Indonesia Siap Bangun Rekonsiliasi Perdamaian di Afganistan

Afganistan ingin mencontoh Indonesia yang dianggap berhasil mengimplementasikan demokrasi dan berhasil membina keberagaman.
Tia Asmara
2017.04.05
Jakarta
170405_ID_Afghanistan_620.jpg Presiden Afghanistan Mohammad Ashraf Ghani (kiri) dan Presiden Indonesia Joko Widodo berjabat tangan setelah mengadakan pertemuan di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 5 April 2017.
Dok. Biro Pers Istana

Kerjasama membangun rekonsiliasi perdamaian di Afganistan menjadi salah satu kesepakatan yang diputuskan dalam pertemuan antara pemerintah Indonesia dan Afganistan di Jakarta, Rabu, 5 April 2017.

“Indonesia menyambut baik upaya pemerintah Afganistan dalam menciptakan stabilitas dan perdamaian keamanan. Indonesia siap berbagi pengalaman mengenai rekonsiliasi perdamaian,” ujar Presiden Indonesia, Joko “Jokowi” Widodo dalam pernyataan pers bersama Presiden Afganistan, Mohammad Ashraf Ghani, di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 5 April 2017.

Afganistan melihat Indonesia, negara yang menganut asas demokrasi dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, sebagai mitra yang tepat dalam membantu proses perdamaian di Afganistan.

“Indonesia sebagai negara dengan populasi umat Islam terbesar yang berperan dalam upaya mewujudkan perdamaian di negara kami dan kami menyambut baik adanya bantuan dari Indonesia dalam mewujudkan upaya perdamaian tersebut,” ucap Presiden Ghani, yang merupakan presiden Afganistan pertama yang berkunjung ke Indonesia setelah kedua negara menjalin hubungan erat selama 62 tahun.

“Indonesia berhasil untuk mengimplementasikan demokrasi dan membawa hasil baik dalam membina keberagaman. Kita ingin mencontoh Indonesia dalam stabilisasi Islam,” tambah Ghani.

Indonesia telah membangun Islamic Center yang bertujuan untuk menyebarkan Islam yang ramah, yang di dalamnya juga terdapat sarana ibadah dan pendidikan yang bermanfaat bagi masyarakat.

“Selain itu, pembangunan masjid As-Salam juga sudah selesai dan bisa menampung 2500 jamaah. Selanjutnya Indonesia juga akan bangun sarana kesehatan dan pendidikan untuk masyarakat setempat,” kata Jokowi, dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh sejumlah pejabat penting, diantaranya Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan, Menteri Luar Negeri, Menteri Agama, dan Kepala Kepolisian RI.

Selain kerjasama dalam rekonsiliasi perdamaian, kedua negara juga menyepakati penandatanganan Lima Nota Kesepahaman dalam bidang pendidikan, pertanian dan peternakan, keuangan, statistik, serta kerjasama bidang birokrasi.

Penanganan Terrorisme

Sebelumnya, dalam konferensi pers menjelang kedatangan Presiden Afganistan, Ferdy Piay, Direktur Asia Selatan dan Asia Tengah Kementerian Luar Negeri Indonesia, mengatakan Afganistan ingin mencontoh Indonesia dalam menghadapi konflik dan penanganannya termasuk masalah terorisme dan deradikalisasi.

Afganistan sampai saat ini memang masih dalam tahap pembangunan perdamaian setelah sejarah kelam peperangan di negara tersebut yang menyebabkan tewasnya jutaan orang dan jutaan lebih lainnya mengungsi.

“Inisiatifnya sedang disiapkan, seperti bagaimana mengubah pemikiran radikal untuk menjadi normal kembali dan bisa membaur. Itulah yang sedang Afganistan ingin bertukar pengalaman dari Indonesia,” kata Freddy, hari Kamis minggu lalu di Jakarta.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Yayasan Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie, menilai baik kerjasama antar kedua negara karena Indonesia-Afganistan memiliki masalah yang sama terutama dalam hal radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme.

“Indonesia bisa belajar tentang pendekatan yang berbasis situasi sosial politik yang sulit di Afganistan. Sedangkan Afghanistan bisa belajar dari law enforcement dan soft approach yang dikembangkan oleh Indonesia untuk menangani terorisme,” kata Freddy.

Sementara itu pakar terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib, mengatakan Islam di Afganistan lebih mengutamakan kesukuan ketimbang aliran sehingga banyak timbul konflik karena keragaman tersebut.

“Permasalahan di Afganistan itu meyakinkan masing-masing suku itu untuk menerima konsesi bersama,” katanya.

“Dari segi ke-Islaman mereka juga memiliki faksi berbeda jadi ini hanya masalah komunikasi kesukuan itu yang akan diterapkan ke sana, mereka tidak akur, ada banyak faksi tapi bekerja berdasarkan suku bukan aliran tertentu seperti wahabisme dan salafisme, mereka lebih ke tradisi,” ujarnya.

Menurutnya, Afganistan melihat Indonesia sebagai negara dengan masyarakat majemuk sehingga pendekatan kesukuan itu yang mau ditularkan ke negara yang memiliki nama resmi Republik Islam Afghanistan tersebut.

“Cara Indonesia dalam mengolah kesukuan itu yang mau dicontoh bukan kerjasama counter terrorism atau deradikalisasi karena mereka memiliki konsep berbeda. Teroris di sana juga dikenal keras dan tidak bisa melalui pendekatan deradikalisasi,” ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.