Enam Tahun Pasca Gempa Sumbar, Rehabilitasi Belum Selesai

M Sulthan Azzam
2015.09.29
Padang
150929_ID-QUAKE_620.jpg Sejumlah pekerja masih berusaha meruntuhkan Kantor Gubernur Sumatera Barat di Jl. Sudirman, Padang, 29 September, 2105, enam tahun pasca gempa.
BeritaBenar

Tanggal 30 September 2015 adalah tepat enam tahun pasca gempa besar berkekuatan 7,9 Skala Richter yang terjadi di Sumatera Barat. Proses rekonstruksi dan rehabilitasi ternyata tak kunjung berakhir.

Gempa yang menghantam pada Rabu sore pukul 17.16 WIB itu berpusat di 57 km barat daya dari Pariaman dan menyebabkan 1.195 orang tewas dan lebih dari 1.000 lainnya mengalami luka-luka. Ratusan ribu bangunan yang ada di lima kabupaten kota yang terletak di kawasan pesisir pantai Sumbar hancur dan rusak-rusak.

Lima daerah tersebut adalah Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Padang, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Agam.

Sejak itu ribuan warga ibukota, Padang, diyakini juga melakukan eksodus. Mereka memilih meninggalkan rumah-rumah mereka dan pindah ke daerah lain yang dianggap aman dari gempa dan tsunami.

Kini, sejumlah gedung dan bangunan yang rusak akibat gempa 2009 tersebut masih terbengkalai. Salah satunya adalah kantor gubernur yang berada di Jalan Sudirman Padang. Pusat pemerintahan Provinsi Sumatera Barat tersebut hingga Selasa, 29 September 2015, masih dalam proses pengerjaan.

Pejabat gubernur untuk sementara berkantor di rumah dinasnya. Sejumlah pekerja masih tampak sedang menghancurkan bangunan tua itu.

“Kantor gubernur ini sudah tidak layak pakai, karena rusak berat akibat gempa. Perbaikan diperkirakan sampai tahun depan,” terang Irwan, Kepala Biro Humas Pemprov Sumbar kepada BeritaBenar.

Menurut Irwan, hingga kini, Pemprov Sumbar terus menyelesaikan gedung-gedung yang belum selesai, seperti kantor gubernur. Namun ia tidak bisa merinci berapa banyak gedung yang rusak akibat gempa dan belum diperbaiki.

Gempa yang terjadi tidak hanya merusak rumah penduduk, melainkan juga gedung-gedung pemerintah. Tak sedikit gedung pemerintah yang rata dengan tanah.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat, Zulfiatno mengakui masih ada gedung yang belum selesai dibangun kembali. Hal itu disebabkan karena pemerintah provinsi lebih mengutamakan penanganan rumah penduduk sebagai prioritas rehabilitasi dan rekonstruksi.

“Sebanyak 197.751 rumah telah dibantu pemerintah untuk direhab. Rumah penduduk jauh lebih prioritas dibanding gedung pemerintah. Itu sebabnya hingga hari ini masih ada gedung yang belum selesai,” kata Zulfiatno kepada BeritaBenar.

Gedung Pekerjaan Umum yang berada di Jl. Khatib Sulaiman, 30 September 2009, dan sekarang, 29 September 2015. (BeritaBenar)
Gedung Pekerjaan Umum yang berada di Jl. Khatib Sulaiman, 30 September 2009, dan sekarang, 29 September 2015. (BeritaBenar)

Gedung Pekerjaan Umum yang berada di Jl. Khatib Sulaiman, 30 September 2009, dan sekarang, 29 September 2015. (BeritaBenar)

Persoalan masih tersisa

Enam tahun sebenarnya adalah rentang waktu yang relatif panjang untuk melakukan pembenahan. Namun, rentang waktu itu masih menyisakan banyak catatan. Yang paling menjadi sorotan adalah, enam tahun pasca gempa, pemerintah belum berhasil menyelesaikan sejumlah infrastruktur yang diharapkan bisa membantu saat bencana serupa terjadi lagi.

Salah satunya adalah pembangunan shelter tsunami. Hingga kini, tak banyak shelter yang dibangun seperti yang digadang-gadangkan usai gempa dulu. Pada saat itu, pemerintah mewacanakan akan membangun 100 shelter, meskipun sebetulnya menurut Dinas Prasarana Jalan dan Pemukiman Sumbar jumlah yang dibutuhkan untuk provinsi itu adalah 600 shelter.

“Dulu katanya akan dibangun lebih dari 100 shelter. Kok nggak ada? Kami padahal menunggu, karena sangat diperlukan, terutama bagi kami yang tinggal di pinggir pantai ini,” kata Herman, warga pantai Pariaman.

Kepala Dinas Prasarana Jalan dan Pemukiman Sumbar, Suprapto mengakui, shelter yang ada baru berjumlah 35 buah. Shelter-shelter tersebut juga tidak sepenuhnya dibangun pemerintah, karena ada yang dibangun secara mandiri dan swadaya oleh masyarakat. Selain itu ada juga gedung-gedung yang dibangun baru dan berfungsi sekaligus sebagai shelter.

“Baru 35 buah. Tahun 2015 ini rencananya akan dibangun lagi empat shelter,” jelas Suprapto kepada BeritaBenar.

Empat shelter tersebut berada di Ulak Karang, Padang, dan tiga lainnya di Kabupaten Pesisir Selatan. Untuk pembangunan membutuhkan anggaran Rp 9 miliar dari APBD dan Rp 20 miliar dari APBN dan dana yang dimiliki tidak mencukupi. Daya tampung shelter tersebut masing-masing menampung 200 orang sementara untuk shelter yang dari APBN mampu menampung 1.000 orang tiap shelter.

Jalur evakuasi

Selain shelter, jalur evakuasi tsunami dianggap tidak pula mendapatkan perhatian serius pemerintah pasca gempa. Padahal, jalur evakuasi ini menjadi sangat penting bila belajar pada gempa 2009. Saat gempa 2009, ribuan orang terjebak di jalanan dan tak tahu arah, karena tak memiliki peta evakuasi.

“Usai gempa, peta evakuasi sempat dibuat dan jalur evakuasi diperlebar. Tapi, jalur evakuasi yang dibuat tersebut tak seluruhnya tuntas,” kritik Patra Rina Dewi, Direktur Kogami, organisasi lokal yang selama ini berkonsentrasi pada upaya pengurangan risiko bencana.

Menurut Patra, masyarakat belum memiliki pemahaman yang sama ketika bencana terjadi. Beberapa kali gempa terjadi kembali, masyarakat masih belum memiliki pengetahuan menyelamatkan diri. Jalanan masih penuh oleh kendaraan, baik mobil atau motor.

“Kesiapan masyarakat ini harus menjadi prioritas juga. Selama ini, mitigasi dan pendidikan kebencanaan hanya diserahkan kepada LSM dan NGO. Harusnya pemerintah turun tangan, karena ini bagian dari kewajiban pemerintah dalam melindungi masyarakatnya,” kata Patra.

Patra menegaskan, warga benar-benar membutuhkan shelter, jalur evakuasi dan kesadaran mitigasi bencana yang serius. Jika ini tidak, tambahnya, pengalaman pahit enam tahun lalu akan kembali terulang.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.