Organisasi hak asasi, gereja apresiasi rencana Kementerian Agama permudah pendirian rumah ibadah

Majelis Ulama Indonesia berpendapat penghapusan syarat rekomendasi Forum Kerukunan Umat Beragama justru akan memicu konflik.
Arie Firdaus
2023.06.07
Jakarta
Organisasi hak asasi, gereja apresiasi rencana Kementerian Agama permudah pendirian rumah ibadah Polisi bersenjata berjaga di luar Gereja Katedral Jakarta pada 2 April 2021.
Dita Alangkara/AP Photo

Organisasi hak asasi manusia dan kelompok minoritas pada Rabu (7/6) menanggapi positif rencana Kementerian Agama untuk menyederhanakan izin pendirian rumah ibadah dengan menghapus syarat rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama.

Lembaga advokasi demokrasi dan hak asasi manusia, SETARA Institute, serta Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengapresiasi rencana tersebut dan menilai penghapusan syarat rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) akan mampu memudahkan pendirian rumah ibadah.

Tetapi Majelis Ulama Indonesia (MUI) mempunyai pandangan lain dan berharap kementerian berdiskusi lebih lanjut dengan organisasi-organisasi agama demi apa yang disebutnya menghindari konflik di masyarakat.

Peneliti SETARA Institute, Bonar Tigor Naipospos, mengatakan FKUB selama ini kerap menghambat pendirian rumah ibadah bagi kaum minoritas di suatu daerah karena forum itu tak jarang beranggotakan kelompok-kelompok intoleran.

"Jadi, [penghapusan syarat rekomendasi forum kerukunan] secara signifikan akan mendorong kemudahan pendirian rumah ibadah," kata Bonar kepada BenarNews, Rabu (7/6).

Hal sama disampaikan Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI Henrek Lokra, yang mengatakan forum tersebut selama ini kerap dijadikan "senjata" oleh kelompok intoleran untuk melarang pendirian rumah ibadah.

"Forum malah sering mengikuti tekanan massa dan akhirnya tidak menerbitkan rekomendasi," kata Henrek kepada BenarNews, seraya menyebut penolakan gereja di Cilegon pada tahun lalu sebagai contoh.

"Forum kerukunan semestinya didorong kembali menjadi wadah dialog tokoh lintas agama."

Rencana penghapusan rekomendasi FKUB sebagai syarat pendirian rumah ibadah disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di sela-sela rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin (5/6).

Yaqut mengatakan pengajuan pendirian rumah ibadah nantinya cukup mendapatkan rekomendasi dari kantor wilayah agama setempat.

"Karena sering kali semakin banyak rekomendasi, semakin mempersulit... Dulu ada dua rekomendasi yang harus dipenuhi, dari FKUB dan Kementerian Agama, tapi sekarang kami menghapus satu," kata Yaqut.

Juru bicara kementerian agama Anna Hasbie mengatakan, aturan baru itu ditargetkan terbit pada tahun ini dalam bentuk peraturan presiden, menggantikan peraturan bersama Menteri Agama-Menteri Dalam Negeri yang selama ini menjadi dasar hukum pendirian rumah ibadah.

Pencabutan syarat rekomendasi FKUB, terang Anna, dilakukan setelah kementerian mendapati kapasitas dan pemahaman para anggota forum itu kerap berbeda-beda di setiap daerah karena mereka berasal dari beragam organisasi kemasyarakatan.

"Di beberapa daerah ada yang [pemahaman dan kapasitasnya] bagus, di tempat lain tidak," kata Anna, seraya menambahkan bahwa keberadaan FKUB sudah tidak sesuai dengan situasi saat ini.

"Ketika ada penolakan, ada yang memberikan alternatif. Tapi ada juga yang gagal menjadi mediator."

Merujuk peraturan bersama dua menteri yang diterbitkan pada 2006 tersebut, FKUB merupakan wadah berisi tokoh lintas agama dan masyarakat di suatu daerah, dengan keterwakilan kelompok agama bergantung pada jumlah penganutnya di daerah tersebut.

Selain rekomendasi FKUB, aturan pendirian rumah ibadah juga mensyaratkan bukti setidaknya 90 orang pengguna rumah ibadah serta bukti dukungan sedikitnya 60 orang warga di sekitar lokasi tempat ibadah yang akan dibangun.

Anna menambahkan bahwa syarat administrasi berupa bukti 90 pengguna rumah ibadah dan 60 dukungan masyarakat tersebut juga akan direvisi dalam aturan terbaru. 

Hanya saja ia tak memerinci apakah besaran ketentuan tersebut bakal dikurangi atau dihapus sepenuhnya.

"Detailnya masih dibahas, tapi intinya adalah semangat mempermudah dan tidak menyulitkan," ujar Anna.

Bonar Tigor berharap pemerintah dapat bersikap tegas dan berani menghapus batas tersebut demi menjamin hak warga negara untuk beribadah.

"Prosedur [bukti pengguna dan dukungan masyarakat] itu seharusnya juga dihilangkan," ujarnya.

Henrek Lokra menambahkan, PGI dalam rapat terakhir bersama kementerian meminta batas bukti pengguna rumah ibadah diturunkan menjadi 60 orang dan bukti dukungan masyarakat menjadi 40 orang.

"Pada dasarnya kami mau itu dihilangkan, tapi tentu sulit. Jadi kami meminta dimudahkan saja," ujarnya.

Kritik dari MUI

Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI Cholil Nafis saat dihubungi mengkritik rencana penghapusan syarat rekomendasi FKUB dalam pendirian rumah ibadah.

Menurutnya, kerukunan beragama di suatu wilayah terjadi secara kultural, bukan berdasarkan rekomendasi pemerintah.

"Kerukunan itu berbasis kekuatan masyarakat yang guyub, tidak sekadar rekomendasi pemerintah," kata Cholil.

"Kalau sekadar rekomendasi pemerintah, tapi tak mempertimbangkan masyarakat maka [pendirian rumah ibadah] mudah memicu konflik."

Keberadaan syarat harus ada rekomendasi FKUB dalam pendirian rumah ibadah sebelumnya sempat digugat ke Mahkamah Agung oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada Maret 2023.

Dalam gugatannya, PSI meminta ketentuan rekomendasi forum dihapuskan karena syarat tersebut kerap dimanfaatkan segelintir oknum untuk melakukan pemerasan.

Gugatan didaftarkan politikus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Surabaya dari partai tersebut, Josial Michael, dan Gereja Kristen Kemah Daud Bandar Lampung.

SETARA Institute mencatat sepanjang 2007 hingga 2022 terdapat 573 gangguan beribadah dan penolakan pendirian tempat ibadah di seluruh Indonesia. Sebanyak 30 persen dari gangguan itu terjadi di Jawa Barat, yang salah satunya dipicu oleh ketentuan administratif bukti 90 pengguna rumah ibadah dan 60 dukungan masyarakat.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.