Indonesia-Arab Saudi Bahas Kerja Sama Antiteror dan Tewasnya Khashoggi

Menlu Retno meminta Saudi ungkap secara transparan pembunuhan jurnalis Arab itu di di Turki.
Tria Dianti
2018.10.23
Jakarta
181023-ID-saudi-AP-620.jpg Menlu Indonesia Retno Marsudi dan Menlu Arab Saudi Adel al-Jubeir ketika menggelar jumpa pers bersama di Jakarta, 23 Oktober 2018.
AP

Indonesia dan Arab Saudi berkomitmen meningkatkan kerja sama dalam penanggulangan terorisme, demikian kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, sementara ia meminta negara kaya minyak di Timur Tengah tersebut untuk mengungkap secara transparan tewasnya jurnalis Saudi, Jamal Khashoggi.

Retno bertemu mitranya Menlu Arab Saudi Adel al-Jubeir dalam  dua hari lawatan Al-Jubeir di Jakarta. Ia mengatakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sedang merumuskan format kerjasama dengan Presidency of State Security, badan antiteror Saudi.

"Memerangi radikalisme dan terorisme juga menjadi perhatian Indonesia dan Arab Saudi. Kami sepakat untuk meningkatkan kerja sama pemberantasan radikalisme dan terorisme mengingat semakin besarnya bahaya radikalisme dan terorisme," kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno dalam jumpa pers bersama Menlu Arab Saudi Adel al-Jubeir di Jakarta, Selasa, 23 Oktober 2018.

Terkait kerja sama pemberantasan terorisme dengan Arab Saudi, Deputi Bidang Kerjasama Internasional BNPT, Hamidin, belum bisa berkomentar banyak.

“Masih disiapkan, saya tidak bisa bicara detail," katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Menlu Retno juga menyatakan keprihatinan Indonesia atas pembunuhan wartawan Arab Saudi, Jamal Khasoggi, di Konsulat Arab Saudi di Turki, awal Oktober.

"Indonesia sampaikan duka cita yang mendalam kepada keluarga Jamal Khashoggi. Indonesia meminta investigasi kiranya dilakukan secara transparan dan seksama," kata Retno.

Dia juga memantau perkembangan investigasi yang dilakukan Arab Saudi mengenai masalah ini.

"Saya menekankan kepada Menlu Arab Saudi  bahwa dia dua hari lalu berjanji akan bertekad untuk mengungkap semua fakta," katanya.

Al-Jubeir mengatakan Raja Salman dan Putra Mahkota Abdullah bin Salman berkomitmen untuk memastikan bahwa investigasi berjalan “tuntas dan kebenaran terkuak.”

“Mereka yang bertanggung jawab akan diminta pertanggung-jawabannya dan prosedur dan mekanisme akan dibuat untuk memastikan bahwa hal seperti ini tidak akan terjadi lagi,” katanya.

Pernyataan resmi Saudi tentang nasib Jamal Khashoggi telah berubah beberapa kali sejak jurnalis yang kritis terhadap pemerintahan Saudi itu menghilang secara misterius setelah memasuki konsulat negaranya di Istanbul pada 2 Oktober lalu untuk mengurus dokumen rencana pernikahannya.

Sebelumnya Saudi mengatakan Khashoggi telah ke luar dari konsulat tersebut pada hari yang sama dia berkunjung dan tidak mengetahui keberadaannya setelah itu.

Al-Jubeir menyebut Khashoggi telah tewas terbunuh, untuk pertama kalinya pada hari Minggu. Dua hari sebelumnya, para pejabat Saudi mengakui bahwa kolumnis Washington Post itu meninggal di konsulat, tetapi mengatakan kematiannya disebabkan karena baku hantam.

Berbeda dengan statemen Arab Saudi, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, pada Selasa mengatakan bahwa Khashoggi tewas akibat pembunuhan terencana oleh pemerintahan Saudi.

"Semua bukti yang dikumpulkan menunjukkan bahwa Jamal Khashoggi adalah korban dari pembunuhan biadab," kata Erdogan seperti dikutip di AP.

“Ketika sudah jelas itu merupakan pembunuhan, kenapa ada banyak statemen yang tidak konsisten? Dan kenapa tubuh orang yang sudah diyakini terbunuh itu tidak diperlihatkan?"

Pertukaran informasi intelejen

Retno mengatakan bahwa kerjasama terorisme akan diprioritaskan pada pertukaran informasi, pengalaman, pelatihan, dan pengembangan kapasitas.

Pakar terorisme dari Universitas Indonesia (UI), Ridlwan Habib, menyambut baik kerjasama itu, terutama bidang pertukaran informasi.

"Perlu adanya pemahaman jaringan terorisme di kedua negara. Jangan sampai tahu-tahu ada jaringan terorisme berkembang dari salah satu paham. Harus ada intelijen sharing, selama ini belum ada," katanya kepada BeritaBenar.

"Ideologi teroris di Arab Saudi lebih keras dan militan dibanding Indonesia, sehingga mungkin dalam beberapa hal belum ampuh ditangani dengan cara pendekatan lunak," tutur Ridlwan.

Hal yang sama disampaikan anggota DPR Komisi 1, Bobby Rizaldi, yang mengatakan Indonesia harus memastikan jangan sampai ada paham radikal menyusup melalui sentra pendidikan di Indonesia yang dibiayai lembaga pendidikan Arab Saudi.

Ia memberi contoh bahwa salah satu teroris, Aman Abdurrahman, adalah salah satu jebolan Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa Arab (LIPIA), lembaga akademik Islam di Jakarta yang dibiayai oleh Arab Saudi.

"Banyak sekolah yang didirikan Arab Saudi terpengaruh paham wahabi. Dasarnya tentu baik, tapi perlu antisipasi agar tidak tersusupi paham radikal," ujarnya.

Kerja sama lain

Kunjungan Al-Jubeir merupakan tindak lanjut kunjungan Raja Salman bin Abdul Aziz ke Indonesia pada Maret 2017.

Kedua negara juga membahas berbagai program kerja sama bidang perdagangan dan investasi, terutama antar-negara Islam yang tergabung dalam OKI dan Gulf Cooperation Council (GCC).

"Meskipun, mencatatkan peningkatan kerja sama di bidang investasi, namun kita juga menyadari kesepakatan belum dapat mencapai kemajuan yang berarti," kata Retno.

Beberapa kerja sama yang masih belum terlaksana antara lain mengenai PT. Aramco dan PT Pertamina untuk program kilang minyak di Cilacap.

"Kami akan bekerja sama maksimal untuk memajukan investasi dan perdagangan," ujar Menlu Al-Jubeir.

Indonesia juga menekankan isu perlindungan warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Arab Saudi.

Tercatat, lebih dari 600.000 tenaga kerja Indonesia (TKI) tinggal dan bekerja di sana.

"Kami menyambut baik beberapa upaya meningkatkan perlindungan WNI oleh Arab Saudi antara lain mengenai aturan jam kerja, upah minimum dan penghormatan hak pekerja," kata Retno.

Al-Jubeir mengatakan dia dan Menlu Retno juga membahas cara-cara untuk menyelesaikan konflik di dunia Islam termasuk konflik yang terkait dengan Palestina dan Israel.

"Kami percaya pada kedaulatan negara dan dalam aturan hukum, dalam sistem hukum internasional dan kami percaya dalam menyelesaikan konflik melalui cara damai," katanya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.