Diplomat Indonesia Belum Bisa Temui Perempuan Terduga Militan di Filipina
2020.10.16
Jakarta
Diplomat Indonesia masih belum mendapatkan akses untuk bertemu dengan seorang perempuan yang ditangkap karena diduga hendak melakukan aksi bom bunuh diri di Filipina, demikian keterangan pejabat kementerian luar negeri (Kemlu) pada Jumat (16/10).
Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia Kemlu Judha Nugraha mengatakan keterbatasan akses tersebut disebabkan karena Rezky Fantasya Rullie (alias Cici), perempuan yang kini berada di tahanan otoritas Filipina, tidak mengaku sebagai warga negara Indonesia saat diperiksa oleh aparat setempat.
“Data dan akses bertemu RFR sangat diperlukan untuk memverifikasi identitas dan kewarganegaraan, mengingat yang bersangkutan tidak mengaku sebagai seorang WNI ketika menjalani proses interogasi,” kata Judha melalui pesan singkat, kepada BenarNews.
Pemerintah melalui perwakilan di Davao, Filipina, telah mengirimkan dua surat kepada otoritas Filipina terkait permohonan akses data dan kekonsuleran untuk bertemu dengan Rezky, kata Judha.
Judha menilai, selama pemerintah belum mendapatkan kedua akses tersebut, maka pernyataan yang menyebut Rezky sebagai warga negara Indonesia masih berupa “dugaan.”
“KJRI Davao masih menunggu diberikannya data dan akses kekonsuleran tersebut,” tambahnya.
BenarNews telah berusaha menghubungi pemerintah Filipina namun hingga berita ini diturunkan, belum ada respons dari pihak terkait.
Pekan lalu, Rezky ditangkap oleh aparat di sebuah rumah di Provinsi Jolo, selatan Filipina bersama dua perempuan istri dari anggota kelompok radikal Abu Sayyaf, Inda Nurhaina dan Fatima Sandra Jimlani, sebut kepala Kepolisian Nasional Filipina.
Bersama ketiganya, aparat mengamankan sebuah rompi yang terhubung dengan bom dan komponen pembuat alat peledak improvisasi lainnya. Polisi menduga ketiganya hendak melakukan penyerangan dengan cara bom bunuh diri.
Aparat setempat menyebut Rezky sebagai “target bernilai tinggi” karena telah diincar selama berbulan-bulan, usai serangkaian serangan yang melibatkan pria yang diduga sebagai suaminya, Andi Baso, di provinsi tersebut. Tentara Filipina mengatakan Andi tewas dalam adu tembak pada 29 Agustus 2020, meski jenazahnya hingga kini belum ditemukan.
Di samping itu, Rezky juga diyakini sebagai putri dari Rullie Rian Zeke dan Ulfah Handayani Saleh, pasangan suami-istri asal Indonesia yang meledakkan diri di Gereja Our Lady of Mount Carmel di Jolo, tahun 2019.
Juru bicara Kepolisian Indonesia, Brigadir Jenderal Awi Setiyono, sebelumnya mengatakan kepada BenarNews bahwa Rezky adalah putri dari Rulli dan Ulfah, namun belum bisa mengonfirmasi perihal penangkapan perempuan berusia 20 tahunan tersebut di Filipina.
“Sampai saat ini masih belum terima informasinya, mungkin bisa ditanyakan ke Kementerian Luar Negeri,” kata Awi kepada BenarNews, Jumat.
Awi juga mengaku belum menerima informasi terkait kabar kematian Andi Baso, pria yang telah menjadi buron Densus 88 karena diduga terlibat dalam pengeboman Gereja Oikumene di Samarinda dan rencana pembukaan jalur senjata dari Filipina Selatan ke Indonesia pada tahun 2016.
Namun Awi membenarkan bahwa Andi memiliki hubungan dengan keluarga Rezky karena memiliki peran sebagai sosok yang memberangkatkan rombongan tersebut ke Filipina.
“(Andi) Membantu keluarga Rullie Rian Zeke masuk ke Filipina melalui jalur Malaysia, di mana Rulie Rian Zeke dan istrinya menjadi eksekutor pada bom gereja Jolo, Filipina 2019,” kata Awi.
Laporan Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) menyebut Andi memberangkatkan Rezky beserta dua adik dan ibunya ke Mindanao, Filipina pada awal 2019, atas permintaan Rullie yang sudah dulu tiba di negara tersebut sejak Mei 2018.
Rezky dan rombongan berangkat menuju Keningan, pedalaman Sabah, untuk menemui Andi pada November 2018. “Tiga hari tiba di Sabah, Cici (Rezky) langsung dinikahkan dengan Andi,” kata Direktur IPAC Sidney Jones kepada BenarNews, akhir Agustus.
Rombongan tersebut diyakini tiba di Filipina pada 25 Januari 2019. Hanya Rullie dan Ulfa serta seorang putri bungsu mereka yang kemudian menetap di kamp milik kelompok Sawadjaan. Sementara, Rezky dan adik laki-lakinya tidak diketahui dibawa ke mana oleh Andi.
Pada jejak terakhirnya, Rullie dan Baso diyakini menjadi kaki tangan Mundi Sawadjaan, seorang pembuat bom yang mendalangi serangan bom bunuh diri ganda, juga di Jolo, yang menewaskan 15 orang pada Agustus.
Mundi adalah keponakan dari Hatib Hajan Sawadjaan, komandan ISIS Filipina dan pemimpin senior Abu Sayyaf.
Pasangan itu mencoba melarikan diri dari provinsi Sulu dengan Mundi Sawadjaan beberapa hari setelah pemboman 24 Agustus, tetapi gagal, demikian menurut Badan Koordinasi Intelijen Nasional Filipina.