Indonesia, Boeing teken kesepakatan pembelian 24 jet tempur F-15EX

Anggaran Kementerian Pertahanan dalam RAPBN 2024 senilai Rp135,45 triliun terbesar kedua setelah Kementerian Pekerjaan Umum.
Arie Firdaus dan Tria Dianti
2023.08.22
Jakarta
Indonesia, Boeing teken kesepakatan pembelian 24 jet tempur F-15EX Foto handout dari Boeing ini memperlihatkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (tengah) berpose dengan tim dari perwakilan Pemerintah Indonesia dan Boeing saat mengunjungi fasilitas Boeing F-15EX di St. Louis, Missouri, Amerika Serikat, pada 21 Agustus 2023.
Eric Shindelbower/Boeing/AFP

Pemerintah Indonesia meneken nota kesepahaman komitmen dengan Boeing untuk pembelian 24 pesawat tempur mutakhir F-15EX sebagai upaya memperbarui armada angkatan udara yang sudah menua.

Rencana Indonesia untuk membeli F-15 versi yang paling canggih didukung oleh Departemen Luar Negeri AS pada tahun lalu dan sekarang tergantung pada persetujuan pemerintah Amerika Serikat, proses yang bisa memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Penandatanganan nota kesepahaman dilakukan di fasilitas perakitan pesawat tempur Boeing di St. Louis, Amerika Serikat pada Senin (21/8) waktu AS, disaksikan langsung Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

"Kami bangga mengumumkan komitmen kami untuk pengadaan pesawat tempur F-15EX yang penting bagi Indonesia," kata Prabowo dalam keterangannya dikutip dari situs Boeing.

"Pesawat tempur canggih ini akan melindungi dan mengamankan negara kita dengan kemampuan canggihnya."

Penandatanganan kesepahaman ini merupakan tindak lanjut pertemuan Prabowo dengan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd J. Austin III di Jakarta pada November 2022.

Kala itu seusai pertemuan dengan Austin, Prabowo mengatakan bahwa pembelian jet tempur F-15 dari Boeing telah memasuki tahap akhir lantaran Boeing telah menyetujui tawaran finansial yang diajukan Indonesia dan tinggal menunggu persetujuan akhir dari pemerintah.

Tahun lalu, Austin memberi sinyal bahwa Washington berpotensi menyetujui penjualan jet tempur tersebut dengan alasan "dapat meningkatkan interoperabilitas" kedua negara.

Wakil Presiden dan Manajer Program Boeing Fighters, Mark Sears, mengatakan penandatanganan nota kesepahaman ini merupakan bentuk komitmen Boeing dalam mendukung keamanan internasional bersama sekutu dan mitra Amerika Serikat di seluruh dunia.

"Kami telah menginvestasikan keahlian bertahun-tahun untuk mengembangkan kemampuan F-15EX. Tidak ada pesawat tempur lain seperti F-15 di dunia, dan platform ini akan menempatkan Indonesia pada kemampuan dominasi udara teratas," kata Sears yang mewakili Boeing dalam penandatanganan tersebut.

F-15EX merupakan varian terbaru dari seri F-15 yang diklaim Boeing memiliki beragam keunggulan, antara lain, dapat mengangkut senjata lebih banyak --mencapai 13 ribu kilogram, mesin yang dapat membuat pesawat melaju lebih cepat , dan dilengkapi radar yang dapat melacak target lebih akurat.

Boeing mengatakan struktur pesawait ini juga membuat pesawat memiliki umur pelayanan lebih panjang --hingga 20 ribu jam terbang.

Dengan penandatanganan kesepahaman ini, Indonesia berpotensi menjadi negara kedua di Asia Tenggara yang bakal mengoperasikan F-15, setelah Singapura.

Merujuk data Flight Global, negara tetangga tersebut kini memiliki 100 unit F-15, dengan rincian 40 di antaranya varian F15SG dan sisanya F-15C/D.

Penandatanganan pembelian 24 jet tempur ini merupakan upaya terbaru Prabowo meremajakan alat persenjataan Indonesia.

Pada awal bulan ini, Kementerian Pertahanan juga telah meneken kontrak pembelian 12 unit pesawat nirawak (Unmanned Aerial Vehichle/UAV) ANKA yang diproduksi Turkish Aerospace dengan nilai mencapai US$300 juta.

Pesawat nirawak tersebut akan diserahkan dalam tiga gelombang, yakni enam untuk Angkatan Udara, tiga untuk Angkatan Darat, dan tiga untuk Angkaran Laut.

Prabowo juga telah meneken kontrak pembelian enam pesawat tempur Rafale dari Prancis pada 10 Februari 2022 dan berencana mendatangkan 36 pesawat itu dalam lima tahun ke depan, serta menandatangani kontrak pembelian dua kapal selam Scorpene.

Pada Juni, pemerintah juga mengumumkan pembelian 12 pesawat tempur Mirage bekas buatan Prancis dari Qatar.

Pakar Keamanan dan Militer Universitas Indonesia, Arie Afriansyah, mengatakan Indonesia perlu membeli persenjataan dari beberapa negara produsen yang berbeda.

"Setiap beli senjata ke pihak manapun, maka negara penjual akan tahu kelemahan kita. Seperti AS tahu kelemahan yang kita punya, membeli pesawat Rusia maka Rusia tahu kelemahan kita, dan Prancis juga tahu kelemahan kita,” kata Arie kepada BenarNews.

Perihal sama diutarakan Peneliti Keamanan dan Militer dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Haripin yang menyebut negara produsen dapat sewaktu-waktu menetapkan embargo yang dapat melemahkan persenjataan Indonesia.

Walhasil, terang Haripin, langkah membeli persenjataan dari banyak negara sebagai keputusan tepat.

"Pemerintah Amerika kan bisa menetapkan embargo andai negara pembeli melanggar ketentuan penggunaan alutsista (alat utama sistem pertahanan)," ujar Haripin kepada BenarNews.

Salah satu ketentuan penggunaan alat pertahanan Amerika, terang Haripin, adalah larangan kepada pembeli untuk menggunakan jet tempur dalam konflik domestik.

"Ada larangan memakai F-16 dan F-5 saat konflik dengan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dulu," lanjutnya.

Modernisasi persenjataan memang menjadi salah satu fokus militer Indonesia sejak 2010, saat pencanangan minimum essential force (MEF), atau kebutuhan minimum pertahanan nasional.

Pemerintah dan Dewan Perwakilan rakyat menetapkan MEF sebesar 70 persen pada 2024. Per 2022 target tersebut telah mencapai 61,48 persen.

Kementerian Pertahanan sendiri merupakan lembaga dengan belanja anggaran kedua terbesar pada Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2024, mencapai Rp135,45 triliun --di bawah Kementerian Pekerjaan Umum mencapai Rp146 triliun.

Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyambut baik kebijakan pembelian F-15EX dari Amerika Serikat karena jet tempur tersebut dapat melengkapi persenjataan Indonesia yang kini masih jauh dari standar minimal.

"Capaian (MEF) kita kan memang cenderung stagnan akibat pandemi COVID-19. Jadi, saya pikir akusisi F-15EX ini mendesak," kata Fahmi kepada BenarNews, seraya menilai persetujuan akhir dari Pemerintah Amerika Serikat untuk finalisasi pembelian tidak akan sulit didapat Indonesia.

"Persetujuan prinsip dari Pemerintah Amerika kan sudah kita pegang tahun lalu. Jadi, sepanjang pembayaran sudah dilakukan Kementerian Keuangan, kontrak akan berjalan efektif."

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.