Membuat Marah Netizen dan Presiden, GoJek Tak Jadi Dilarang

Lenita Sulthani
2015.12.18
Jakarta
gojek-620 Para pengemudi ojek berbasis aplikasi (GoJek) di sebuah jalan di Jakarta, 18 Desember 2015.
BeritaBenar

Belum 24 jam setelah mengumumkan pelarangan terhadap angkutan umum berbasis daring (dalam jaringan/online), Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menarik keputusannya tersebut. Dia mengatakan, angkutan umum daring seperti GoJek, GrabBike, GrabCar dan Uber boleh beroperasi sampai ada solusi permanen.

"Solusinya bagaimana? Kalau ini mau dianggap solusi sementara, ya silakan, sampai transportasinya publiknya bisa baik," kata Jonan dalam jumpa pers di kantornya, Jumat, 18 Desember.

Sebelumnya masyarakat pengguna GoJek dan transportasi umum berbasis aplikasi online dikagetkan oleh berita pengumunan dari Kementerian Perhubungan yang melarang praktik GoJek dan sejenisnya itu.

Netizen yang marah membuat petisi online agar Jonan mencabut pelarangan itu, dan ditandatangani hampir 13.000 orang beberapa jam setelah petisi tersebut dibuat.

Christine Tjandraningsih, seorang pekerja yang tinggal di Tangerang dan berkantor di pusat kota, mengaku menyampaikan langsung kekesalannya.

“Sejak pagi tadi, saya sudah mentweet Kemenhub berkali-kali, mengatakan bahwa pelarangan itu ‘stupid idea’,” kata Christine yang merasa terbantu dengan adanya ojek aplikasi.

Selain lebih murah, menurutnya, pelanggan tidak perlu tawar-menawar. Seringnya perusahaan-perusahaan tersebut mengadakan promo, menurutnya juga menjadi salah satu daya pikat transportasi berbasis aplikasi ini.

Sehari sebelumnya, Dirjen Perhubungan Darat Djoko Sasono dalam komperensi pers di Kementerian Perhubungan mengumumkan Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, tertanggal 9 November 2015.

"Sehubungan dengan maraknya kendaraan bermotor bukan angkutan umum dengan menggunakan aplikasi internet untuk mengangkut orang dan/atau barang, perlu diambil langkah bahwa pengoperasiannya dilarang," kata Djoko.

Jokowi bereaksi

Pengumuman ini bukan hanya membuat marah masyarakat pengguna GoJek dan angkutan umum berbasis daring lainnya. Presiden Joko Widodo yang selama ini sangat mendukung adanya kendaraan roda dua berbasis aplikasi ini pun bereaksi terhadap surat Kemenhub tersebut.

"GoJek hadir karena kebutuhan masyarakat. Oleh sebab itu, jangan karena adanya sebuah aturan, ada yang dirugikan, ada yang menderita. Peraturan itu yang buat siapa sih? Yang buat kan kita. Sepanjang itu dibutuhkan masyarakat, saya kira ga ada masalah. Peraturan kan bisa transisi sampai kita, misalnya transportasi massal sudah bagus…" ujar Jokowi di Istana sebelum salat Jumat.

"Kayak (seperti) GoJek itu kan aplikasi anak-anak muda yang ingin berinovasi. Sebuah ide. Jadi jangan sampai juga mengekang inovasi. Yang penting harus ada penataan, misal dari Dishub-Menhub memberi pembinaan, menata, sehingga keselamatan penumpang terjaga. Nanti siang saya panggil menteri perhubungan." kata Presiden Jokowi saat ditanya apakah ia akan mencabut pelarangan tersebut.

Jokowi sempat mengundang beberapa pengemudi GoJek dan ojek pangkalan untuk makan siang di Istana beberapa waktu lalu. Saat Presiden Jokowi berkunjung ke Amerika Oktober lalu, pendiri dan CEO Gojek Nadiem Makarim merupakan salah satu pengusaha yang ikut dalam rombongan Presiden untuk dipertemukan dengan para investor di sana.

Ojek pangkalan

Pengemudi Gojek, menunggu order sambil memperhatikan telepon pintar mereka di tempat mangkal mereka di Jakarta, 18 Desember 2015. (BeritaBenar)
Pengemudi Gojek, menunggu order sambil memperhatikan telepon pintar mereka di tempat mangkal mereka di Jakarta, 18 Desember 2015. (BeritaBenar)
Pengemudi Gojek, menunggu order sambil memperhatikan telepon pintar mereka di tempat mangkal mereka di Jakarta, 18 Desember 2015. (BeritaBenar)

Saat mendengar larangan itu, Firman, pengemudi GoJek yang baru tiga bulan bergabung dengan GoJek mengaku heran mata pencahariannya dilarang.

"Ya gimana ya, saya baru seneng di sini (menjadi pengemudi) tapi kok tau-tau dilarang, Apanya yang salah dari GoJek ya?," ujar Firman.

Firman, 21 tahun, yang sebelumnya bekerja sebahai pelayan restoran, bisa mendapat penghasilan bersih antara 100 hingga 250 ribu rupiah per hari, jauh melebihi pendapatannya saat masih bekerja di restoran.

Pengemudi lain, Gunawan, mengatakan ia akan terus berjuang apabila pelayanan angkutan umum online kembali dilarang.

“Kalau GoJek dilarang, harusnya ojek pangkalan juga dilarang dong. Saya gak keberatan ada larangan asal berlaku untuk semua ojek,” kata Gunawan yang sudah setahun lebih menjadi pengemudi GoJek.

Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pun angkat bicara, bahwa ia tidak bisa melarang GoJek seperti ia tidak bisa melarang praktik ojek pangkalan, yang sudah lama ada.

“Saya sebagai gubernur harus tunduk akan peraturan menteri, (namun) bagi saya perusahaan GoJek tak dilarang, karena mereka terdaftar sebagai perusahaan aplikasi. Ojek pangkalan selama ini kan juga sudah ada, mereka bisa dilarang gak? Kan enggak. ya itu saja, saya gak bisa melarang," ujar Ahok di kantornya Jumat pagi.

UU harus diubah

Namun terlepas dari kepopuleran dan kenyamanan angkutan umum berbasis daring di era internet ini, langkah Jonan untuk melarang operasinya memang sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Setelah Presiden Jokowi bereaksi terhadap larangan tersebut, Menteri Jonan, merasa perlu mengadakan konperensi pers untuk memberi penjelasan.

Dalam jumpa pers hari Jumat pagi, Jonan menjelaskan menurut UU 22 tahun 2009, kendaraan roda dua tidak dimaksudkan untuk angkutan publik dan kalau memberi izin ojek aplikasi, ia mengusulkan untuk dilakukan perubahan terhadap UU tersebut.

“Namun realitas di masyarakat menunjukkan adanya kesenjangan yang lebar antara kebutuhan transportasi publik dan kemampuan menyediakan angkutan publik yang layak dan memadai. Atas dasar itu, ojek dan transportasi umum berbasis aplikasi dipersilakan tetap beroperasi sebagai solusi sampai transportasi publik dapat terpenuhi dengan layak” ujar Jonan.

Pengamat transportasi Dharmaningtyas, setuju dengan Menteri Perhubungan, bahwa harus dilakukan perubahan terhadap UU No, 22 tahun 2009, agar status hukum bisnis tersebut tidak terus dipersoalkan.

“Sebelum dilakukan perubahan dan ditetapkan standar keamanan, polemik ini akan sulit dipecahkan.” kata Dharmaningtyas.

Untuk saat ini, para netizen pengguna angkutan umum berbasis daring maupun pihak penyedia jasa tampaknya menyambut solusi sementara tersebut. Tidak lama setelah larangan tersebut dicabut, CEO GoJek Nadiem Makarim mengeluarkan pernyataan yang menyambut putusan itu dan berterima kasih kepada Presiden dan para netizen.

"Pengguna GoJek yang tercinta, baru saja Presiden Joko Widodo menjawab aspirasi kita semua dengan membatalkan keputusan Menhub mengenai pelarangan Aplikasi Ojek/Taksi online.... Kami tidak akan pernah melupakan, bahwa bagian besar dari kemenangan ini adalah suara Anda yang berbondong-bondong membela keberadaan kami. Karena Anda, lebih dari 200 ribu keluarga driver terjamin kesejahteraannya," kata Nadiem dalam pernyataan tertulisnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.