Greenpeace: Perusahaan Perusak Hutan Masih Mangkir Bayar Denda

Penemuan tersebut dirilis beberapa hari sebelum debat kandidat presiden yang mengangkat tema lingkungan.
Ahmad Syamsudin
2019.02.15
Jakarta
190215-ID-greenpeace-620.jpg Pengguna jalan di Pekanbaru, provinsi Riau, mengenakan masker untuk melindungi mereka dari asap yang diakibatkan oleh kebakaran hutan, 5 Oktober 2015.
AP

Sejumlah perusahaan yang divonis bersalah atas kasus kebakaran dan kerusakan hutan gagal membayar ganti rugi hingga 18,9 trilyun rupiah, demikian pernyataan organisasi lingkungan Greenpeace Indonesia, Jumat.

Pernyatan Greenpeace ini dikeluarkan beberapa hari menjelang debat kandidat presiden pada 17 Februari, yang salah satu temanya adalah lingkungan hidup, disamping energi, infrastruktur, dan sumber daya alam.

Greenpeace menyebut jumlah tersebut berasal dari tuntutan ganti rugi atas 11 kasus terkait perusahaan-perusahaan yang diputus bersalah merusak lingkungan lewat pengadilan sejak 2015, atau sejak dibentuknya Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Sepuluh dari sebelas kasus gugatan perdata pemerintah tersebut mensyaratkan ganti rugi senilai 2,7 triliun rupiah terkait kebakaran hutan antara 2012-2015, demikian pernyataan Greenpeace.

Sementara perkara kesebelas mensyaratkan tuntutan sebesar 16,2 triliun rupiah atas perusahaan kayu Merbau Pelalawan Lestari terkait dengan pembalakan liar sejak tahun 2004.

“Sebagai warga negara, jika kita tidak membayar pajak maka terancam hukuman. Lalu mengapa para pemilik perusahaan-perusahaan besar ini tidak dipaksa untuk membayar denda mereka atau menyita aset perusahaan,” kata Arie Rompas, Team Leader Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia, dalam pernyataan tersebut.

“Ganti rugi yang harus dibayar sejumlah perusahaan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat, dapat digunakan keperluan restorasi hutan dalam skala besar bahkan untuk biaya kesehatan dan infrastruktur darurat jika kebakaran terjadi lagi,” ujarnya.

Salah satu tuntutan hukum diajukan pada tahun 2014 terhadap perusahaan Bumi Mekar Hijau (BMH), pemasok perusahaan bubur kertas terbesar di Indonesia, Asia Pulp and Paper. Setahun kemudian, konsensi BMH yang terletak di Sumatra Selatan kembali terbakar, demikian pernyataan Greenpeace.

Pada tahun 2017, Mahkamah Agung, menguatkan putusan pengadilan negeri yang memerintahkan perusahaan kelapa sawit Kallista Alam untuk membayar denda 366 miliar rupiah dan ganti rugi atas kebakaran hutan yang menghancurkan lahan gambut rawa Tripa di provinsi Aceh. Rawa Tripa adalah habitat orangutan Sumatra.

KLHK mengatakan pada Oktober tahun lalu mereka telah mendesak pengadilan negeri di Pekanbaru untuk melaksanakan perintah Mahkamah Agung terkait denda yang dijatuhkan pada perusahaan Merbau Pelalawan Lestari.

"Penundaan eksekusi tentu akan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pencari keadilan, dan melanggar hak-hak konstitusi masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, juga menurunkan kewibawaan negara,” demikian pernyataan KLHK saat itu.

Bencana tahunan

Kebakaran hutan menjadi masalah tahunan di Indonesia. Kabut asap yang diakibatkan berdampak pada negara-negara tetangga Singapura, Malaysia, dan Thailand, yang menyebabkan polusi udara pada tingkat berbahaya. Asap juga berdampak pada kegiatan ekonomi, dan penutupan sekolah-sekolah.

Kajian dari Universitas Harvard dan Universitas Columbia, Amerika Serikat, memperkirakan terjadinya lebih dari 100.000 kematian dini di Asia Tenggara pada tahun 2015 sebagai akibat dari kebakaran hutan di Indonesia.

Penelitian itu menghubungkan kematian dini pada orang dewasa saat itu karena menghirup partikel berbasis karbon tingkat tinggi.

Setidaknya 24 orang tewas dalam kebakaran hutan 2015, menurut pemerintah Indonesia.

Indonesia mengalami kerugian hingga hampir US$16 miliar atau setara 226 triliun rupiah akibat kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2015, demikian menurut laporan Bank Dunia. Angka itu dua kali lipat dari dana untuk membiayai rekonstruksi Aceh pascatsunami tahun 2004.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.