Pemerintah Ketatkan Ekspor Kelapa Sawit di Tengah Kelangkaan Minyak Goreng

Ekonom: mahal dan kelangkaan minyak goreng dikarenakan perusahaan menjual ke produsen biodiesel yang membeli dengan harga lebih tinggi dibandingkan dalam negeri.
Tria Dianti
2022.03.09
Jakarta
Pemerintah Ketatkan Ekspor Kelapa Sawit di Tengah Kelangkaan Minyak Goreng Seorang anak membawa kantong minyak goreng sementara di latar belakang tampak warga lainnya antri untuk membeli minyak goreng dengan harga terjangkau di Palembang, 24 Februari 2022, menyusul naiknya harga dan langkanya minyak goreng di pasaran.
AFP

Pemerintah menaikkan kewajiban penjualan dalam negeri untuk kelapa sawit mentah menjadi 30 persen dari sebelumnya 20 persen menyusul adanya kelangkaan minyak goreng di pasar, demikian disampaikan Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi, Rabu (9/3).

Luthfi mengatakan kebijakan domestic market obligation (DMO) 30 persen akan berlaku hingga pasokan minyak goreng menjadi normal dan masyarakat tak lagi mengeluhkan kelangkaan minyak goreng.

“Kami tetapkan DMO 30 persen hari ini dan akan berlaku mulai besok,” ujar Luthfi ujar dia saat konferensi pers secara virtual di Jakarta.

“Jadi semua yang ingin mengekspor harus menyerahkan minyak untuk DMO sebesar 30 persen,” ujarnya.

Luthfi mengatakan kekurangaan minyak goreng di pasaran terjadi karena distribusi masih belum sempurna dan memperkirakan masyarakat luas dapat menikmati minyak goreng dengan harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sebelum bulan Ramadhan.

Dia mengancam akan menempuh jalur hukum jika terbukti ada penyelewengan di kalangan pelaku tata niaga minyak goreng.

“Kami memperkirakan bahan baku minyak goreng rembes ke industri yang tidak berhak atau ada tindakan melawan hukum berupa ekspor tanpa izin. Kedua hal ini masih harus diselidiki lebih lanjut untuk memastikan faktanya.

“Kami memiliki data yang terverifikasi, informasi tangki penyimpanan, dan jalur distribusi minyak goreng. Data tersebut siap kami bagikan ke Polri. Jika ditemukan ada tindakan-tindakan melawan hukum, kami pastikan akan tuntut,” tegas Lutfi.

Luthfi juga memastikan pemerintah akan tetap mempertahankan harga eceran tertinggi yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu Rp11.500 per liter untuk minyak goreng curah, Rp13.500 per liter untuk minyak goreng dengan kemasan sederhana dan Rp14.000 per liter untuk minyak goreng kemasan premium.

Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan mahalnya harga dan kelangkaan stok minyak goreng terjadi karena perusahaan minyak kelapa sawit jelas memilih menjual produknya ke produsen biodiesel dibandingkan ke perusahaan minyak goreng karena harganya mengikuti harga internasional.

"Kalau CPO (crude palm oil- minyak sawit mentah) saya jual ke perusahaan minyak goreng dalam negeri, harganya domestik. Tapi kalau saya jual ke perusahaan biodiesel saya buat harga internasional, ya otomatis pengusaha CPO jual kesana," kata Faisal dalam diskusi virtual bulan lalu.

Seorang warga Tangerang, Eka Rahmawati (34), mengatakan dia kesulitan mendapatkan minyak goreng di toko swalayan.

Gak ada minyak gorengnya, satu bungkus pun, kosong di raknya, gak ada minyak sama sekali,” keluhnya.

Saat bertanya satpam, ia mendapatkan jawaban kalau jam 09.00 pagi saat swalayan dibuka sudah diborong pembeli sesuai antrian, ujarnya. Keesokan harinya, ia pun mencoba mengantri tapi antrian sudah habis.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, sejak 14 Februari - 8 Maret  total ekspor CPO dan turunannya mencapai 2,77 juta ton dari 56 eksportir. Sementara untuk kebutuhan dalam negeri tersedia 573.890 ton untuk didistribusikan ke pasar.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 415.787 ton telah terdistribusi dalam bentuk minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan di pasar.

“Kami pastikan distribusi sudah berjalan di seluruh kabupaten kota, kami pastikan stok cukup.” kata dia.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyatakan akan mendukung setiap kebijakan pemerintah.

“Kami sebagai pelaku usaha akan mendukung setiap kebijakan pemerintah, termasuk DMO sawit yang naik dari 20 persen menjadi 30 persen. Semoga ini bisa menjadi solusi bagi masalah minyak goreng,” kata Ketua Bidang Komunikasi GAPKI Tofan Mahdi kepada BenarNews.

Menurutnya sejauh ini tidak ada kendala apa-apa dalam melaksanakan kebijakan pemerintah tersebut, hanya mungkin secara teknis perlu usaha lebih karena kan harus melaporkan pemenuhan kebutuhan domestik dulu.

“Yang pasti saat ini harga CPO dunia sangat tinggi dan semoga Indonesia tidak kehilangan momentum dengan harga CPO yang tinggi tersebut,” katanya.

Kurang efektif

Peneliti Ekonomi dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Nisrina Nafisah, menilai kebijakan DMO adalah kebijakan yang berjangka pendek dan kurang efektif jika harga produksi CPO tetap tinggi.

“Jika harga produksi tetap tinggi, jangka panjangnya, kebijakan DMO justru berpotensi merugikan petani sawit dan mengurangi produktivitas mereka,” ujar Nisrina kepada BenarNews.

Menurutnya, kelangkaan minyak goreng saat stok diklaim cukup mengindikasikan bahwa ada masalah di distribusi dan rantai pasok.

“Pemerintah perlu memperbaiki tata niaga minyak goreng di Indonesia agar hambatan di rantai pasok maupun rantai distribusi dapat diminimalisir,” katanya.

Ia menambahkan, perlu ditelusuri lagi juga apakah stok dari produsen minyak goreng benar benar cukup karena dengan adanya kebijakan DMO, produsen minyak goreng perlu membeli dengan harga yang ditetapkan pemerintah yaitu Rp. 9.300 untuk CPO dan Rp. 10.300 untuk yang sudah berbentuk cair (olein) selagi harga CPO dunia tinggi.

“Sementara harga produksi CPO juga semakin tinggi karena salah satunya faktornya yaitu adanya kenaikan harga pupuk,” ujarnya.

 

 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.