PM Anwar: Malaysia, Indonesia masih negosiasi perbatasan laut
2023.06.13
Kuala Lumpur
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengatakan pada hari Selasa bahwa Malaysia dan Indonesia belum mencapai kesepakatan penuh mengenai beberapa sengketa perbatasan laut termasuk garis batas di Laut Sulawesi dan bahwa hal-hal sensitif seperti itu perlu didiskusikan lebih lanjut, meskipun kedua negara telah menandatangani sejumlah perjanjian minggu lalu.
Kedua negara ini telah terlibat dalam perselisihan selama 18 tahun terutama mengenai klaim teritorial yang tumpang tindih di Laut Sulawesi dan perairan lepas pantai Pulau Kalimantan, yang terbagi antara Indonesia, Malaysia, dan Brunei.
Dalam kunjungan Presiden Indonesia Joko Widodo ke Malaysia pekan lalu, kedua negara mengumumkan penandatanganan enam perjanjian, termasuk dua perjanjian tentang batas wilayah masing-masing negara di Selat Malaka dan Laut Sulawesi.
Meskipun perjanjian itu digembar-gemborkan sebagai terobosan setelah 18 tahun negosiasi, Anwar mengatakan dalam rapat dengar pendapat dengan Parlemen Malaysia, ada beberapa bagian dari sengketa maritim yang belum terselesaikan.
“Perlu dicatat bahwa ada wilayah yang masih dalam negosiasi, termasuk Pulau Sebatik dan Sulawesi Selatan, [yang] tidak termasuk dalam perjanjian ini karena kami perlu memanggil perwakilan dari [negara bagian] Sabah untuk membahas masalah tersebut. Jadi, belum final karena ada masalah kecil yang belum terselesaikan,” kata Anwar.
Anwar mengatakan dia telah menjelaskan kepada Presiden Jokowi bahwa Malaysia tetap teguh pada klaim teritorialnya.
“Presiden Jokowi, menurut pakar-pakarnya, mengklaim itu milik Indonesia; Jadi kami menunda dan akan melanjutkan diskusi,” katanya.
Dia juga mengatakan perjanjian yang ditandatangani itu tidak termasuk perbatasan di sepanjang Pelabuhan Tanjung Pelepas, sebuah area transfer antar kapal di negara bagian Johor di selatan Malaysia.
Sengketa maritim ini penting bagi kedua negara karena implikasi ekonominya, termasuk hak atas penangkapan ikan, eksplorasi minyak dan gas, serta keamanan maritim.
Hal itu dikatakan Anwar untuk menjawab pertanyaan dari anggota parlemen oposisi Takiyuddin Hassan, yang menanyakan apakah penandatanganan perjanjian tersebut mengancam kedaulatan Malaysia.
Anwar membantah pemerintah telah menentang pendapat ahli tentang perjanjian tersebut. Dia mengatakan telah meminta saran dari berbagai lembaga termasuk kementerian luar negeri, departemen maritim, Dewan Keamanan Nasional, Departemen Survei dan Pemetaan, dan jaksa agung.
“Masalah kedaulatan tidak dapat dikompromikan,” katanya, seraya menambahkan bahwa dia juga tidak ingin membahayakan hubungan bilateral.
“Saya akan terus menganggap Indonesia sebagai negara yang bersahabat… Tapi kami tidak akan mengorbankan satu inci pun wilayah Malaysia.”
Dalam pernyataan bersama minggu lalu, Jokowi mengatakan dia menyambut baik “negosiasi penyelesaian batas laut teritorial di Laut Sulawesi dan bagian selatan Selat Malaka setelah 18 tahun negosiasi.”
Namun, para analis mengatakan perjanjian itu didasarkan pada wilayah yang tidak disengketakan dan tidak mencakup beberapa klaim tumpang tindih yang paling sensitif.
“Dalam hal ini, masih ada perbedaan mengenai wilayah yang disengketakan dan kedua negara tetap mempertahankan hak dan klaimnya pada bagian tertentu dari wilayah tersebut, termasuk di Pelabuhan Tanjung Pelepas,” kata Collins Chong Yew Keat, pengamat hubungan luar negeri di Universitas Malaya.
“Ini akan dilanjutkan dalam sesi-sesi diskusi dan pembicaraan ke depannya, tetapi momentum positif dari kesepakatan di bidang yang tidak disengketakan akan menjadi … landasan yang lebih baik dalam pembicaraan.”
Kantor Perdana Menteri dan Kementerian Luar Negeri Malaysia tidak menjawab permintaan untuk detil lebih lanjut tentang perjanjian tersebut.
Teuku Faizasyah, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, mengatakan kesepakatan yang ditandatangani pekan lalu itu adalah untuk perbatasan laut di bagian selatan Selat Malaka dan di Laut Sulawesi.
“Setelah ini, kedua negara masih harus merundingkan batas-batas zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen,” katanya, sambil menambahkan batas laut membutuhkan “waktu lama untuk diselesaikan.”
Area diskusi yang paling sensitif adalah seputar kepentingan konglomerat minyak dari kedua negara, seperti eksplorasi dan pendirian rig, kata Azmi Hassan, pakar geopolitik di Akademi Riset Strategis Nusantara.
Mohd Hazmi Mohd Rusli, peneliti di Asian Institute of International Affairs and Diplomacy di Universitas Utara Malaysia mengatakan Malaysia perlu menandatangani perjanjian komprehensif dengan Indonesia.
“Apa yang dilakukan Anwar merupakan pertanda baik,” katanya kepada BenarNews. “Kita membutuhkan perjanjian dengan garis batas maritim yang tepat...seperti yang kita miliki dengan Singapura pada tahun 1995.”
Anwar dan Jokowi mengatakan minggu lalu bahwa negosiasi batas laut yang berkelanjutan akan segera dimulai pada semua masalah yang tersisa dan belum terselesaikan.
Tria Dianti di Jakarta turut berkontribusi dalam laporan ini.