Syafii, mengatakan pembahasan revisi tersebut masih dalam tahap mendengar masukan dari berbagai pihak.
Ia mengakui, pembahasan revisi UU ini molor dari target awal Oktober 2016 karena sejumlah kendala seperti terbatasnya jadwal rapat dan sulitnya menyatukan jadwal beberapa menteri dan pakar.
“Belum lagi reses sehingga molor. Mungkin baru bisa kelar tahun 2017,” katanya.