Fit and Proper Test Capim KPK di DPR Dinilai Sandiwara

Arie Firdaus
2015.12.14
Jakarta
kpk-620 Seorang pengunjuk rasa berpidato di sebuah aksi demonstrasi untuk mendukung KPK dan menuntut Presiden Joko Widodo agar menyelamatkan KPK, 22 Februari 2015.
AFP

Keseriusan uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang digelar Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat pada hari ini, Senin, 14 Desember 2015, diragukan banyak pihak.

Tes kelayakan dan kepatutan yang dimulai pada hari Senin tersebut dinilai formalitas belaka, karena dewan sebenarnya telah memilih calon sebelum fit and proper test digelar.

"Menurut saya, paketnya sudah ditentukan. Jadi, fit and proper test ini sandiwara saja," kata pengamat hukum tata negara Refli Harun kepada BeritaBenar.

Menurut Refli, indikasi sandiwara itu, antara lain, terlihat dari banyaknya anggota Komisi III yang lebih memilih menyaksikan sidang etik Ketua DPR Setya Novanto ketimbang hadir di ruang rapat komisi. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan hadir sebagai saksi dalam persidangan ini.

"Sebenarnya, lobi di belakang layar lah yang menentukan," ujar Refli lagi.

Sedangkan aktivis Indonesia Corruption Watch, Tama Satria Langkun, menilai potensi sandiwara itu memang terbuka lebar lantaran DPR tak pernah memiliki parameter metodologi yang pasti kala menggelar uji kelayakan dan kepatutan.

"Prosesnya tidak akuntabel. Harusnya DPR menjelaskan secara rinci metodologi yang dilakukan," ujar Tama.

Menguji empat calon

Komisi III yang mengurusi masalah hukum hari Senin mulai menguji empat dari delapan calon pimpinan KPK, setelah sempat tertunda cukup lama. DPR sempat menolak menggelar fit and proper test dengan alasan tak terdapat unsur kejaksaan dalam daftar yang diserahkan panitia seleksi calon pimpinan KPK

Mereka yang diuji hari ini adalah Sujanarko, Alexander Marwata, Plt Komisioner KPK Johan Budi Sapto Prabowo, dan Saut Situmorang.

Salah satu pertanyaan yang ditanyakan DPR kepada para calon adalah perihal revisi UU KPK yang akan dibahas DPR, meskipun mendapat tentangan dari publik.

Dalam pemaparannya, Sujanarko mengaku setuju dengan revisi UU KPK, sesuai kehendak DPR. Salah satu poin revisi, kata Sujanarko, adalah memungkinkan adanya Dewan Pengawas KPK. Selain itu, pria yang kini menjabat Direktur Pembinaan Jaringan Kerjasama Antar-Komisi dan Instansi KPK tersebut sepakat jika komisi memiliki kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan alias SP3, yang sebelumnya tidak dimungkinkan.

Alexander Marwata juga sependapat dengan Sujanarko. Menurutnya, kewenangan SP3 tak akan melemahkan KPK. Kewenangan itu, ujarnya, justru bisa memanusiawikan KPK jika diberikan kepada tersangka yang menderita sakit parah seperti stroke.

Selain itu kewenangan tersebut akan membuat KPK lebih kuat dalam menjerat seseorang. Selama ini, kata pria yang kini berprofesi sebagai hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi itu, masih ada hakim yang memiliki dissenting-opinion atau berbeda pendapat saat memutus vonis. Hal ini, kata Alexander, menunjukkan masih ada kelemahan dalam dakwaan yang diajukan KPK.

Adapun calon lain, Johan Budi, menentang revisi UU KPK. Menurutnya, revisi itu hanya akan melemahkan KPK. "Saya menolak," kata Johan Budi.

"Dan, kalaupun dengan penolakan ini saya tak dipilih, ya, tidak apa-apa," kata mantan wartawan yang juga pernah menjadi juru bicara KPK tersebut.

Calon harus menjaga etika

Kewenangan KPK untuk menerbitkan SP3 menjadi salah satu beleid yang selama ini gigih ditolak penggiat antikorupsi karena dinilai sebagai aturan yang bisa melemahkan komisi tersebut. Refli pun menyatakan kecewa dengan sikap para calon yang setuju dengan revisi UU KPK, seperti Sujanarko dan Alexander Marwata.

"Harusnya calon tetap menjunjung kode etiknya," kata Refli

Meski begitu, ia tetap menyimpan harapan kepada dua calon itu. "Mudah-mudahan saja mereka oportunis (hanya) saat mau terpilih. Tapi saat jika nanti menjadi pimpinan, bisa tetap garang dan netral."

Tama Satria Langkun memiliki pandangan serupa. "Biasanya, calon memang tak mau kontra dengan anggota DPR saat fit and proper test," katanya.

"Tapi dari sana kita bisa melihat, apakah mereka hanya ingin sekedar menang atau bisa mejaga independensinya."

Uji kepatutan dan kelayakan calon pimpinan KPK digelar hingga Rabu mendatang. Pada hari itu juga, sekitar pukul 19.00 WIB, pimpinan KPK terpilih akan diumumkan.

Jabatan lima pimpinan sementara KPK berakhir pada hari Rabu 16 Desember.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.