Melanggar syariat Islam, ibu rumah tangga dan dua pria dicambuk di Aceh
2024.06.07
Jantho, Aceh
Seorang ibu rumah tangga 34 tahun dan dua pria dieksekusi cambuk di halaman Masjid Agung Al-Munawarrah Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Jumat (7/6), setelah mereka dinyatakan terbukti melanggar syariat Islam yang berlaku di provinsi ujung barat Indonesia itu.
Sambil duduk bersimpuh di panggung ukuran 3 x 4 meter, Nurlaila dicambuk dua kali sabetan rotan di punggungnya oleh algojo polisi syariah perempuan yang menutup seluruh wajah dan kepalanya dengan jubah.
Nurlaila dinyatakan terbukti melakukan khalwat dengan Muzakkir (43), seorang petani, yang disabet tiga kali cambukan. Muzakkir dicambuk oleh algojo polisi syariah laki-laki.
Khalwat adalah berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya atau tanpa ikatan perkawinan di tempat sepi dan tersembunyi.
Sejatinya, Nurlaila dicambuk empat kali, sedangkan Muzakkir sebanyak lima kali berdasarkan putusan Mahkamah Syar’iyah Jantho pada 30 Mei lalu.
"Karena keduanya sudah menjalani masa tahanan dua bulan, maka hukuman dikurangi dua kali cambukan," kata jaksa saat membacakan keputusan Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Besar.
Eksekusi cambuk juga dilakukan terhadap M. Afzal (31) karena melakukan maisir – perbuatan mengandung taruhan yang dilakukan antara dua pihak, dengan disertai kesepakatan bahwa pemenang akan mendapat bayaran dari pihak yang kalah.
Pria yang sehari-hari berprofesi sebagai wiraswasta itu dicambuk enam kali dari seharusnya 10 kali sabetan rotan karena telah menjalani masa penahanan empat bulan sejak ia ditangkap pada 3 Februari lalu.
Jaksa Penuntut Umum, Haris Akbar, dalam dakwaan menyebutkan bahwa Afzal terbukti memfasilitasi judi online, yaitu memperjualbelikan koin emas Higgs Domino.
“Dari hasil jual beli koin emas atau chip Higgs Domino tersebut, dia memperoleh keuntungan bersih Rp3.500.000 dalam sebulan,” jelas Haris, seraya menambahkan saat ditangkap di tangan Afzal disita uang Rp350.000 dari hasil transaksi.
Sebelum eksekusi digelar, Ustaz Samsul Bahri menyampaikan ceramah yang menyebutkan, hukuman itu bukan karena ada kebencian terhadap para terpidana pelanggaran syariat Islam.
“Kiranya dengan hukuman cambuk ini, Allah Azza wa Jalla mengampungi dosa-dosa Adinda-Adinda sehingga nanti layak memasuki salah satu surga Allah, ketimbang kalau tidak diampuni hari ini, maka kita akan dicambuk dalam neraka jahanam,” ujarnya.
Dikecam
Aceh adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan syariat Islam, walaupun secara parsial, sejak 1999. Dalam Qanun (Peraturan Daerah) tentang Hukum Jinayat atau hukum pidana berdasarkan Islam disebutkan bahwa pelaku pelanggaran syariat dijatuhi hukuman cambuk, penjara atau denda.
Penerapan hukuman cambuk yang merupakan penjabaran dari undang-undang tahun 1999 tentang Keistimewaan Aceh dan undang-undang tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Aceh, telah dikecam organisasi hak asasi manusia (HAM) karena dinilai tidak manusiawi.
“Hukuman cambuk dan bentuk hukuman fisik lainnya melanggar hukum internasional yang melarang penyiksaan, perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan lainnya, seperti yang diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan Konvensi PBB Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia, yang mana Indonesia adalah sebagai Negara Pihak,” demikian organisasi HAM, Amnesty International Indonesia dalam pernyataannya.
Amnesty yang mengadvokasi diakhirinya hukuman cambuk itu menyerukan pada pemerintah pusat Indonesia untuk mengkaji semua hukum dan peraturan lokal untuk menjamin keselarasan mereka dengan hukum dan standar HAM internasional dan Indonesia di bawah UUD 1945.
Amnesty juga menegaskan bahwa proses desentralisasi dan otonomi regional Indonesia seharusnya mengenai pemberdayaan masyarakat lokal dan tanpa mengorbankan hak asasi mereka sebagai manusia.
Pelaksanan hukuman cambuk yang dilakukan di tempat terbuka juga dikecam oleh pemerhati HAM dan dunia internasional yang menilai bahwa hukuman yang mengandung kekerasan itu bukan untuk konsumsi publik apalagi anak-anak yang selama ini bebas melihat.
Pemerintah Aceh sempat mengeluarkan peraturan untuk memindahkan hukuman cambuk ke penjara, namun mendapat tentangan dari Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, mahasiswa dan sejumlah anggota masyarakat yang mengatakan bahwa eksekusi cambuk di depan publik adalah pembelajaran agar masyarakat tidak melanggar syariat.
Hukuman cambuk di halaman Masjid Agung Al-Munawarrah Kota Jantho yang digelar usai pelaksanaan shalat Jumat pada hari itu disaksikan seratusan warga, termasuk para pejabat terkait, perempuan dan anak-anak.
Sejauh ini, pelaksanaan syariat Islam di Aceh mengatur masalah-masalah khalwat, judi, minum minuman keras, perzinaan, bermesraan antara pria dan wanita tanpa pernikahan, pemerkosaan, pelecehan seksual, dan homoseksual.