Soal Pengakuan Freddy, Polisi akan Investigasi

Arie Firdaus
2016.08.01
Jakarta
160801_ID_FreddyBudiiman_1000.jpg Ambulans memasuki Dermaga Wijayapura untuk diseberangkan ke Nusakambangan di Cilacap, Jawa Tengah, 28 Juli 2016.
Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar

Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) mengatakan akan menginvestigasi terbitnya pengakuan bandar narkotika Freddy Budiman yang menyebut beberapa pejabat polisi dan Badan Narkotika Nasional (BNN) terlibat dalam bisnis barang haram itu.

Pengakuan Freddy terungkap lewat tulisan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar. Tulisan itu dipublikasi Kamis malam lalu melalui akun Facebook Kontras, atau beberapa jam sebelum Freddy dieksekusi mati di Nusakambangan, Jawa Tengah.

"Butuh pendalaman lebih lanjut. Itu, kan, cerita dua tahun lalu. Tapi yang pasti, kami berkomitmen akan menindaklanjuti pengakuan tersebut dalam konteks reformasi kepolisian," kata Kepada Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar kepada BeritaBenar, Senin, 1 Agustus 2016.

Dalam pengakuan itu, Freddy antara lain mengaku dia setidaknya telah menyetor uang senilai Rp90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri dan Rp450 miliar kepada beberapa orang di BNN. Cerita soal setoran itu dituturkan Freddy kepada Haris pada 2014.

"Soalnya, kalau mau mengkaji lebih dalam dan mengonfirmasi ke Freddy, Freddy, kan, sudah tidak ada," kata Boy.

Kepada Haris, Freddy juga bercerita ada petugas BNN yang meminta pihak Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan untuk mencopot kamera pengawas atau CCTV agar mempermudah Freddy mengontrol bisnis narkotika.

"Kalau disebut merugikan, jelas ini sangat merugikan institusi. Apalagi, kami saat ini berada di garda terdepan pemberantasan narkotika."

Dihubungi terpisah, Kepala Bagian Humas BNN Slamet Pribadi menantang Haris untuk merinci informasi yang diberikan Freddy, dengan menyebutkan nama-nama anggota BNN yang menerima uang dari bandar narkoba tersebut.

"Sebutkan siapa saja," ujar Slamet. "Sekarang begini saja. Apakah Anda percaya jika ia (Haris) tak bisa menyebutkan siapa saja orangnya?"

Menantang balik

Menanggapi tantangan BNN itu, Haris mengatakan Freddy memang tak merinci nama-nama anggota Polri atau BNN yang menerima uang atau terlibat dalam bisnis narkoba.

Ia justru balik menantang Polri dan BNN untuk mendalami dan mencari tahu anggotanya yang terlibat bisnis narkotika.

"Kalau saya dibebankan pembuktian, saya tak bisa membantu. Saya, kan, bukan pejabat negara yang punya kewenangan dan alat kerja untuk itu," tutur Haris.

Meski begitu, Haris mengatakan siap membantu jika kedua lembaga itu memang berniat serius mengusut dan menindaklanjuti testimoni Freddy.

"Karena banyak petunjuk yang bisa digunakan untuk mengungkap kasus ini," ujar Haris kepada BeritaBenar.

Hanya saja, Haris enggan merincikan petunjuk-petunjuk yang dimaksud. Menurutnya, petunjuk itu telah disampaikannya kepada Boy Rafli saat pertemuan beberapa waktu lalu.

"Saya sampaikan beberapa informasi yang memang saya tak sampaikan dalam tulisan," kata Haris.

Terkait tulisan yang dirilisnya saat mendekati waktu eksekusi Freddy, Haris semata-mata menyebut sebagai bagian memilih momentum yang tepat. Andai dirilis jauh sebelum eksekusi dipastikan, ia pesimis testimoni Freddy itu akan ditanggapi secara serius.

Hubungi juru bicara presiden

Haris mengaku dia mulai "meramaikan" testimoni Freddy sekitar sepekan sebelum eksekusi. Salah satunya berbicara dengan Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi (juru bicara presiden), Johan Budi.

Haris berharap Johan bisa menyampaikan testimoni Freddy itu kepada Presiden Joko “Jokowi” Widodo agar dugaan setoran kepada anggota polisi dan BNN itu bisa didalami. Namun kenyataannya, kata Haris, Johan tak pernah menyampaikannya kepada Jokowi.

“Ternyata, saya tunggu tidak ada kabar," kata Haris.

Johan ketika dikonfirmasi mengaku memang pernah dihubungi Haris. Tapi bukan hari Senin pekan lalu, melainkan pada Kamis malam. Itupun lewat pesan WhatsApp.

Dalam pesan itu, Johan menyebut Haris menjabarkan pengakuan Freddy terkait bisnis narkotika di tanah air yang melibatkan sejumlah anggota polisi dan BNN. Haris, jelas Johan, juga memintanya menyampaikan hal itu kepada Presiden Jokowi.

Namun, tambah Johan, ia tak bisa meneruskan pesan itu kepada Jokowi lantaran sedang tidak bersama presiden. Jokowi, kata Johan, saat itu tengah menghadiri Rapat Pimpinan Nasional Partai Golongan Karya di Istora Senayan.

Ia menyangkal sikap itu sebagai wujud ketidakseriusan pemerintah dalam menegakkan hukum, khususnya dalam narkotika.

"Selain itu, saya juga tidak tahu kalau eksekusi bakal digelar dini harinya," kata Johan.

Ketika ditanya bagaimana tanggapan Presiden Jokowi terhadap pengakuan Freddy itu, Johan enggan menjawab.

Seperti diberitakan sebelumnya bahwa Freddy dan tiga terpidana mati lainnya telah diekseksi pada Jumat dinihari lalu, 29 Juli 2016. Tiga lainnya adalah Humprey Ejike Eleweke, Michael Titus, dan Cajetan Uchena Onyeworo Seck Osmane.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung berencana mengeksekusi 14 orang terpidana mati. Tapi, 10 orang batal dihadapkan ke depan regu tembak meski sudah berada di ruang isolasi. Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan keputusan menunda eksekusi 10 orang itu setelah dilakukan kajian komprehensif.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.