Kurangnya Penerjemah Pengaruhi Kelancaran Sidang Hambali dan 2 Warga Malaysia di Guantanamo
2022.02.11
Washington
Hampir 20 tahun setelah Encep Nurjaman, alias Hambali - terduga teroris asal Indonesia dan dua rekannya asal Malaysia diseret ke "situs hitam" CIA dan kemudian ke penjara militer AS di Guantanamo, proses pengadilan mereka berisiko mengalami penundaan karena ketiadaan penerjemah yang memenuhi syarat.
Masalah ini tidak hanya mempengaruhi proses hukum tetapi juga menggambarkan hambatan lain yang harus dibersihkan Amerika Serikat dalam menutup fasilitas di Kuba itu, yang dilihat dunia sebagai noda pada catatan hak asasi manusia Amerika, dua dekade setelah tahanan pertama dalam perang atas terorisme pasca tragedi 9/11 tiba di Teluk Guantanamo pada Januari 2002.
Dokumen pengadilan yang diterima oleh BenarNews dalam kasus ketiga warga Asia Tenggara itu mengungkapkan kelangkaan penerjemah bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia yang juga memenuhi persyaratan ketat keamanan AS.
Jaksa penuntut dalam kasus terhadap ketiga pria itu mengakui hal kelangkaan penerjemah yang memenuhi syarat untuk penugasan di Guantanamo. Sementara itu para pengacara tersangka mengatakan hal ini adalah “hambatan besar” bagi persidangan yang adil kepada klien mereka.
Kekhawatiran tentang kualitas dan keakuratan penerjemahan di persidangan terungkap dalam dakwaan Agustus lalu kepada warga Indonesia, Encep Nurjaman yang lebih dikenal sebagai Hambali, dan warga Malaysia Nazir bin Lep dan Farik bin Amin, yang menghadapi tuduhan dari Amerika terkait aksi terorisme di Indonesia pada 2002 dan 2003.
Pengacara mereka menghabiskan sebagian besar hari pertama dari dua hari sidang di ruang sidang Camp Justice di pangkalan angkatan laut AS di Kuba mempermasalahkan para tersangka tidak memahami apa yang dikatakan tentang mereka.
Pada 19 Januari 2022, Hakim militer Hayes Larsen memerintahkan jaksa di Kantor Komisi Militer (OMC) untuk mengemukakan rencana pada 1 Februari untuk meningkatkan kualitas terjemahan dan menunjuk penerjemah tambahan sebelum sidang penjadwalan yang akan dimulai pada 28 Februari.
“Semua tim pembela menunjukkan bahwa mereka membutuhkan jaminan agar dapat menggunakan penerjemah yang disediakan pemerintah untuk komunikasi antara pengacara-klien,” tulisnya.
Jaksa memenuhi tenggat waktu untuk menanggapi, tetapi gagal memenuhi perintah hakim.
“Meskipun ada upaya OMC untuk mengidentifikasi penerjemah tambahan untuk mendukung sidang pada 28 Februari-4 Maret 2022, OMC tidak dapat mengidentifikasi dua penerjemah tambahan yang memenuhi persyaratan keamanan,” kata jaksa dalam dokumen pengadilan yang diajukan pada 1 Februari.
Jaksa mengatakan mereka sedang mencari empat penerjemah penuh waktu, dua untuk masing-masing bahasa.
“Karena batas waktu yang tidak pasti untuk mendapatkan izin keamanan bagi orang baru, terlalu spekulatif untuk memperkirakan kapan penerjemah penuh waktu yang memenuhi persyaratan keamanan akan siap untuk membantu komisi itu,” kata mereka.
“Pemerintah menyadari bahwa karena kelangkaan penerjemah paruh waktu bahasa Indonesia dan Melayu yang memiliki izin keamanan– tidak seperti komisi militer lain yang mempekerjakan penerjemah bahasa Arab paruh waktu – tergantung pada tanggal sidang, dua penerjemah bahasa Melayu dan dua bahasa Indonesia mungkin tidak selalu tersedia untuk membantu komisi itu,” kata jaksa.
Seorang Malaysia yang meminta untuk tidak disebutkan namanya mengatakan kepada BenarNews bahwa dia telah dihubungi untuk posisi itu, tetapi masalah izin keamanan adalah salah satu alasan mengapa ia tidak tertarik. Disamping, dia tidak ingin bepergian ke “pulau itu.”
Hakim meminta jaksa untuk mengidentifikasi penerjemah yang akan tersedia untuk melakukan perjalanan ke Guantanamo atau bekerja dari jarak jauh dari Ibu Kota Washington DC.
Disebut sebagai “musuh asing yang tidak memiliki hak” dalam beberapa dokumen pengadilan, Nurjaman, bin Lep dan bin Amin menghadapi dakwaan terkait dengan bom di Bali yang menewaskan 202 orang pada 2002 – serangan teror paling mematikan di Indonesia hingga saat ini – dan pemboman di J.W. Hotel Marriot di Jakarta pada tahun 2003.
Tidak ada yang mengajukan pembelaan setelah dakwaan mereka tahun lalu.
Ketiga pria tersebut ditangkap di Thailand pada tahun 2003 dan dikirim ke situs rahasia CIA sebelum dipindahkan ke penjara Teluk Guantanamo pada tahun 2006. Sebuah laporan Senat AS yang dirilis pada tahun 2014 menemukan bahwa ketiganya disiksa selama berada di situs hitam tersebut.
Pengacara angkat bicara
Pengacara James Hodes yang mewakili Nurjaman mengecam rencana jaksa itu.
“Pemerintah memiliki waktu lebih dari 18 tahun untuk mempersiapkan kasus terhadap Nurjaman, termasuk mempekerjakan penerjemah di komisi yang memenuhi syarat sebagai tugas mereka,” kata Hodes dalam dokumen pengadilan yang diajukan pada 4 Februari. Nurjaman menolak untuk maju sampai pemerintah dapat mengidentifikasi penerjemah bahasa Indonesia kedua yang memenuhi syarat.”
Ini merupakan tugas pemerintah, namun mereka gagal melakukannya, kata Hodes.
Hodes menyebut kurangnya penerjemah yang memenuhi syarat sebagai "hambatan besar untuk persidangan yang adil." Ia menambahkan bahwa pengadilan federal lainnya akan menolak kasus yang tidak dibawa ke pengadilan setelah hampir dua dekade.
Dalam perintah Hakim Larsen pada Januari kepada jaksa untuk mencari penerjemah tambahan, dia mengatakan penerjemah Malaysia untuk sidang penjadwalan adalah orang yang sama yang digunakan dalam persidangan sebelumnya.
Hodes mengatakan dia belum melihat agenda untuk persidangan yang akan datang dan tidak tahu apa yang akan dibahas selama lima hari itu. Namun dia juga menyatakan keprihatinan tentang kualitas terjemahan untuk sidang mendatang.
Kekhawatiran diremehkan
Sebelum perintah hakim, jaksa tampak mengecilkan kekhawatiran pembela tentang terjemahan dalam dakwaan Agustus lalu .
"Mungkin ini hanya - di Angkatan Laut kami akan mengatakan “getting our sea legs.” Kami hanya meregangkan hal-hal di sini dan memahami cara kerjanya," kata mereka dalam dokumen pengadilan yang diajukan pada 11 Januari. .
“Bagian dakwaan dari proses itu ditafsirkan secara akurat.”
Namun hal itu disanggah Christine Funk, pengacara yang mewakili bin Amin, salah satu dari dua tersangka warga Malaysia.
“Pemerintah menegaskan beberapa proses (yang secara ajaib) ditafsirkan secara akurat, dan ini sudah cukup. Namun, pemerintah tidak memberikan konteks pada pernyataan mereka,” tulisnya dalam tanggapan yang diajukan satu minggu kemudian.
“Untuk alasan ini saja, pengadilan harus memerintahkan sidang dengan saksi untuk menentukan jawaban atas pertanyaan, 'Apakah Saudara bin Amin didampingi dengan seorang penerjemah yang memastikan dia memahami prosesnya?'”
Jika jawabannya tidak, maka bin Amin “harus diberikan dakwaan baru,” tulisnya.
Funk mencatat bahwa penolakan jaksa untuk mengungkapkan bahwa ada masalah dengan interpretasi selama dakwaan “menunjukkan bahwa mereka bersedia untuk menahan fakta yang tidak nyaman. Selain itu, perilaku ini memperjelas bahwa mereka tidak peduli apakah bin Amin memahami prosesnya.”