Guru Ditembak Mati di Papua

Victor Mambor
2016.09.13
Jayapura
160913_ID_Papua_1000.jpg Jenazah Esyra Patantang saat tiba di Bandara Sentani, Papua, 13 September 2016, untuk selanjutnya diterbangkan ke kampung halamannya di Sulawesi Selatan.
Engel Wally/BeritaBenar

Esyra Patantang (27), seorang guru honorer di Sekolah Dasar (SD) Negeri Kulirik, Distrik Mulia, ibukota Puncak Jaya, Papua, Senin malam, 12 September 2016, tewas ditembak kelompok bersenjata yang diduga sering beroperasi di daerah tersebut.

Jenazah korban telah dievakuasi dari Puncak Jaya, Selasa, 13 September 2016, melalui Jayapura ke Makassar, untuk selanjutnya dimakamkan di tanah kelahirannya, Toraja.

Kapolda Papua, Irjen. Pol. Paulus Waterpauw menuding, kelompok Lekakha Telenggen, sebagai pelaku penembakan. Dia menduga korban sengaja dicegat pelaku, lalu dianiaya dan ditembak dari jarak dekat. Kelompok bersenjata Lekakha Telenggen sering dituding berada dibalik beberapa penembakan di wilayah itu. Belum jelas afiliasi dari Kelompok Lekakha dan apa tujuan gerakan kelompok ini, termasuk apakah memiliki hubungan dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

"Sebenarnya saya akan memimpin ke TKP tapi karena ada gangguan cuaca sehingga saya akan tugaskan yang lain dengan pesawat khusus untuk membantu satuan tugas kita yang ada di atas baik POLRI maupun TNI untuk dilakukan pengejaran terhadap pelaku," katanya kepada wartawan di Jayapura.

Waterpauw menambahkan, pihaknya belum mengetahui motif dari penembakan itu.

"Kami masih dalami. Ada banyak unsur yang menyebabkan penembakan tersebut," ujarnya.

Sejumlah warga setempat menyatakan, saat kejadian korban sedang mengendarai sepeda motor karena selain guru, dia juga bekerja sebagai tukang ojek.

Disesalkan Komnas HAM

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Papua sangat menyesalkan aksi penembakan itu. Apalagi korbannya adalah seorang guru.

Menurut Frits Ramandey, Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, penembakan itu dan beberapa kasus kekerasan yang terjadi belakangan ini semestinya direspons oleh aparat keamanan sebagai tindakan kriminal dan diproses secara hukum.

“Misalnya pernyataan Kapolres Jayawijaya yang mengaku telah mengidentifikasi pelaku pembunuhan dua konsultan yang mayatnya ditemukan di sekitar Kabupaten Nduga awal bulan ini, harusnya segera ditindaklanjuti,” kata Ramandey kepada BeritaBenar.

“Para pelaku yang telah diidentifikasi harusnya segera ditangkap agar tidak terjadi lagi kekerasan lanjutan yang memakan korban jiwa,” tambahnya.

Insiden penembakan yang masih terjadi hingga saat ini, menurut dia, menjadi bukti ada persoalan belum tuntas yang disebutnya sebagai “tidak ada sinergi antara otoritas sipil dengan aparat keamanan”.

“Harus ada kerjasama otoritas sipil yang menjalankan pembangunan dengan aparat keamanan di Papua agar penembakan bisa diminimalisir,” kata Ramandey.

Ia mengaku heran karena setiap tahun selalu ada publikasi tentang kelompok bersenjata yang menyerahkan diri namun penembakan masih saja terjadi.

“Ini kan jadi pertanyaan kita. Seharusnya penyerahan diri diikuti penyerahan senjata. Kalau tidak, menurut saya itu hanya proyek saja. Proyek pembangunan dan pencitraan otoritas sipil maupun aparat keamanan,” katanya lagi.

Ia menegaskan, dalam setiap proses penyerahan diri, target yang harus dicapai adalah penyerahan senjata, bukan orang.

Hal senada dikatakan Gubernur Papua, Lukas Enembe. Menurutnya, yang dibutuhkan pemerintah Papua adalah orang-orang yang menyerahkan diri harus membawa senjata.

“Tapi kalau hanya untuk bikin publikasi besar-besaran, dampaknya adalah penembakan terus terjadi,” ujar Enembe yang pernah dua periode menjabat Bupati Puncak Jaya.

Puluhan korban

Sejak tahun 2014, serangkaian penembakan yang terjadi di Puncak Jaya telah menelan puluhan korban jiwa.

Awal tahun 2014, di Kota Lama Mulia, dua anggota TNI – Serda Laowe dan dan Praka Adi – ditembak oleh kelompok bersenjata. Keduanya mengalami luka di lengan dan bahu.

Beberapa hari kemudian, iring-iringan mobil aparat keamanan dari Kompi E Yonif 751 Raider yang dipimpin Letnan Satu Infanteri Alafa diberondong kelompok bersenjata di Pintu Angin, Mulia, Puncak Jaya.

Tanggal 9 April 2014, satu orang yang disebut terlibat dalam penyerangan pos polisi di Pirime, tewas dalam baku tembak antara polisi dan kelompok bersenjata.

Kemudian bulan Juli, 10 warga sipil menjadi korban penembakan di Kampung Dangobak, Distrik Kalome, Puncak Jaya. Satu orang tewas dalam insiden tersebut.

Pada 26 Mei 2015 enam warga sipil luka dan seorang di antaranya tewas ditembak kelompok bersenjata di Kampung Usir, Distrik Mulia, Puncak Jaya.

Selanjutnya 15 Mei 2016, empat karyawan PT Modern yang sedang membangun Jalan Trans Papua di Mulia, Puncak Jaya, tewas ditembak. Selain itu, satu excavator dan satu bulldozer dibakar.

Tidak ada kejelasan kelompok bersenjata mana yang berada dibelakang masing-masing penembakan tersebut.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.