Indonesia Australia Sepakat Pulihkan Kerja Sama Militer
2017.02.27
Jakarta
Indonesia dan Australia sepakat memulihkan kerja sama militer yang sempat dihentikan sementara secara sepihak oleh Panglima TNI sejak Januari lalu menyusul ditemukannya materi di fasilitas pelatihan militer Australia yang dianggap menghina Pancasila.
Pemulihan hubungan militer kedua negara disepakati dalam pertemuan antara Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull, di Sydney, Australia, Minggu, 26 Februari 2016.
“Presiden Widodo dan saya telah setuju untuk memulihkan seluruh kerja sama pertahanan, baik dalam pertukaran (perwira), pelatihan dan kegiatan lainnya,” ujar Turnbull saat jumpa pers bersama Jokowi.
Turnbull menambahkan, hubungan strategis dan keamanan kedua negara sudah diatur dalam Lombok Treaty, dan perjanjian yang ditandatangani pada 2006 itu menjadi basis kuat hubungan kedua negara.
“Saya sudah menyakinkan Presiden (Jokowi) akan komitmen Australia terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Indonesia,” ujar Turnbull.
Lombok Treaty merupakan kerangka kerja sama Indonesia dan Australia di bidang pertahanan, penegakan hukum, kontraterorisme, keamanan maritim, dan tanggap bencana, yang menekankan pada hubungan saling mendukung dan menghormati kedaulatan, integritas wilayah, dan kesatuan nasional masing-masing negara.
Dalam sambutannya, Jokowi mengatakan dari pertemuan bilateral, kedua negara sangat terlihat mempunyai komitmen tinggi untuk memperkokoh hubungan yang baik.
“Dan hubungan yang baik serta kokoh tentunya dapat tercipta jika kedua negara saling menghormati integritas wilayah, tidak campur tangan urusan dalam negeri negara lain, dan mampu mengembangkan hubungan yang saling menguntungkan,” ujarnya.
Harus jadi pelajaran
Anggota Komisi I DPR, Effendi Simbolon mengatakan pemulihan hubungan merupakan tindak lanjut dari pertemuan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dengan Kepala Staf Angkatan Darat Australian Defence Force (ADF), Letnan Jenderal Angus Campbell, yang datang sebagai utusan Panglima ADF, Marsekal Mark Binskin.
Dalam pertemuan 8 Februari lalu, di Markas Besar TNI di Cilangkap, Jakarta, Campbell menyampaikan hasil investigasi atas insiden yang terjadi Desember 2016 itu yang mencuat di media massa Januari lalu. Ia juga menyampaikan penyesalan dan permohonan maaf dari pihak militer Australia.
Insiden itu bermula ketika seorang instruktur dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang mengajar bahasa Indonesia di markas pasukan Special Air Service Australia di Perth menemukan materi pelajaran bahasa Indonesia yang menjelek-jelekkan TNI.
Instruktur itu juga menemukan bahan lain yang menghina Pancasila, saat menghadap pimpinan fasilitas pelatihan untuk menyatakan keberatan atas materi pelajaran.
Gatot menyampaikan terima kasih atas respon ADF yang cepat untuk menangani insiden tersebut dan pihaknya telah menerima permohonan maaf tersebut.
“Pancasila merupakan ideologi negara Indonesia maupun bagi seluruh rakyat, sehingga rakyat Indonesia rela mati untuk membela ideologinya, apalagi bagi seorang prajurit TNI dan hal itu sangat sensitif dan menyakitkan,” ujar Gatot, usai bertemu Campbell.
Namun, Effendi mengatakan insiden tersebut harus menjadi pelajaran dalam membina hubungan bilateral maupun multilateral akan kemungkinan ada inflitrasi asing terhadap Indonesia.
“Kita harus bersyukur bahwa kita bisa mengetahui (materi pelatihan) dan terjadi insiden itu. Indonesia harus lebih waspada dari kekuatan asing dan pemerintah perlu mendorong untuk peningkatan kualitas tentara kita,” ujar Effendi kepada BeritaBenar, Senin.
Menurutnya, materi pelajaran bahasa Indonesia yang menghina Indonesia merupakan salah satu bentuk doktrinisasi operasi spionase Australia terhadap Indonesia.
“Harusnya kita tidak berhenti bahwa ini hanya persoalan TNI, seolah hanya TNI yang tersinggung. Harusnya kita sebagai bangsa juga tersinggung,” ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut.
“Ke depannya, Indonesia harus lebih hati-hati dalam hubungan dengan Australia,” tambahnya.
Anggota Komisi I DPR lain, Tubagus Hasanudin, yang juga politisi PDIP menyambut baik pemulihan kerja sama ini. Komisi I membidangi masalah pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, serta intelijen.
“Ini penting untuk menjaga hubungan diplomatik dan persahabatan kedua negara,” ujarnya kepada BeritaBenar.
Menurutnya, kerja sama pelatihan militer kedua negara bukan semata pada pelatihan kapasitas personil militer tapi lebih pada menjalin komunikasi baik untuk mengurangi ketegangan dan rasa saling curiga satu sama lain.
Jelas alasannya
Sementara itu, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan kerja sama kedua negara harus jelas alasan strategisnya.
Secara kapasitas personil, Khairul mengatakan dalam banyak aspek anggota TNI lebih baik daripada personil ADF, namun menjaga kerja sama tetap penting dalam konteks stabilitas kawasan.
“Kerja sama harus lebih saling menguntungkan. Kerja samanya harus bisa lebih baik agar kesalahpahaman seperti insiden itu tak terulang lagi,” ujarnya kepada BeritaBenar.
Namun Khairul mengatakan Indonesia tidak perlu terlalu menganggap serius kalau ada materi pelatihan militer Australia yang menghina Indonesia.
Menurutnya, hal itu normal dalam institusi militer ada doktrin mengajarkan bahwa ideologi yang dianut oleh insititusi militer adalah sesuatu yang negatif.
“Selama itu dilakukan secara internal, seharusnya tidak apa-apa. TNI juga mengajarkan komunisme tidak baik, tapi itu tidak menghentikan kerja sama dengan militer China,” pungkas Khairul.