Hadapi kecaman korban bom Bali dan pemerintah Australia, Ditjen Pemasyarakatan: Umar Patek berhak bebas

Perakit bom Bali itu dibebaskan bersyarat setelah menjalani setengah dari 20 tahun masa hukumannya.
Tria Dianti
2022.12.08
Jakarta
Hadapi kecaman korban bom Bali dan pemerintah Australia, Ditjen Pemasyarakatan: Umar Patek berhak bebas Keluarga dari Anthony Stewart asal Australia, salah satu dari 202 korban yang tewas dalam tragedi bom Bali 2002, hadir di acara 20 tahun mengenang para korban aksi terorisme yang paling mematikan di Indonesia itu, di Monumen Tragedi Kemanusiaan, di Kuta, Bali, 12 Oktober 2022.
[Joan Tanamal/BenarNews]

Pembebasan bersyarat terpidana bom Bali Umar Patek sudah sesuai peraturan di Indonesia, kata pejabat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Jakarta Kamis (8/12), setelah protes dari pemerintah Australia yang warganya merupakan korban tewas terbanyak dalam aksi terorisme yang paling mematikan di Indonesia dua dekade lalu itu.

Umar dibebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Surabaya pada Rabu pagi, setelah menjalani hukuman sekitar setengah dari vonis 20 tahun penjara yang diberikan pengadilan tahun 2012.

“Sebelum diberikan kebebasan, dia sudah memenuhi syarat bebas dengan menjalani dua per tiga masa tahanan, dia juga sudah berkelakuan baik kepada petugas maupun warga binaan, secara penilaian dia telah menunjukan penurunan risiko,” kata juru bicara Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan Rika Aprianti kepada BenarNews, menambahkan bahwa peraturan itu juga berlaku untuk narapidana dalam kasus lain.

Wakil Perdana Menteri Australia Richard Marles mengatakan pembebasan Umar merupakan “hari yang sulit” bagi warga negaranya dan menyatakan Canberra telah mengkomunikasikan keprihatinan atas keputusan itu ke pihak Indonesia.

Sebanyak 88 orang warga Australia tewas dalam serangan bom Bali pada 12 Oktober 2002 yang merenggut total 202 korban jiwa, yang dilakukan oleh kelompok Jemaah Islamiyah, jaringan yang terafiliasi dengan kelompok teroris al-Qaeda di Asia Tenggara.

“Menurut saya penting bagi Australia untuk mempertahankan dialog yang kuat dengan Indonesia agar kita dapat berdiskusi dan itulah yang akan kita lakukan,” ujar Marles kepada wartawan di Canberra, seraya mengatakan warga Australia “berhak untuk kecewa dan prihatin.”

Marles menegaskan bahwa pihaknya ingin mendapat jaminan bahwa Umar Patek terus dipantau.

Rika menambahkan, pihak Densus 88, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Pemasyarakatan juga masih akan melakukan pengawasan ketat terhadap Umar sampai 2030 sampai ke lokasi tempat tinggalnya.

“Bebasnya kan bebas bersyarat jadi beralih status dari napi ke klien pemasyarakatan. Artinya sampai April 2030 juga, dia masih menjadi klien pembimbingan Lapas,” katanya. 

Bila melanggar, Umar terancam dicabut bebas bersyaratnya dan kembali ke penjara, ujarnya.

“Haknya sama dengan semua warga binaan yang mengikuti program bebas bersyarat,” kata Rika.

Namun sejumlah penyintas bom Bali tetap tidak sepakat atas pembebasan Umar, seperti Jan Laczynski, korban asal Australia.

“Dan dia baru hanya menjalani hukuman sembilan tahun, setelah mengambil nyawa orang-orang Australia dan keseluruhan nyawa 202 orang. Ini mengerikan!” kata Jan seperti dikutip AP via Channel 9 AuBC.

Umar Patek, yang didakwa membantu membuat bom dalam serangan teror bom Bali, meninggalkan sidang pengadilannya di Jakarta pada 21 Mei 2012. [Tatan Syuflana, AP Photo]
Umar Patek, yang didakwa membantu membuat bom dalam serangan teror bom Bali, meninggalkan sidang pengadilannya di Jakarta pada 21 Mei 2012. [Tatan Syuflana, AP Photo]

Tidak percaya Umar tobat

Tidak hanya warga Australia, sejumlah korban di dalam negeri juga menyatakan kekecewaan atas dibebaskannya Umar Patek.

“Sebagai korban yang terkena dampak langsung (bom), kami punya pendapat sendiri. Orang-orang ini tidak bisa berbuat baik,” kata I Dewa Ketut Rudita Widya Putra, penyintas asal Bali, seperti dikutip Reuters. “Mereka mungkin berperilaku baik di penjara, tetapi setelah mereka dibebaskan, dapatkah pihak berwenang menjamin mereka tidak akan melakukan pelanggaran lagi? Lihat saja pelaku bom (bunuh diri) di Bandung!” tegas Dewa merujuk pada pelaku bom bunuh diri di sebuah kantor polisi di Bandung yang melakukan aksinya pada hari yang sama Umar Patek dibebaskan, yang adalah residivis terorisme yang baru dibebaskan tahun lalu.

Penyintas lainnya, Thiolina Marpaung, mengatakan hal yang sama, tidak percaya Umar sudah tobat.

"Sebab pelaku terorisme pada umumnya mentalnya yang rusak, karena mereka ingin mengubah ideologi bangsa dengan ideologi yang mereka anggap benar," kata Thiolina kepada Detik.com.

"Tidak ada pihak yang bisa memberikan jaminan hal itu," tegasnya.

Umar ditangkap di Pakistan pada 2011 dan diadili di Indonesia. Pada 2012, dia dijatuhi hukuman 20 tahun penjara, setelah terhindar dari hukuman mati atas perannya dalam bom Bali pada 12 Oktober 20 tahun silam.

Ia juga menerima serangkaian pemotongan hukuman karena dinilai berperilaku baik.

Pada Agustus lalu, Umar mengatakan dalam sebuah wawancara dengan sipir penjara bahwa adalah "kesalahan" terlibat dalam bom di Bali yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga Australia.

Pada tahun 2008, Kejaksaan Agung mengeksekusi tiga anggota Jemaah Islamiyah pelaku bom Bali, Imam Samudra, Amrozi dan Mukhlas.

Pemerintah menganggap Umar Patek sebagai contoh sukses upaya deradikalisasi. Namun demikian berita rencana pembebasannya pada Agustus lalu telah membuat marah pemerintah Australia yang warganya merupakan korban terbanyak dalam tragedi itu.

Polisi memeriksa reruntuhan bangunan yang hancur sehari setelah ledakan bom di Kuta, Bali, pada 13 Oktober 2002. Umar Patek, pembuat bom dalam aksi terorisme di Bali tahun 2002 yang menewaskan 202 orang itu, dibebaskan secara bersyarat pada Rabu, 7 Desember 2022, setelah menjalani setengah dari masa hukuman 20 tahunnya, meskipun ditentang oleh Pemerintah Australia yang warganya merupakan korban tewas terbanyak dalam serangan itu. [Foto AP, File]
Polisi memeriksa reruntuhan bangunan yang hancur sehari setelah ledakan bom di Kuta, Bali, pada 13 Oktober 2002. Umar Patek, pembuat bom dalam aksi terorisme di Bali tahun 2002 yang menewaskan 202 orang itu, dibebaskan secara bersyarat pada Rabu, 7 Desember 2022, setelah menjalani setengah dari masa hukuman 20 tahunnya, meskipun ditentang oleh Pemerintah Australia yang warganya merupakan korban tewas terbanyak dalam serangan itu. [Foto AP, File]

“Australia harus hormati”

Pakar terorisme dari International Association for Counterterrorism and Security Professionals (IACSP) Rakyan Adibrata mengatakan pemerintah Australia harus memahami bagaimana sistem hukum dan demokrasi bekerja di Indonesia.

“Politik dalam negeri Australia yang memang masih banyak masyarakatnya yang tidak bisa terima atas keputusan hukum yang diterima oleh Umar Patek. Mereka harus menghargai putusan hukum terkait dengan bebas bersyaratnya Umar patek,” katanya.

Pemerintah Indonesia, katanya, wajib meyakinkan para keluarga korban dari bom Bali bahwa Umar Patek memang sudah berubah.

“Artinya juga, hanya karena Umar patek itu sudah berubah sejak di dalam lapas bukan berarti pemerintah dan aparat keamanan menurunkan level kewaspadaan dalam hal pengawasan terhadap Umar Patek.”

“Itu harus menjadi komitmen pemerintah Indonesia demi menjaga dan menghormati keluarga para korban bom Bali,” katanya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.