Indonesia, Australia sepakat wujudkan kerja sama pertahanan baru

Menlu Retno kembali meminta pemerintah Australia untuk "transparan" soal AUKUS, kedua negara juga menuntut Rusia mundur dari Ukraina.
Pizaro Gozali Idrus
2023.02.10
Jakarta
Indonesia, Australia sepakat wujudkan kerja sama pertahanan baru Foto tangkapan layar dari video ini, memperlihatkan dari kiri: Menteri Pertahanan Australia Richard Marles, Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dan Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto dalam pertemuan mereka di Canberra, Australia, 9 Februari 2023.
[Instagram Kementerian Pertahanan RI @kemhanri]

Australia mengatakan pada Jumat (10/2) bahwa pihaknya akan meningkatkan kerja sama pertahanannya dengan Indonesia untuk meningkatkan kegiatan bersama dan untuk “mengirim pesan” tentang komitmennya terhadap pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik yang menghormati kedaulatan.

Indonesia dan Australia adalah kontributor penting bagi keamanan regional, kata Menteri Pertahanan Australia Richard Marles, di tengah meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan yang disengketakan antara Beijing di satu sisi, dan Washington serta sekutunya seperti Canberra di sisi lain.

“Bersama-sama, Australia dan Indonesia memberikan kontribusi penting bagi keamanan Kawasan,” kata Marles dan Menteri Pertahanan Prabowo dalam pernyataan bersama usai pertemuan 2+2 antara menteri pertahanan dan menteri luar negeri Indonesia dan Australia.

“Meningkatkan pengaturan yang sudah ada mengirimkan pesan penting tentang komitmen bersama kita terhadap kawasan yang menganut sentralitas ASEAN dan tujuan serta prinsip Wawasan ASEAN tentang Indo-Pasifik, di mana kedaulatan dihormati,” kata pernyataan itu.

Wawasan ASEAN tentang Indo-Pasifik bertujuan memajukan kerja sama di kawasan Indo-Pasifik melalui mekanisme di mana peran ASEAN jadi yang terdepan.

Pejabat kedua negara akan segera memulai negosiasi untuk membuat kesepakatan kerjasama yang lebih baik, tulis pernyataan itu.

Prabowo dan Marles mengatakan melalui kesepakatan baru ini kedua negara berharap dapat meningkatkan kerja sama pertahanan kedua negara dengan mendukung dialog, memperkuat interoperabilitas sehingga memudahkan kerjasama kedua militer, dan meningkatkan pengaturan praktis.

Transparansi AUKUS

Sementara itu, usai pertemuan 2 + 2 Kamis, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan terus meminta pemerintah Australia untuk "transparan" soal AUKUS.

“Indonesia juga menyampaikan kembali pentingnya transparansi kerja sama AUKUS dan pentingnya komitmen kepatuhan terhadap nonproliferasi nuklir, serta mematuhi NPT (Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons) dan IAEA Safeguards,” ucap Menlu Retno.

Australia, Inggris, dan Amerika Serikat pada 2021 mengumumkan kerja sama pertahanan trilateral yang disebut AUKUS, yang memungkinkan Canberra memiliki armada kapal selam bertenaga nuklir dengan kemampuan jelajah bawah laut tanpa batas dan sulit terdeteksi. 

Indonesia dan Malaysia menyampaikan kekhawatiran terhadap rencana Australia untuk memperoleh kapal selam bertenaga nuklir dari Amerika Serikat dan mengingatkan akan kemungkinan timbulnya persaingan senjata di kawasan sebagai akibatnya.

Retno mengatakan pertemuan 2+2 mengangkat soal dinamika kawasan yang antara lain membahas mengenai kompetisi negara adidaya di kawasan, keamanan maritim, ASEAN, dan Pasifik.

“Indonesia sangat khawatir terhadap meningkatnya rivalitas di kawasan. Jika tidak dikelola dengan baik, rivalitas tersebut dapat menjadi konflik terbuka yang sangat berdampak terhadap kawasan,” ucap Retno.

Tuntutan terhadap Rusia mundur dari Ukraina

Sementara itu, dalam pernyataan bersama Jumat, menteri luar negeri dan pertahanan kedua negara sangat menyesalkan serangan Rusia terhadap Ukraina dan menuntut Rusia mundur secara penuh dan tanpa syarat dari wilayah Ukraina.

“Para menteri juga mengecam perang yang berkepanjangan dan menekankan hal itu menyebabkan penderitaan manusia yang luar biasa dan memperburuk kerapuhan yang ada dalam ekonomi global – menghambat pertumbuhan, meningkatkan inflasi, mengganggu rantai pasokan, meningkatkan kerawanan energi dan pangan, dan meningkatkan risiko stabilitas keuangan,” kata pernyataan bersama.

Mereka juga mendesak semua pihak untuk bekerja menuju penyelesaian damai melalui diplomasi.

“Tidak jadi proksi”

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan peningkatan kerja sama kedua negara tidak boleh menjadikan Indonesia sebagai proksi kepentingan Australia di kawasan, utamanya dalam isu AUKUS.

Indonesia, kata dia, harus menunjukkan hubungan dengan Australia tidak menabrak prinsip politik luar negeri bebas aktif.

“Meskipun diklaim sebagai bentuk perimbangan kekuatan demi stabilitas kawasan terkait agresivitas China, AUKUS justru berpotensi memicu ketegangan, eskalasi konflik dan yang paling nyata, meningkatnya perlombaan senjata di kawasan Indo-Pasifik,” kata dia.

Dia menyampaikan prioritas kerja sama kedua negara dalam kontra terorisme dan keamanan siber menunjukkan dua hal itu merupakan isu paling potensial meningkatkan kerentanan kedua negara, baik saat ini maupun masa depan.

“Australia harus mengakui mereka membutuhkan Indonesia yang memiliki pertahanan kokoh. Kerentanan Indonesia, yang secara geografis berada di sepanjang sisi utara wilayah Australia, tidak akan menguntungkan dan akan meningkatkan potensi ancaman bagi Australia,” ucap Khairul kepada BenarNews.

Senada dengan Khairul, pengamat Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman Agus Haryanto menilai skema 2+2 yang telah berjalan selama ini perlu ditingkatkan kepada kerja sama dalam keamanan siber yang meliputi keterbukaan informasi yang diperoleh oleh kedua negara untuk mengantisipasi tantangan keamanan di kawasan.

“Saat ini, keamanan siber menjadi perhatian penting, setelah sebelumnya kedua negara bekerja sama dalam pertahanan maritim. Keamanan yang kini perlu menjadi perhatian kedua negara adalah cybercrime dan cyberterrorism,” ujar Agus kepada BenarNews.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan agar kerja sama pertahanan kedua negara Australia harusnya difokuskan kepada latihan bersama, pertukaran prajurit, serta pelatihan-pelatihan militer dalam penggunaan teknologi modern.

“MoU masih belum fokus ke joint exercise layaknya Indonesia dengan AS,” ucap Hikmahanto kepada BenarNews.

Pengamat militer Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia, Beni Sukadis mengatakan yang masih kurang dalam kerja sama antara Australia dan Indonesia adalah melibatkan kelompok masyarakat sipil dalam penanganan soal keamanan dan terorisme.

“Padahal sebenarnya keterlibatan masyarakat sipil yang mengerti isu keamanan dan luar negeri merupakan salah satu kegiatan positif di masa lalu sehingga berbagai masalah bisanya lebih bisa ditangani secara koheren,” ucap Beni kepada BenarNews.

Nazarudin Latif di Jakarta berkontribusi dalam laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.