Berjibaku Memadamkan Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Barat

Severianus Endi
2018.08.17
Pontianak
180817-ID-haze-620.jpg Kabut asap terlihat di sekitar Gereja Kateral Santo Yosep Pontianak, Kalimantan Barat, 15 Agustus 2018.
Severianus Endi/BeritaBenar

Steven (38) baru saja janjian bertemu temannya, ketika handy talky yang tergantung di pinggangnya berbunyi. Dari suara di perangkat itu, terdengar kabar ada kebakaran lahan dan dia beserta timnya harus segera meluncur ke lokasi.

Sekretaris I Yayasan Pemadam Kebakaran (YPK) Budi Pekerti Pontianak itu dan sejumlah anggota bergerak dari markas mereka di Jalan Gajah Mada.

Sirene meraung, mengiringi mobil tanki menuju Jalan Parit Haji Husin 2 Kota Pontianak, Kamis pagi, 16 Agustus 2018.

Di sana, satu hamparan lahan gambut sedang terbakar. Belum diketahui penyebabnya.

Hanya butuh waktu 15 menit untuk relawan YPK menjangkau area yang sedang dilalap si jago merah.

“Kalau sedang macet, bisa setengah jam tiba di sini. Ditambah segala peralatan harus dipersiapkan, seperti menarik selang air menuju lokasi api, cukup memakan waktu untuk memulai penyiraman,” tutur Steven kepada BeritaBenar.

Pagi itu, Pontianak, ibukota Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), memang berkabut asap, diduga dari jumlah titik api yang meningkat drastis dalam beberapa hari terakhir, seiring tibanya musim kemarau.

Selain pasukan pemadam kebakaran bentukan pemerintah, ada sekitar 40-an organisasi nirlaba pemadam di Pontianak. Satu di antaranya YPK Budi Pekerti yang beranggotakan 100-an relawan dari berbagai profesi.

Mereka kerap harus menghentikan aktivitas rutin apabila ada panggilan darurat, seperti dilakoni Steven.

Para relawan harus mengenakan sepatu boot karena lumpur di sekitarnya ikut terkena hawa panas. Mata kadang berair dan memerah diterpa asap bersumber dari tumbuhan kering yang hangus.

“Kadang tenggorokan terasa kering dan radang, tapi tetap bersemangat bekerja tanpa digaji seperti ini,” ujar Steven.

Berdampak ke Malaysia

Menteri Tenaga, Teknologi, Sains, Perubahan Iklim dan Alam Sekitar Malaysia, Yeo Bee Yin menyatakan, dampak kebakaran di Kalimantan dan Sumatera serta di Johan Setia, Klang, Malaysia, mulai dirasakan sebagian negara tetangga yang ditandai dengan cuaca panas dan udara kurang sehat.

Pihaknya akan mengaktifkan proses pembuatan awan agar bisa turun hujan sehingga kualitas udara kembali normal meski menurut ramalan cuaca, peluang hujan berskala ringan berpeluang turun.

“Kita akan meminta kepada Badan Penanggulangan Bencana Negara (NADMA) untuk memaklumkan pada Kementerian Pertahan agar melakukan awan buatan. Kita akan bersiap melakukan hujan buatan, tapi itu tergantung keadaan cuaca,” kata Yeo.

Mohd Hisham Mohd Anip, Kepala Pusat Operasi Cuaca dan Geofisika Nasional Malaysia, mengatakan sepanjang bulan Agustus, sebagian besar daerah negara tetangga itu hanya hujan ringan sehingga suhu meningkat siang hari.

“Keadaan cuaca yang kurang hujan banyak kita dapati di daerah akan terjadi kebakaran lahan dan hutan. Ini akan terjadi hingga September,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Dia menambahkan meski angin berhembus dari Sumatera dan Kalimantan, cuaca panas di Malaysia masih dalam kondisi rendah.

"Dalam hitungan kasar, kita tidak dapat memprediksi berapa dari Indonesia yang masuk ke wilayah kita,” katanya.

Salat minta hujan

Berbagai cara dilakukan para pihak di Kalbar untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), termasuk dengan berdoa.

Kepolisian Daerah setempat pun menggelar Salat Istisqa’, Kamis pagi, untuk memohon kepada Allah supaya diturunkan hujan.

Kapolda Kalbar, Irjen Pol Didi Haryono, menyebutkan, kebakaran yang menimpa saat ini adalah ujian akibat ulah manusia yang membuka lahan dengan cara dibakar.

Menurutnya, Polda Kalbar dalam menanggulangi kabut asap tahun ini telah melakukan tindakan-tindakan mulai dari pencegahan, penekanan dengan dikeluarkan maklumat berisi larangan membakar lahar, sampai penindakan hukum.

“Berdoa, memohon diturunkan hujan deras sehingga dapat mengatasi kabut asap. Dan orang-orang yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan disadarkan,“ katanya.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis data bahwa terdeteksi 1.061 titik panas yang terbagi atas 592 kategori sedang dan 469 tinggi di Kalbar, Kamis pagi.

Dari 1.490 jumlah titik api di seluruh Indonesia, 1.061 di antaranya ada di Kalbar, kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho.

BNPB, tambahnya, telah mengerahkan tiga helikopter Bell untuk bom air serta satu heli Bolcow buat bom air dan patroli dalam upaya pengendalian karhutla di Kalbar.

“Melihat perkembangan hotspot meningkat, BNPB akan menambah dua unit helikopter lagi untuk mendukung operasi pemadaman,” katanya.

Tim pemadam kebakaran swasta melakukan pemadaman areal gambut yang terbakar di Jalan Parit Haji Husin 2 Pontianak, Kalimantan Barat, 16 Agustus 2018. (Dok. YPK Budi Pekerti Pontianak)
Tim pemadam kebakaran swasta melakukan pemadaman areal gambut yang terbakar di Jalan Parit Haji Husin 2 Pontianak, Kalimantan Barat, 16 Agustus 2018. (Dok. YPK Budi Pekerti Pontianak)

 

Ladang tradisional

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalbar, TTA Nyarong, menyebut bahwa hotspot di provinsi itu dominan terjadi di lahan mineral, bukan lahan gambut.

Meski jumlah hotspot tinggi, jelasnya, kabut asap belum menganggu jarak pandang di bandara, dan angka Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) masih normal.

“Saya perlu jelaskan beda kebakaran di lahan mineral dan lahan gambut. Lahan mineral merupakan areal peladangan tradisional, petani di pedalaman Kalbar. Sudah ratusan tahun mereka membersihkan lahan dengan membakar, toh dulu tidak ada kabut asap? Yang justru menyebabkan kabut asap itu kebakaran di lahan gambut,” papar Nyarong.

Pada Agustus-September memang bagian masa perladangan tradisional, dan umumnya ladang dibersihkan dengan membakar, sekaligus memanfaatkan sisa abu bakaran untuk penyubur padi.

“Kalaupun kabut asap tampak di angkasa saat ini, karena ada areal gambut terbakar di daerah Kabupaten Mempawah, Kubu Raya, dan sebagian Kota Pontianak. Jadi, asap dari lahan mineral dan gambut bercampur,” ujarnya.

Dia menyatakan BPBD ketat mengawasi 182 desa di Kalbar yang masuk dalam pemetaan rawan karena ada di area gambut.

“Coba lihat, pembakaran kebun tebu dan teh di Jawa, misalnya, kan tidak menyebabkan kabut asap, karena berupa lahan mineral,” pungkas Nyarong.

Ali Nufael di Kuala Lumpur turut berkontribusi dalam artikel ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.