Kaum Syiah Sampang, Tahun Keempat Berlebaran di Pengungsian

Yovinus Guntur
2016.07.08
Surabaya
160708_ID_Syiah_1000.jpg Anak-anak pengungsi Syiah sedang mendengar nasihat dari ustazah di rumah susun Jemundo, Sidoarjo, Jawa Timur, 1 Juli 2016.
Yovinus Guntur/BeritaBenar

Suwayiah (10) dan Muhfid (13) serius mendengarkan tausiyah dari Ustaz Muhaimin. Petang itu seperti biasa setelah mengaji Al-Quran, puluhan anak-anak duduk di lantai mendengarkan pesan-pesan agama dari guru.

Anak-anak tersebut dan orang tua mereka sudah menempati rumah susun (Rusun) Jemundo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak 2012 silam. Mereka adalah bagian 86 kepala keluarga (KK) jamaah Syiah dari Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kabupaten Sampang, Madura, yang rumahnya dibakar massa pada akhir tahun 2011.

"Total ada 300 lebih jamaah Syiah, termasuk anak-anak, yang tinggal di sini," ujar Umi Kalsum, istri Tajul Muluk, tokoh Syiah Sampang, kepada BeritaBenar yang bertandang ke tempat penampungan itu, Jumat, 1 Juli 2016.

Ini adalah tahun keempat pengungsi Syiah melaksanakan puasa Ramadhan dan Idul Fitri di Rusun Jemundo. Mereka ingin ini yang terakhir di tempat pengungsian. Umi mengatakan, seluruh jamaah Syiah ingin pulang ke kampung halaman mereka.

"Kami tidak ingin terjadi permusuhan dengan siapapun. Apalagi dalam Al-Quran juga sudah dijelaskan, siapa yang memutuskan silaturrahmi, tidak akan masuk surga," terangnya.

Menurut Umi, selama ini warga Karang Gayam tidak pernah mempermasalahkan dan mau menerima keberadaan jamaah Syiah, hidup bersama mereka. Hal ini dibuktikan dengan kedatangan mereka ke Rusun Jemundo.

Yang menjadi persoalan, tambahnya, adalah sikap para ulama di Sampang (yang mayoritas penganut Sunni), apakah mau menerima jamaah Syiah atau tidak.

"Kalau mereka menuduh sesat, mereka harus menunjukkan dimana sesatnya kami," tegas Umi.

Tetap tak mau terima

Amnesty Internasional (AI) melaporkan bahwa sekitar 500 massa anti-Syiah melakukan pembakaran rumah, sekolah, dan tempat peribadatan Syiah di Sampang yang menyebabkan sekitar 300 orang terusir dari desa mereka pada Desember 2011. Kemudian pada 26 Agustus 2012 puluhan rumah warga Syiah di sana kembali dibakar dan satu orang dilaporkan tewas. Bukannya mengadili para penyerangnya, Pengadilan Negeri Sampang justru menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara bagi Tajul Muluk. Hukumannya ditingkatkan hingga empat tahun saat dia mengajukan banding.

Seperti disampaikan melalui situs Human Rights Watch, secara khusus AI menyebutkan kelompok agama minoritas, termasuk Syiah, Ahmadiyah dan Kristen di Indonesia masih terus menghadapi diskriminasi dan intimidasi. Dikatakan, dalam banyak kasus pihak berwenang gagal memberikan perlindungan bagi korban atau membawa pelaku ke pengadilan.

Bupati Sampang, Fannan Hasib yang dikonfirmasi BeritaBenar menegaskan, pihaknya tetap tidak akan menerima jamaah Syiah pulang ke kampung halaman mereka. Salah satu alasannya adalah faktor keamanan.

Menyangkut persoalan Syiah, jelas Fannan, opsi yang paling memungkinkan adalah relokasi ke luar Sampang. "Karena ini adalah persoalan aqidah, maka relokasi adalah pilihan paling baik," ujarnya ini sebagai salah satu cara untuk membuat suasana di Sampang tetap kondusif.

Erma Susanti, aktivis perempuan dan anak, yang selama ini mendampingi pengungsi Syiah mengatakan, untuk menyelesaikan kasus Syiah perlu langkah tegas Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Dia mengharapkan Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, bisa memediasi persoalan Syiah dan membangun budaya toleransi serta menghargai keberagaman masyarakat Jawa Timur.

Erma juga mengharapkan kebutuhan mendasar hak anak yang harus dipenuhi seperti pendidikan dan kesehatan. Selama ini, sekolah di Rusun tak sesuai standar, mulai dari sarana dan prasarana hingga jam belajar yang tidak maksimal.

"Anak berusia sekolah banyak yang drop out. Ada juga ibu yang melahirkan anaknya di rumah susun," ujar Erma.

Ia dan kelompok komunitas perempuan lain akan berusaha untuk memasukkan anak-anak jamaah Syiah usia sekolah agar bisa mendapatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS), sehingga mereka bisa mendapat jaminan kesehatan gratis.

Mereka juga akan meneruskan ‘Pohon Harapan’ yang ditulis anak-anak Syiah kepada Gubernur Soekarwo dan Pemerintah Pusat. ‘Pohon Harapan’ juga akan diteruskan ke DPRD Jawa Timur.

Seorang pengungsi Syiah menuliskan harapannya pada “Pohon Harapan” yang ada di Rumah Susun Jemundo, Sidoarjo, Jawa Timur, 1 Juli 2016. (Yovinus Guntur/BeritaBenar)

Tanggapan gubernur

Terkait keinginan jamaah Syiah yang ingin pulang ke Sampang, Soekarwo tak banyak berkomentar. Dia mengatakan, pihaknya tak bisa melarang, apalagi mengiyakan.

"Jika memaksa pulang, saya khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan," ujarnya.

Tapi Soekarwo memastikan Pemerintah Provinsi Jawa Timur menanggung kebutuhan hidup jamaah Syiah asal Sampang. Kebutuhan hidup yang ditanggung itu adalah uang makan untuk tiga kali sehari dan ketersediaan air bersih.

Soekarwo juga meminta Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, terutama Dinas Pendidikan, agar memberikan kelonggaran bagi anak-anak Syiah yang ingin bersekolah di sekitar Rusun Jemundo.

Namun, Umi mengatakan sarana air bersih di Rusun bermasalah sejak lima bulan lalu. Untuk mendapatkan air bersih, para penghuni harus mengangkut dari lantai 1 hingga lantai 5.

“Kerusakan ini sudah disampaikan kepada pemerintah, tetapi tidak ada tanggapan,” ujarnya.

Sementara itu Suwayiah dan Muhfid tidak bisa menyembunyikan kerinduan pada teman-temannya di Sampang.

"Saya ingin segera pulang agar bisa main bersama teman-teman di kampung," tutur Suwayiah.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.