Kejagung Pastikan 14 Orang Dieksekusi Mati

Arie Firdaus & Kusumasari Ayuningtyas
2016.07.27
Jakarta & Cilacap
160727_ID_DeathPenalty_1000.jpg Belasan mobil polisi antri untuk menyeberang ke Pulau Nusakambangan di dermaga Wijayapura, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, 27 Juli 2016.
Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar

Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan akan mengeksekusi mati 14 terpidana akhir pekan ini. Sementara itu, tiga terpidana mati mengajukan grasi (pengampunan) kepada Presiden Joko “Jokowi” Widodo beberapa hari menjelang dieksekusi.

“Ada 14 orang (dieksekusi mati)," jelas Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Muhammad Rum saat dikonfirmasi BeritaBenar di Jakarta, Rabu, 27 Juli 2016.

Namun, dia tak mau menyebutkan waktu pelaksanaan eksekusi dan nama-nama yang akan menghadapi regu tembak.

Nur hanya membenarkan Freddy Budiman termasuk satu dari 14 terpidana mati yang akan dieksekusi. Freddy adalah gembong narkotika yang divonis mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 2011 lalu karena menyeludupkan 1,4 juta butir ekstasi dari China.

Menurut informasi yang diperoleh BeritaBenar dari sumber sangat layak dipercaya, ke-14 terpidana yang bakal dieksekusi itu berasal dari Nigeria lima orang, Indonesia empat orang dan masing-masing seorang dari India, Pakistan, Zimbabwe, Afrika Barat dan Sierra Leone.

Disebut akhir pekan Ini

Kejelasan waktu eksekusi mati diungkapkan Saut Edward Rajagukguk, kuasa hukum Zulfikar Ali, warga Pakistan yang masuk dalam daftar akan dieksekusi dalam putaran ketiga selama pemerintahan Jokowi.

Menurut Saut, eksekusi akan digelar di Nusakambangan, Sabtu dinihari, 30 Juli 2016. Dia merujuk hasil pertemuan antara Kejaksaan Agung dan Kedutaan Besar Pakistan untuk Indonesia, Selasa lalu.

"Dalam pertemuan itu, disebutkan bahwa eksekusi akan digelar tiga hari setelah pemberitahuan," kata Saut kepada BeritaBenar.

Jaksa Agung Prasetyo kepada wartawan, Rabu siang, tidak membantah saat ditanya bahwa eksekusi mati bakal digelar akhir pekan ini.

"Mudah-mudahan tidak ada halangan (eksekusi akhir pekan ini). Kalau semua sudah final, tidak ada yang ditunda-tunda," katanya.

Saut menegaskan akan memprotes pemerintah jika kliennya tetap dieksekusi. Ia juga bersikeras tak akan mengajukan grasi karena Zulfikar bersikeras tidak bersalah.

"Fokus kami masih itu (membatalkan eksekusi)," ujar Saut, "tapi, orangtuanya dari Pakistan sudah datang ke Nusakambangan."

Saut menambahkan, "Meski sejauh ini klien saya belum mengajukan keinginan untuk grasi, tetapi itu tetap hak hukum yang melekat padanya. Dan jika semua hak hukum belum terpenuhi tidak seharusnya dia dihukum mati.”

Menurutnya, kondisi Zulfikar yang sedang sakit seharusnya jadi pertimbangan untuk menghapus dia dari daftar terpidana mati yang akan dieksekusi.

“Zulfikar masih dalam keadaan sakit karena saat dijemput untuk masuk sel isolasi dia sedang dirawat di rumah sakit karena sakit ginjal dan diabetes,” terang Saut.

Polisi memasang barikade di pintu masuk dermaga Wijayapura, Cilacap, 27 Juli 2016. (Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar)

Ajukan grasi

Di tengah persiapan yang terus dilakukan itu, tiga terpidana mati melalui kuasa hukum mereka mengajukan grasi kepada Presiden Jokowi sebagai upaya hukum terakhir. Ketiganya ialah dua warga Indonesia yaitu Merri Utami dan Freddy serta Humprey Ejike Eleweke alias Jeff dari Nigeria.

Raynov Tumorang, pengacara Jeff mengatakan, grasi kliennya sudah didaftar melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 25 Juli 2016. Meski mengajukan grasi, Raynov yakin Jeff tidak bersalah.

"Kasus itu seperti dibuat-buat. Jeff diminta mengaku kalau barang itu milik dia hanya karena ditemukan di salah satu kamar di restorannya yang ditempati temannya," ujar Raynov.

Kamar tersebut ditempati Kelly. Saat restoran digeledah polisi, Kelly tidak ada di sana. Jeff yang beraktivitas di luar restoran dipanggil agar datang karena restorannya akan digeledah.

Jeff ditangkap karena ditemukan 1,7 kg heroin di bawah kasur dalam salah satu kamar restorannya, Agustus 2003. Sosok yang dijuluki doktor ini divonis mati, 9 Maret 2004.

Raynov yang juga pengacara Merri Utami mengatakan permohonan grasi kliennya telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Tangerang, Selasa, 26 Juli 2016.

Menurutnya, ada ketidakadilan yang diterima Merri setelah penangkapan di Bandara Soekarno-Hatta, 31 Oktober 2001 karena ditemukan heroin 1,1 kg dalam tas. Selain tak ada pendampingan hukum yang layak, kata Raynov, Merri mendapatkan kekerasan fisik selama proses penyidikan.

“Merri juga mengaku mengalami pelecehan seksual dan diancam akan diperkosa oleh oknum penegak hukum,” ujar Raynov.

Grasi juga akan dilayangkan Untung Sunaryo, pengacara Freddy. Untung mengatakan grasi itu ialah inisiatifnya yang disetujui kliennya yang juga menulis surat permohonan ampun untuk diserahkan kepada pihak berwenang.

"Saya dan Freddy tahu sudah terlambat jika mengajukan grasi karena lebih setahun dari inkracht, tapi kami tetap coba apapun hasilnya," ujar Untung seraya menyebut kliennya sudah berubah.

Persiapan sudah final

Selasa pukul 20.30 WIB dan pukul 23.30 WIB, tujuh truk berisi personil polisi diseberangkan ke Pulau Nusakambangan.

Menurut Kasubbag Humas Polres Cilacap AKP Bintoro Wasono, mereka dikirim untuk tujuan pengamanan lokasi hingga pelaksanaan eksekusi mati dilakukan.

Pada pukul 14.00 WIB, Rabu, sebanyak 17 mobil backbone kepolisian dan enam mobil jenis MPV diseberangkan ke Pulau Nusakambangan. Menurut Bintoro, kendaraan itu nantinya akan menjadi sarana transportasi di Nusakambangan.

Sejak Rabu pagi, truk-truk yang mengangkut berbagai peralatan seperti kursi, meja, palang besi, dan sebagainya menyeberang ke Nusakambangan. Para nelayan sudah dilarang untuk melaut hingga eksekusi berakhir nanti.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.