Amerika: Hambali akan Tetap Ditahan di Guantanamo
2016.10.26
Washington
Hambali, warga Indonesia yang membantu perencanaan aksi Bom Bali tahun 2002 masih menjadi "ancaman signifikan" bagi Amerika Serikat (AS) dan akan tetap ditahan di penjara militer AS di Teluk Guantanamo, Kuba, di mana ia telah tinggal selama 10 tahun, demikian keputusan sebuah dewan pemeriksa.
Narapidana yang juga dikenal sebagai Encep Nurjaman dan dikaitkan dengan al-Qaeda itu, harus tetap meringkuk di Teluk Guantanamo untuk melindungi AS dari ancaman berkelanjutan terhadap keamanan negara tersebut, demikian konsensus Dewan Pemeriksa Berkala Departemen Pertahanan (DOD) dalam keputusan final yang dikeluarkan hari Selasa.
DOD menyatakan Hambali sebagai sebagai dalang operasional Jemaah Islamiyah (JI), kelompok militan Asia Tenggara yang berafiliasi dengan al-Qaeda - kelompok yang melakukan serangan teroris 9/11 di New York dan Washington, AS.
Hambali membantu merencanakan Bom Bali 1 yang menewaskan 202 orang pada tahun 2002 dan serangkaian pemboman pada malam Natal di 30 gereja di seluruh Indonesia dua tahun sebelumnya.
Dalam sidang Dewan bulan Agustus lalu, Hambali mengatakan ia tidak memiliki niat buruk terhadap AS. Media melaporkan itu adalah pertama kalinya ia terlihat di depan umum sejak dikirim ke penjara militer tersebut pada September 2006.
Sementara Hambali tidak berbicara pada sidang itu, seorang staf militer AS membacakan pernyataan mewakilinya. Statemen itu menyebutkan bahwa Hambali menyatakan dirinya telah berubah.
"Hambali telah menyatakan ia tidak memiliki niat buruk terhadap AS. Ia percaya Amerika memiliki keragaman dan pembagian kekuasaan yang jauh lebih baik daripada kediktatoran. Dia menyatakan dia hanya ingin melanjutkan hidup dan bisa tenang," demikian kata pernyataan itu.
Dewan pemeriksa menolak klaim tersebut, menunjuk ke sejarah panjang Hambali sebagai seorang militan, fasilitator, hadir dalam pelatihan al-Qaeda dan berperan penting dalam sejumlah serangan teror besar termasuk peristiwa Bom Bali.
"Dewan mencatat bahwa tahanan tersebut (Hambali) tidak mau menerima tanggung jawab apapun atau menunjukkan penyesalan atas salah satu aktivitas ataupun aksi yang melibatkan dirinya, dan kurangnya bukti pendukung bahwa pola pikirnya telah berubah," kata Dewan tersebut dalam surat keputusan akhir tertanggal 19 September tetapi baru dirilis hari Selasa.
"Dalam kenyataannya, Dewan mencatat bahwa perubahan pola pikir yang diklaim tahanan itu bertentangan dengan laporan lainnya,” tambah laporan itu, "terakhir, Dewan menilai kesaksian tahanan sulit dipahami dan tidak- kredibel, setengah bohong dan adanya upaya yang jelas untuk meminimalkan dan menyembunyikan aktivitas-aktivitas yang bersangkutan sebelum ia ditahan."
Di Jakarta, Rabu, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Tito Karnavian menolak menjawab pertanyaan wartawan tentang Hambali.
Dua warga Malaysia masih ditahan
Keputusan senada juga diberikan kepada dua warga Malaysia yang juga meringkuk di penjara Guantanamo, yang pernah menjadi letnan bagi Hambali, demikian laporan sejumlah dokumen pemerintah AS.
Mohamad Bashir Lap dan Mohamad Farik Amin tetap dipenjara di sana sementara pejabat Malaysia dan AS membahas proses de-radikalisasi yang diperlukan yang berpotensi memungkinkan salah satu dari mereka untuk kembali ke Malaysia.
Dalam penilaiannya terhadap Bashir, tanggal 15 September, Dewan akan meninjau berkasnya kembali dalam enam bulan. Hal ini mendorong pemerintah Malaysia untuk mempersiapkan kemungkinan pemindahannya ke luar dari Guantanamo.
Sementara dalam kasus Farik, Dewan tidak menyebutkan kemungkinan pemerikasaan dalam enam bulan ke depan dan mencatat kurangnya bukti kredibel bahwa dia bisa dideradikalisasi.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan kepada BeritaBenar bahwa semua tahanan yang tidak disetujui untuk pemindahan oleh Dewan akan menerima dokumen pemeriksaan dalam enam bulan.