Indonesia-AS Sepakat Tingkatkan Latihan Pasukan Khusus

AS berharap normalisasi hubungan dengan Kopassus bisa dilakukan melalui latihan bersama pada 2020.
Ismira Lutfia Tisnadibrata
2019.05.30
Jakarta
190530_ID_US_Defense_1000.jpg Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu (kiri) dan Pejabat Sementara Menteri Pertahanan AS, Patrick Shanahan, menginspeksi regu kehormatan saat pertemuan mereka di Jakarta, 30 Mei 2019.
AP

Indonesia dan Amerika Serikat (AS) sepakat untuk bersama mengembangkan kapasitas personil militernya dengan meningkatkan bentuk kerja sama pertahanan kedua negara, termasuk penyelenggaraan pendidikan dan latihan bagi pasukan khusus.

Hal ini diungkapkan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dan Pejabat Sementara Menteri Pertahanan AS, Patrick Shanahan dalam jumpa pers bersama setelah keduanya melakukan pertemuan bilateral di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis, 30 Mei 2019.

“Peningkatan kerja sama ini melalui forum dialog, kunjungan pejabat tinggi angkatan bersenjata, penambahan siswa TNI untuk mengikuti pendidikan di AS, dan pendidikan pelatihan bagi pasukan ranger dan pasukan khusus,” ujar Ryamizard.

Kesepakatan ini mencerminkan adanya kelanjutan hal yang disepakati saat kunjungan pendahulu Shanahan, James Mattis, ke Indonesia pada Januari tahun lalu.

Saat itu, salah satu hal dibahas dalam pertemuan dengan Ryamizard adalah rencana untuk menjalin kembali kontak dengan komando pasukan khusus TNI Angkatan Darat (Kopassus).

Pada 2010, AS mengumumkan kembali membuka kerja sama militer secara bertahap dengan Kopassus setelah terhenti selama 12 tahun, akibat pelanggaran hak asasi manusia yang dituduhkan kepada pasukan elit TNI tersebut di Timor Timur pada era 1990-an saat wilayah itu masih menjadi bagian Indonesia, di Aceh, dan di Papua.

Dalam statemen bersama, baik Shanahan dan Ryamizard mengatakan AS akan melakukan normalisasi hubungan dengan Kopassus melalui latihan militer bersama pada 2020.

Kedua menteri pertahanan juga sepakat untuk mengantisipasi ancaman keamanan di wilayah Asia Pasifik, seperti ancaman teroris generasi ketiga, atau militan mantan pejuang asing yang pernah bergabung dengan kelompok Negara Islam di Suriah dan Irak (ISIS/IS) dan telah kembali ke negara asalnya.

Ryamizard mengatakan di Asia, teroris generasi ketiga banyak terdapat di Indonesia dan Filipina dan mereka diduga menjadi pelaku ledakan dan serangan terorisme yang terjadi di kedua negara, termasuk serangan bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo pada Mei 2018.

“Kita juga harus mewaspadai pengungsi Rohingya. Mereka harus betul-betul dikendalikan, dimanusiakan, karena kalau tidak, teroris menunggu untuk memanas-manasi mereka agar mereka berpihak (kepada teroris). Hal ini menjadi pembicaraan supaya penanganan mereka baik dan proporsional supaya jangan direkrut oleh IS,” ujar Ryamizard.

Dia menambahkan kerja sama dalam hal ini menjadi topik penting dalam membangun kerja sama konkrit antara kedua negara, untuk membangun kapasitas kawasan Asia Tenggara.

“Kawasan yang berbatasan dengan Filipina Selatan telah dijadikan sebagai basis kekuatan IS generasi ketiga,” ujarnya, merujuk pada kawasan dekat perairan Laut Sulu dan Laut Sulawesi yang berada di antara Indonesia, Malaysia dan Filipina.

Anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus)TNI AD, berbaris saat latihan untuk upacara peringatan 70 tahun TNI di Cilegon, provinsi Banten, 3 Oktober 2015. (Reuters)
Anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus)TNI AD, berbaris saat latihan untuk upacara peringatan 70 tahun TNI di Cilegon, provinsi Banten, 3 Oktober 2015. (Reuters)

Shangrila Dialogue

Shanahan berada di Indonesia sejak Rabu, yang menjadi tujuan pertamanya dalam serangkaian kunjungan kerja di kawasan Indo Pasifik, sebelum bertolak ke Singapura untuk menghadiri forum pertahanan dan keamanan regional Shangrila Dialogue dimana Pejabat Sementara Menteri Pertahanan AS itu dijadwalkan menjadi pembicara.

Ryamizard yang juga menghadiri acara itu akan berbicara mengenai konsep kawasan dalam menjaga stabilitas dan ketahanan dalam menghadapi ancaman di kawasan.

Menurutnya, kawasan Asia Tenggara akan semakin kuat dan stabil dengan bersatunya negara-negara ASEAN.

Bila seluruh angkatan bersenjatanya digabungkan, maka akan berjumlah 2,5 juta personil untuk melindungi sekitar 560 juta warga di 10 negara ASEAN dan ditambahkan bantuan AS dan negara-negara lain yang tergabung dalam forum Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN (Asean Defense Ministers Meeting Plus/ADMM Plus) yaitu Australia, China, India, Jepang, Selandia Baru, Rusia dan AS.

Konsep yang selalu Indonesia kedepankan adalah inisiatif Our Eyes, atau kerja sama berbagi informasi intelijen yang diprakarsai bersama Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand dan diluncurkan di Bali pada 25 Januari 2018.

Bantuan AS untuk inisiatif Our Eyes diungkapkan tahun lalu oleh Mattis.

Menurut laporan yang dirilis Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) bulan lalu, mantan militan ISIS yang kembali dari Suriah akan menjadi pemimpin bagi sel-sel teroris independen yang tidak terafiliasi dengan kelompok militan pro-ISIS di Indonesia, Jamaah Ansharul Daulah (JAD), belum menjadi kenyataan tapi tetap menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan.

“Saat ini, ancaman terbesar datang dari pendukung ISIS yang tidak pernah pergi, bukan dari mereka yang kembali,” ujar Sidney Jones, Direktur IPAC.

Kerja sama lain

Butir kesepakatan kerja sama lain berdasarkan pernyataan yang dirilis kementerian adalah survei bawah laut untuk preservasi kerangka kapal perang dan jenazah tentara Amerika di wilayah perairan Indonesia, namun kedua menteri tidak membahas hal ini saat jumpa pers.

Shanahan mengatakan dalam sambutannya bahwa tujuan utama lawatan kerjanya ini adalah untuk menjalin kerja sama dengan Kementerian Pertahanan Indonesia.

“Menteri (Ryamizard) telah dengan sangat jelas menguraikan topik yang kami diskusikan, tetapi kunjungan ini adalah tentang menandatangani pernyataan bersama yang lebih banyak tentang aksi-aksi yang akan kami lakukan daripada tentang topiknya itu sendiri,” ujar Shanahan dalam pernyataan singkatnya kepada wartawan.

Dia juga mengatakan Ryamizard telah menjelaskan mengenai peningkatan kerja sama berbagi informasi intelijen dan berbagai tantangan di Laut China Selatan.

"Indonesia memahami harus menjaga perdamaian dan kerja sama antar negara seperti patroli bersama agar semua negara bisa melalui (Laut China Selatan). Patokannya adalah hukum-hukum internasional yang berlaku,” ujar Ryamizard.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.