Densus 88 Tangkap Lima Orang Diduga Anggota Jemaah Islamiyah

Ronna Nirmala
2021.08.19
Jakarta
Densus 88 Tangkap Lima Orang Diduga Anggota Jemaah Islamiyah Anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri mengawal terdakwa kasus terorisme di pengadilan negeri di Jakarta, 25 Mei 2018.
[AP]

Polisi menangkap lima orang yang diduga terkait jaringan militan Jemaah Islamiyah di tempat terpisah, sebagai bagian dari operasi pencegahan dan penindakan terorisme sepanjang awal pekan ini, demikian juru bicara Polri, Kamis.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan penangkapan dilakukan pada Senin dan Selasa, di Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatra Utara, dan Maluku.

“Tiga tersangka diamankan pada 16 Agustus, inisial CA dan AF ditangkap di Jawa Timur, kemudian SAT ditangkap di Sulawesi Selatan,” kata Ramadhan.

Kemudian pada Selasa (17/8), Tim Densus menangkap tersangka seorang berinisial AMR di Sumatra Utara dan NW di Maluku.

“Mereka ini adalah kelompok JI,” katanya, merujuk kepada grup terlarang Jamaah Islamiyah, jaringan militant yang terkait al-Qaeda.

Pekan lalu, kepolisian menangkap 48 tersangka teroris di sebelas provinsi dalam rangkaian operasi serupa jelang Hari Kemerdekaan ke-76 Indonesia. Sebanyak 45 orang antaranya juga diduga sebagai anggota JI.

Dari penangkapan tersangka teroris JI di Jawa Barat, polisi menyita barang bukti 1.540 kotak amal milik yayasan amal berbasis di Yogyakarta, Syam Organizer, yang selama ini diduga sebagai salah satu sumber pendanaan kelompok JI.

Ramadhan mengatakan, penangkapan lebih dari 50 tersangka teroris dalam sepekan terakhir tidak berhubungan dengan momen apapun, melainkan sebagai bagian dari operasi rutin pencegahan dan penindakan pidana terorisme.

“Tidak melihat waktu-waktu tertentu. Tetapi terus bertugas dan berupaya secara optimal agar dapat menciptakan rasa aman tentram dan damai di tengah masyarakat,” kata Ramadhan.

Tiga momen penting

Stanislaus Riyanta, pakar terorisme dari Universitas Indonesia, mengatakan penangkapan orang yang diduga militan pada beberapa waktu terakhir berhubungan dengan pola gerakan kelompok radikal di Indonesia yang umumnya menggunakan tiga momen penting tahunan sebagai target penyerangan mereka.

“Pertama bulan Ramadan, karena mereka yakin ada pahala di balik aksi-aksi mereka, kemudian Natal dan Tahun Baru sebagai simbol perlawanan terhadap kelompok yang dianggap berbeda, dan ketiga, jelang 17 Agustus sebagai simbol perlawanan kepada pemerintah Indonesia,” kata Stanislaus melalui sambungan telepon.

“Dan pola ini sudah terbaca oleh aparat, oleh karenanya pemburuan akan ditingkatkan selama tiga waktu ini,” tambahnya.

Terkait penangkapan yang didominasi menyasar anggota kelompok JI, Stanislaus mengatakan hal ini dilakukan aparat karena mereka memitigasi kebangkitan kembali kelompok yang disebutnya lebih militan dan terkoordinasi dengan baik ketika melakukan penyerangan.

“JI seperti sleeper cell, tapi meski mereka tidur, konsolidasi antar-kelompok terus berjalan, kaderisasi, propaganda, dan pengumpulan dana terus dilakukan. Ini yang berbahaya jika dibiarkan, 5-10 tahun lagi mereka bisa muncul dengan sangat kuat,” katanya.

Dibandingkan dengan kelompok pro-ISIS di Indonesia, JI menjadi organisasi yang memiliki kondisi keuangan yang relatif kuat dan bahkan tidak terpengaruh dengan pandemi COVID-19, demikian para Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR) dalam laporan BenarNews, November tahun lalu.

Pendanaan JI umumnya dihimpun dari iuran tetap para anggota sebesar 5-10 persen dari penghasilan per bulan, penggalangan dana dengan lembaga-lembaga amal, sumbangan dari sekitar 20 pondok pesantren JI, donatur, hingga usaha gabungan para anggota.

Polisi mengidentifikasi Syam Organizer sebagai salah satu saluran yang dipakai kelompok ini dalam pengumpulan dana. Hasil penggalangan dana Syam Organizer diantaranya digunakan untuk memberangkatkan anggota JI ke Suriah pada tahun 2013-2017, penyediaan air bersih dan membangun rumah di Suriah, dan bantuan darurat lainnya di Indonesia.

Densus pernah menggeledah kantor Syam Organizer di Yogyakarta pada April 2021.

Lembaga yang diketahui telah berdiri sejak 2013 itu sering mengadakan acara tabligh akbar. Dan kerap kali memberitakan soal Muslim yang terzalimi di seluruh dunia, kata polisi.

Keterkaitan dengan Taliban?

Stanislaus mengatakan, hingga saat ini, belum ditemukannya hubungan langsung antara pengambilalihan kekuasaan di Afganistan oleh kelompok Taliban dengan pergerakan kelompok militan di Indonesia.

Namun, perkembangan ini berpotensi membangkitkan optimisme kelompok-kelompok radikal di Indonesia, baik yang pro-ISIS maupun terafiliasi al-Qaeda, untuk melakukan hal serupa.

“Ini akan menjadi amunisi baru bagi kelompok-kelompok yang memiliki ideologi yang sama mendirikan negara syariah. Walaupun saat ini Taliban seperti menunjukkan bahwa mereka berbeda dengan kelompok yang sama pada 20 tahun lalu, tetapi menurut saya, ideologi itu akan tetap hidup,” katanya.

Stanislaus mengatakan, pembebasan tahanan-tahanan ISIS dan Alqaeda di Afganistan juga berpotensi membangkitkan komunikasi-komunikasi yang selama ini terputus.

“Kita tahu ada orang JAD, Syaifulloh alias Daniel, yang kabarnya saat ini masih berada di Afganistan. Selain itu, hampir 3.000 anggota JI kabarnya adalah bekas militan Afganistan. Hal-hal ini yang memang perlu diwaspadai oleh aparat keamanan,” kata Stanislaus.

JAD atau Jamaah Ansharut Daulah adalah kelompok radikal pro-ISIS yang berada di balik aksi terorisme sejak 2016, termasuk Bom Thamrin tahun 2016, Bom Kampung Melayu 2017, dan pemboman di tiga gereja di Surabaya pada 2018.

Wawan Hari Purwanto, Juru Bicara Badan Intelijen Nasional (BIN) tidak menampik bahwa pergerakan kelompok teroris di Indonesia bisa dipengaruhi oleh perkembangan situasi di tingkat global, seperti yang terjadi saat banyaknya Warga Negara Indonesia (WNI) yang berangkat ke Suriah untuk berjuang bersama ISIS pada 2014.

“Untuk itu, pasca-kemenangan Taliban menguasai Afganistan, BIN bersama jajaran intelijen melakukan langkah antisipatif dengan memperkuat deteksi dini dan cegah dini terutama kepada kelompok teroris yang memiliki kedekatan ideologis dan jaringan dengan Taliban,” kata Wawan melalui pesan singkat.

Kendati demikian, pihaknya mengatakan pemerintah saat ini memprioritaskan keselamatan 15 WNI yang berada di Afganistan, meski ada komitmen yang disampaikan oleh Taliban terkait keamanan misi diplomatik asing di sana.

Keselamatan WNI dan staf KBRI di Afganistan, menjadi prioritas utama pemerintah Indonesia. Sejauh ini kondisi WNI dan staf KBRI di Afganistan dalam kondisi aman dan selamat,” katanya.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah, mengatakan hingga saat ini pemerintah belum menentukan waktu pasti kapan 15 WNI di Afganistan bakal dievakuasi.

“Tidak sederhana penetapan waktu untuk evakuasi. Benar-benar harus diperhitungkan berbagai hal,” kata Faizasyah singkat.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.