Kemlu: Indonesia Belum Berniat Jalin Hubungan Diplomatik dengan Israel

Media asing sebut AS menjanjikan Indonesia suntikan dana minimal $ 1 miliar jika membuka hubungan dengan Israel.
Ronna Nirmala
2020.12.23
Jakarta
Kemlu: Indonesia Belum Berniat Jalin Hubungan Diplomatik dengan Israel Presiden Joko “Jokowi” Widodo (kanan) berjabat tangan dengan Presiden Palestina, Mahmud Abbas, dalam KTT negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mengenai wilayah Palestina, di Jakarta, 7 Maret 2016.
AFP

Indonesia tidak berniat membuka hubungan diplomatik dengan Israel, kata Kementerian Luar Negeri Rabu (23/12), setelah media asing melaporkan bahwa Amerika Serikat telah membujuk Jakarta untuk menjalin hubungan dengan negara Yahudi itu dengan imbalan suntikan dana hingga lebih dari 1 miliar dolar. 

Dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg awal pekan ini, Kepala Eksekutif International Development Finance Corporation (DFC) Adam Boehler mengatakan Indonesia berpeluang mendapatkan dana bantuan tambahan paling sedikit $1 miliar (sekitar 14,25 triliun rupiah) jika pemerintah bersedia menjalin hubungan dengan Israel. 

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengaku telah mendengar berita soal penawaran AS itu, tapi menolak menjawab pertanyaan apakah proposal itu memang ada. 

“Ibu Menlu sudah sampaikan bahwa hingga saat ini tidak terdapat niatan Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel,” kata Faizasyah melalui pesan singkat. 

“Oleh karenanya tidak ada urgensi menanggapi artikel atau sinyalemen tersebut,” lanjutnya. 

Kepala DFC Boehler mengatakan dalam wawancara dengan Bloomberg bahwa pihaknya telah menyampaikan penawaran dana bantuan tambahan itu dengan pemerintah Indonesia. 

“Kami berdialog dengan mereka (Indonesia) perihal ini. Jika mereka siap, maka kami akan sangat senang untuk memberikan dukungan finansial,” kata Boehler, seperti dikutip Bloomberg.

Boehler menambahkan, dirinya meyakini bahwa AS selanjutnya yang akan dipimpin Presiden Terpilih Joe Biden juga akan tetap mendukung adanya kesepakatan normalisasi antara negara-negara Muslim dengan Israel.

Sementara itu, pejabat di Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi tidak bisa dihubungi untuk dimintai konfirmasi perihal dialog itu. 

Boehler berkunjung ke Indonesia untuk kedua kalinya pada bulan Oktober dan bertemu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan.

Dalam kunjungan pertamanya bulan Januari, Boehler menyatakan ketertarikan untuk berinvestasi di Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia yang akan dibentuk.

Pemerintah mengatakan SWF Indonesia akan menjadi instrumen penting bagi pengembangan infrastruktur di Indonesia, termasuk pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur.

Pekan lalu, Kemlu juga membantah laporan media Israel yang menyebut Indonesia siap menjalin hubungan diplomatik dengan Israel setelah beberapa negara di Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan dan Maroko, bersepakat menormalisasi hubungan dengan Tel Aviv. 

Jerusalem Post, mengutip sumber diplomatik yang tidak disebutkan namanya, melaporkan bahwa "Oman dan Indonesia bisa jadi negara berikutnya yang membuka hubungan diplomasi dengan Israel dalam beberapa pekan ke depan." 

Jerusalem Post mengatakan pembicaraan soal hubungan Indonesia dan Israel sudah pada tahap “maju” dan mungkin bisa diumumkan sebelum Presiden AS Donald Trump meninggalkan Gedung Putih pada 20 Januari.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi merespons laporan itu dengan menyatakan, “hingga saat ini tidak terdapat niatan Indonesia untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel,” dalam konferensi pers 16 Desember. 

“Dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina berdasarkan solusi dua negara dan parameter internasional lain yang telah disepakati secara konsisten akan tetap dijalankan,” kata Retno. 

Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel sebagai bentuk dukungan atas perjuangan Palestina melawan pendudukan dan terus mendesak penyelesaian konflik yang memuaskan kedua pihak.

Berselang beberapa hari setelah pernyataan Retno, Presiden Joko “Jokowi” Widodo melakukan komunikasi melalui sambungan telepon dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk menegaskan kembali dukungan Indonesia. 

Dilansir Middleeastmonitor.com, Jokowi menyampaikan bahwa di tengah situasi yang cepat berubah di Timur Tengah, Indonesia tidak akan mengambil langkah untuk menjalin hubungan dengan Israel sampai adanya kesepakatan perdamaian yang permanen dan komprehensif antara penduduk dua negara. 

Dalam percakapan itu Abbas juga menyampaikan apresiasinya atas dukungan Jakarta untuk Palestina dan penolakan untuk menjalin hubungan dengan Israel. 

Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmuddin membenarkan adanya komunikasi antara Jokowi dan Abbas, namun enggan menjelaskan lebih lanjut pembahasan lain yang dibahas dua pemimpin negara tersebut. 

Meski tidak memiliki hubungan diplomatik, namun Indonesia dan Israel telah menjalin sejumlah kerja sama—meski tidak melalui jalur resmi—di bidang perdagangan, pariwisata hingga keamanan sejak era Presiden Soeharto. 

The Diplomat mencatat Indonesia pertama kali menjalin kerja sama militer dengan Israel pada sekitar tahun 1970-an melalui pembelian senjata dan pertukaran informasi intelijen. Indonesia juga sempat mengirim anggota TNI untuk berlatih di Negara Zionis itu. 

Pada 2016, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendukung adanya peningkatan hubungan Indonesia dengan Israel melalui jalinan diplomatik yang lebih luas. Namun dukungan itu ditolak Indonesia selama kemerdekaan Palestina belum terwujud. 

‘Tidak normalisasi’ 

Teuku Rezasyah, pakar hubungan internasional dari Universitas Padjajaran di Bandung, menyatakan “rayuan” untuk menormalisasi hubungan Israel dan Indonesia yang disampaikan AS tidak tepat karena Indonesia sejak awal tidak pernah menjalin relasi apapun dengan negara itu. 

“Kita tidak pernah punya hubungan dengan Israel, normalisasi itu hanya berlaku misalnya untuk hubungan Indonesia dengan Cina yang pernah ‘dingin’ pada 1965. Jadi semantik yang digunakan itu salah dan cenderung berbahaya karena bisa disalahartikan oleh publik,” kata Rezasyah kepada BenarNews. 

Terkait penolakan Indonesia, Rezasyah menilai sikap itu sudah tepat mengingat tawaran yang disampaikan AS juga tidak memiliki konsep yang jelas apakah paket bantuan itu berbentuk utang, bantuan atau nilai proyek baru. 

“Lagipula Indonesia juga masih punya energi untuk mencari sumber-sumber pendapatan lain ketimbang nurut dengan tawaran itu,” lanjut Rezasyah. 

Dirinya melanjutkan, langkah apapun yang diambil Indonesia untuk sedikit saja mendukung Israel akan berbahaya bagi kestabilan politik saat ini. 

“Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, kata ‘Israel’ itu akan menjadi begitu sensitif. Sementara Pemerintahan Jokowi sekarang sedang gencar-gencarnya berupaya mengembalikan kepercayaan publik akibat pandemi dan masalah korupsi,” ujarnya. 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.