Garuda Batalkan Pemesanan 49 Pesawat Boeing 737 Max 8
2019.03.22
Jakarta
Perusahaan maskapai penerbangan Garuda Indonesia memutuskan untuk membatalkan sisa pembelian 49 pesawat jenis Boeing 737 Max-8 menyusul terjadi kecelakaan Lion Air PK-LQP dan Ethiopian Airlines, beberapa waktu lalu.
VP Corporate Secretary PT Garuda Indonesia, M. Ikhsan Rosan, mengaku pihaknya sudah mengirimkan surat pembatalan itu kepada Boeing pada 14 Maret lalu.
“Alasannya karena penumpang kita seperti kehilangan kepercayaan, low confidence,” katanya kepada BeritaBenar di Jakarta, Jumat, 22 Maret 2019.
Ikhsan menjelaskan sejak dua kecelakaan itu, banyak penumpang Garuda menghindari menggunakan jenis pesawat Boeing 737 Max-8 untuk terbang.
Menurut rencana, ujar dia, tim Boeing akan datang ke Jakarta untuk berunding terkait masalah ini pada 28 Maret 2019.
“Kita masih akan mendiskusikan apakah akan mengalihkan ke jenis pesawat lainnya,” katanya.
Sebelumnya, Garuda memesan 50 Boeing 737 Max-8, dan satu di antaranya sudah tiba di Indonesia sejak 2017 lalu.
Namun, pesawat itu sudah dilarang terbang sementara setelah kecelakaan pesawat dari jenis yang sama milik Ethiopian Airlines pada 10 Maret lalu.
“Jadi sisanya tinggal 49 unit pesawat. Uang muka yang sudah masuk juga sudah kami diskusikan dengan pihak Boeing,” kata Ikhsan.
Menurut dia, Garuda Indonesia telah mengeluarkan predown payment (PDP) sebesar US$26 juta atau sekitar Rp367 miliar kepada Boeing untuk pesanan 50 unit Boeing 737 Max-8.
Cacat produk
Pakar penerbangan, Ruth Hanna, mengatakan bahwa dalam jual beli barang, ada banyak hal yang bisa membatalkan perjanjian di antaranya kedua belah pihak setuju, benda itu mengandung cacat, dan unsur penipuan.
“Dalam kasus Boeing ini diperkirakan karena cacat yang diketahui kemudian hari dan buktinya sudah ada dengan kecelakaan. Itu bisa saja jadi alasan, bisa dibilang produk gagal,” katanya saat dihubungi.
Boeing dan otoritas penerbangan di Amerika Serikat (FAA) dilaporkan telah mengakui kalau pesawat Boeing 737 Max-8 memiliki masalah dalam desainnya.
Ruth memprediksi tak menutup kemungkinan jika langkah pembatalan Garuda itu juga akan diikuti maskapai penerbangan lain.
“Larangan sementara itu untuk memikirkan ulang apakah menunda atau membatalkan karena ini terkait dengan bisnis internasional, menyangkut company image dari Boeing bagaimana memengaruhi marketing ke depan. Kalau jumlah yang dibatalkan tidak ada apa-apanya bagi Boeing,” katanya.
Menurutnya, jika dalam perjanjian itu terjadi pembatalan satu pihak karena tidak ada bukti atau alasan finansial kemungkinan akan dianggap hangus atau kena denda.
“Kalau seperti ini, sebaiknya kekuatan mediasi saja, karena bersifat internasional sekali, dampaknya besar. Mungkin saja bisa dilakukan menunda dulu, sampai kepastian apakah produk tersebut bisa diperbaiki atau tidak,” ujar Ruth.
Apresiasi
Seorang pelanggan Garuda, Herry SW, mengapresiasi keputusan pembatalan pembelian pesawat jenis Boeing 737 Max-8.
Ia mengaku selalu menjadikan perusahaan plat biru ini sebagai prioritas alat transportasi ke luar kota.
“Artinya Garuda peduli terhadap ketentraman penumpang,” kata pria yang mengaku kerap menaiki Garuda Indonesia dengan rute Surabaya -Jakarta.
Ia mengaku merasa lebih tenang untuk terbang sejak pesawat jenis Boeing 737 Max-8 berhenti beroperasi sementara.
“Selama ini Garuda kan hanya punya satu pesawat saja. Namun kalau sisanya dibatalkan beli, saya kira ini langkah antisipatif yang baik. Saya sebagai penumpang lebih senang karena tidak perlu was-was selama berada di pesawat,” katanya.
Menurut dia, selama pihak Boeing tidak bisa memastikan aspek keselamatan, pihaknya akan mencari alternatif jenis pesawat lain.
“Jika saya kedapatan berada di pesawat jenis Boeing 737 Max-8 saya akan cari lagi tiket lain dengan jam dan jenis pesawat berbeda,” katanya.
Hal berbeda dinyatakan Wesmira Parastuti Mia sebagai pengguna Garuda Indonesia karena menurutnya hal utama yang dipikirkan saat terbang adalah keselamatan.
“Jadi tidak memikirkan jenis pesawat, asalkan naik maskapai dengan kualitas terbaik, pasti nyaman,” ujarnya.