Umat Hindu Banyuwangi Rayakan Nyepi dalam Toleransi

Walaupun Umat Hindu di Kampung Bali Banyuwangi ini hanya tinggal sekitar 10 keluarga, mereka bisa merayakan Nyepi dengan lancar di tengah mayoritas warga Muslim.
Anton Muhajir
2017.03.28
Banyuwangi
170328_ID_Nyepi_1000.jpg Umat Hindu di Desa Sumbersewu, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, melaksanakan upacara Tawur Kesanga menjelang Nyepi, 27 Maret 2017.
Anton Muhajir/BeritaBenar

Riuh lalu lintas Banyuwangi langsung terasa senyap ketika memasuki Kampung Bali di ibukota kabupaten ujung timur Pulau Jawa tersebut. Sepeda motor yang masuk gang di samping Pura Girinatha berjalan pelan. Anak-anak bersepeda melakukan hal serupa.

“Lagi Nyepi. Tidak boleh ada yang ribut-ribut,” kata Untung, pedagang warung di depan pura. Perempuan berjilbab itu menambahkan, meski sebagian besar warga kampung tak merayakan tahun baru Hindu yang dilakukan dalam keheningan tersebut, suasana Nyepi tetap terasa.

“Suasananya selalu begini setiap kali Nyepi,” ujarnya kepada BeritaBenar, Selasa, 28 Maret 2017.

Nama Kampung Bali di Kelurahan Pengajuran merujuk pada banyaknya warga etnis Bali yang tinggal di sini. Namun, itu dulu. Saat ini, hanya tersisa sekitar 10 keluarga etnis Bali di situ.

Seperti umat Hindu umumnya, pemeluk agama Hindu di Kampung Bali Banyuwangi pun merayakan Hari Raya Nyepi. Begitu pula dengan keluarga I Wayan Rida, (88). Bersama istrinya, Hamidah (78), pensiunan guru tersebut menggelar Catur Brata Penyepian atau empat pantangan saat Nyepi.

Mereka tidak menyalakan lampu atau api (amati geni), tidak bekerja (amati karya), tidak berpergian (amati lelungan), dan tidak bersenang-senang (amati lelanguan) selama 24 jam.

Berada di lingkungan mayoritas Muslim, Hamidah mengaku tetap bisa merayakan Nyepi dengan khidmat. “Tetangga kami menghormati. Tidak ada yang ribut-ribut ketika kami melaksanakan Nyepi,” tutur ibu enam anak tersebut.

Menurutnya, umat Hindu Kampung Bali dulunya mencapai ratusan. Dia memeluk Hindu setelah menikah dengan Wayan Rida pada 1956. Umumnya, umat Hindu itu memang berasal dari Bali. Mereka bekerja sebagai guru, tentara, atau polisi.

Saat ini, jumlah umat Hindu Kampung Bali hanya sekitar 10 keluarga. Umurnya rata-rata di atas 50 tahun. Berkurangnya umat Hindu di Kelurahan Pengajuran, menurut Hamidah, karena banyak yang pindah ke Bali maupun luar Banyuwangi.

Ada pula yang karena pindah agama, seperti sebagian besar anak pasangan Wayan Rida dan Hamidah. Dari enam anak kandung mereka, lima masuk Islam dan seorang lagi beragama Hindu.

Karena itu, menurutnya, saling menghormati perayaan hari raya agama sudah menjadi kebiasaan mereka, termasuk saat Nyepi.

Mengarak Ogoh-ogoh

Tahun ini, umat Hindu di Indonesia merayakan Nyepi, Selasa, 28 Maret 2017. Selama 24 jam, mereka melaksanakan Catur Brata Penyepian untuk menyambut tahun baru Saka 1939.

Tapi waktu mulai pelaksanaannya agak berbeda. Di Bali, pulau yang mayoritas penduduknya  beragama Hindu, mereka merayakan Nyepi sejak pukul 6:00 pagi hingga 6:00 pagi keesokan hari. Di Banyuwangi, umat Hindu merayakannya sejak pukul 12 tengah malam, enam jam lebih awal dibandingkan Bali.

Meskipun demikian, prosesi menjelang Nyepi hampir sama. Dua atau tiga hari sebelum Nyepi, mereka juga melakukan melasti, upacara penyucian di sumber mata air terdekat. Secara berombongan, berbalut pakaian adat putih-putih memenuhi pantai untuk melarung sesaji.

“Tujuannya untuk menghilangkan segala kotoran dalam diri manusia sebelum Nyepi,” kata Mangku Lingsir, pemangku atau pemimpin upacara di Pura Agung Blambangan di Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Banyuwangi.

Setelah melasti, prosesi selanjutnya adalah Tawur Kesanga sehari menjelang Nyepi atau Pengurupukan. Umat Hindu Desa Sumbersewu, Kecamatan Muncar, misalnya melakukan Tawur Kesanga pada Senin sore, 27 Maret 2017.

Sekitar 30 laki-laki, perempuan, dan anak-anak menghaturkan sesaji di perempatan jalan desa. Seorang pemangku memimpin doa dan umat lain berputar mengelilinginya sambil memukul kentongan dan berteriak membuat keriuhan. Tawur Kesanga adalah ritual mengusir makhluk jahat.

“Kami di sini sudah biasa saling menghormati. Kalau kami ada upacara, umat agama lain akan membantu. Kami juga melakukan hal sama,” kata Amir, seorang penganut Hindu di Sumbersewu.

Seperti di Bali, umat Hindu di Muncar juga mengarak ogoh-ogoh, patung raksasa simbol bhuta kala atau kekuatan jahat yang nantinya akan dimusnahkan pada malam Pengrupukan. Ada 10 ogoh-ogoh diarak di Sumbersewo. Mereka umumnya dari kecamatan sekitar Muncar, seperti Pesanggaran, Tegaldimo, Purwoharjo, dan Rogojampi.

Pada saat pelaksanan upacara Hindu seperti Galungan, Kuningan dan Nyepi, Agung Blambangan yang merupakan pura terbesar di Banyuwangi  menjadi pusat persembahyangan umat Hindu di wilayah tersebut. Malah ada umat dari Bali yang bersembahyang disana, kata Mangku Lingsir, seorang pendeta Hindu di Banyuwangi.

Tiap kali ada upacara agama Hindu, kata Mangku Lingsir, terlihat betapa kuatnya toleransi antarumat beragama di Banyuwangi.

“Kalau ada upacara di sini, umat Islam juga ikut membantu. Kalau Nyepi, masjid juga mengecilkan suara speakernya,” kata Mangku Lingsir.

Bali 'pulau mati'

Jika di Banyuwangi umat Hindu melaksanakan Nyepi di antara kegiatan yang berjalan seperti biasa, masyarakat Bali melakukan Catur Brata Penyepian dalam suasana hening total.

Selama 24 jam, pulau tujuan utama wisata di Indonesia yang biasanya hiruk pikuk itu, seakan menjadi pulau mati dan tak berpenghuni. Tidak ada kegiatan di luar rumah kecuali para penjaga keamanan adat (pecalang) atau mereka yang dalam keadaan darurat.

Malam hari, Bali berubah gelap. Tidak ada lampu yang boleh hidup kecuali di fasilitas publik seperti rumah sakit.

Bandara Internasional Ngurah Rai pun tidak beroperasi. Setidaknya 324 penerbangan, baik domestik maupun internasional, dihentikan.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.