Indonesia dan China Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Ekonomi
2016.09.02
Jakarta
Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang mengawali agenda lawatan ke China mengadakan pertemuan dengan Presiden Xi Jinping di West Lake State Guest House, Kota Hangzhou, Jumat, 2 September 2016.
Siaran pers Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden (Setpres), Bey Machmudin, yang diterima BeritaBenar Jumat malam menyebutkan bahwa dalam pertemuan sekitar 30 menit, kedua kepala negara sepakat untuk meningkatkan kerja sama bidang ekonomi. Tidak disebutkan apakah masalah Natuna dan Laut China Selatan juga dibicarakan.
Jokowi dan rombongan berada di Hangzhou untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang diselenggarakan pada 4 dan 5 September 2016.
Kepada Xi, Jokowi menekankan bahwa China ialah mitra sangat penting dalam berbagai bidang bagi Indonesia. Ia yakin pertemuan itu semakin memperkuat kerja sama bilateral antara Indonesia dan China.
"Dalam pertemuan pleno ini saya ingin memfokuskan pembahasan mengenai kerja sama ekonomi. Saya ingin menekankan bahwa China ialah mitra penting Indonesia. Saya yakin China juga memandang Indonesia sebagai mitra strategis yang penting," ucap Jokowi, yang didampingi sejumlah menteri kabinet.
Usai pembicaraan bilateral tersebut, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyebutkan, pertemuan berlangsung akrab dan sangat produktif.
"Presiden (Jokowi) adalah tamu pertama yang diterima oleh Presiden Xi," ujar Retno.
Kesepakatan
Retno menjelaskan, kedua negara membahas kemitraan bidang ekonomi. Setidaknya ada tiga hal yang disepakati kedua negara di bidang kerja sama ekonomi.
"Pertama adalah upaya meningkatkan perdagangan. Terutama isunya adalah bagaimana kita bisa mengupayakan mempersempit gap defisit perdagangan kita dengan China,” jelasnya.
Seperti diketahui bahwa ekspor buah tropis dari Indonesia ke China merupakan upaya pemerintah yang sejak lama sudah diperjuangkan. Untuk dapat memasuki pasar China, sangat banyak standar dan aturan harus dipenuhi. Selain itu, proses registrasi di China memakan waktu cukup lama.
"Tadi Presiden Xi sudah mengatakan beliau akan mendorong agar impor Indonesia untuk buah-buah tropis akan dipermudah. Dengan demikian maka defisit perdagangan akan dapat dipersempit," imbuh Retno.
Kesepakatan kedua yang dicapai adalah mengenai investasi. Jokowi dan Xi, kata Retno, punya pandangan yang sama soal peningkatan investasi kedua negara, terutama di bidang manufaktur dan infrastruktur.
Sedangkan kesepakatan ketiga, mengenai pariwisata. Xi menyampaikan bahwa ia akan mendorong masyarakat China untuk berkunjung ke Indonesia.
Selain itu, Retno menambahkan Indonesia dan China sepakat untuk memperpanjang kerja sama Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA) selama tiga tahun ke depan.
Kerja sama tersebut telah dimulai sejak 2013 dan akan berakhir pada 2016 yang nilainya sebesar USD100 miliar. Karenanya, pemerintah Indonesia menegosiasikan ulang agar kerja sama itu dapat dilanjutkan hingga 2019 dengan nilai sebesar USD130 miliar.
Natuna dan Laut China Selatan
Bey dalam rilisnya tidak menyebutkan kalau Jokowi dan Xi juga membicarakan masalah pencurian ikan yang sering dilakukan kapal-kapal China di perairan Natuna. Dia juga tak menyinggung apakah kedua kepala negara ikut membahas kemelut Laut China Selatan, yang sempat menimbulkan ketegangan di kawasan.
Pakar Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, menyayangkan bila benar Jokowi tidak memanfaatkan kesempatan untuk membahas masalah perairan Natuna dengan Xi.
“Iya sayanglah karena sebenarnya bisa jadi momentum,” ujarnya kepada BeritaBenar.
“Tapi Presiden mungkin punya strategi lain. Siapa tahu tidak dibicarakan, tapi perilaku China menghormati ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia di perairan Natuna.”
Retno kepada wartawan di Jakarta, Senin, 29 Agustus 2016 lalu, menyatakan soal Laut China Selatan akan muncul dalam pembicaraan kedua kepala negara.
“Kalau misalnya muncul isu itu, saya kira dari pihak China juga sudah memahami posisi Indonesia seperti apa,” ujarnya.
Menurut Hikmahanto, mengangkat isu Natuna dalam pertemuan bilateral dengan Xi merupakan kesempatan emas karena China terus mengklaim sembilan garis putus-putus dan perairan Natuna sebagai wilayah tradisional penangkapan ikan mereka.
“China sering melanggar ZEE Indonesia. Ini saatnya Indonesia mengambil peran untuk mempertegas kembali,” katanya, “rakyat Indonesia bisa marah dan menolak investasi China kalau China terus bermain api di perairan Natuna.”
Pendapat senada dikatakan pakar hukum Internasional UI, Melda Kamil Ariadno yang mengatakan Indonesia bisa mempertegas agar China menghormati hak berdaulat Indonesia di perairan Natuna.
“Kerja sama ekonomi, sosial dan budaya tetap berjalan tapi tak saling mengusik wilayah kedaulatan, termasuk perairan Natuna,” ujarnya.
Menurut Melda, cara paling strategis untuk menekan China adalah melihat hal paling utama dalam hubungan internasional Negara Tirai Bambu itu, yaitu dalam perdagangan.
“Jika China tidak mematuhi hukum laut internasional, negara berkepentingan dalam perdagangan bisa menyetop kepentingan ekonomi dengan China. Kalau kita berhenti gunakan barang China, kan mereka juga rugi,” tegasnya.
Anggota Komisi 1 DPR RI, Dimyati Netakusumah mengatakan kunjungan Jokowi ke China sebaiknya dimanfaatkan untuk menjalin komunikasi yang baik dengan China.
“Saya kira baiknya isu Laut China Selatan diselesaikan dengan diplomasi positif, tidak melulu adu kekuatan. Melawan China itu, tidak mungkin,” katanya.
Secara konkrit, menurut Dimyati, ZEE di perairan Natuna merupakan milik Indonesia dan sembilan garis putus yang diklaim China sudah dinyatakan tidak sah oleh pengadilan internasional.