Meningkatnya Kerja Sama di Tengah Menjaga Kedaulatan dari Klaim Teritorial Beijing

Analis mengatakan hubungan keduanya tidak akan mengganggu kerja sama Indonesia dengan negara besar lainnya.
Ronna Nirmala & Tria Dianti
2021.06.18
Jakarta
Meningkatnya Kerja Sama di Tengah Menjaga Kedaulatan dari Klaim Teritorial Beijing Foto tertanggal 13 Januari 2021 dan dirilis pada 14 Januari oleh Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenkomarves) Indonesia menunjukkan Menteri Luar Negeri China Wang Yi (ketiga dari kanan) berbicara saat menghadiri pertemuan dengan Menkomarves Luhut Pandjaitan di Parapat, di daerah Danau Toba, Sumatra Utara, untuk membahas kerjasama investasi.
Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi

Dengan semakin meningkatnya hubungan dengan Cina, Indonesia berusaha untuk mencapai keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan masalah kedaulatan di tengah klaim teritorial dari Beijing di wilayah Laut Cina Selatan, demikian para analis.

Awal bulan ini Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Wang Yi di Guiyang, Cina, untuk menandatangani lima kesepakatan peningkatan kerja sama yang meliputi sektor infrastruktur, kemaritiman, hingga investasi.

Pertemuan Luhut dan diplomat nomor satu Beijing itu adalah yang kedua kalinya pada tahun ini, setelah kunjungan Wang Yi ke Danau Toba, Sumatra Utara, pada Januari.

Peneliti senior politik internasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dewi Fortuna Anwar, menyebut pandemi COVID-19 menjadi momentum Indonesia-Cina yang semakin erat.

Setelah kota Wuhan dilanda wabah virus corona di awal pandemi, Indonesia mengirimkan bantuan sebagai wujud solidaritas, yang dibalas oleh Cina ketika virus tersebut merebak di Indonesia beberapa bulan kemudian, kata Dewi.

“Dan saat ini, ketika nasionalisme vaksin dilakukan oleh beberapa negara produsen, Cina cukup terbuka untuk membagi vaksinnya. Good will ini yang kemudian membangun kepercayaan,” kata Dewi kepada BenarNews.

Pada bulan Februari lalu konglomerat Chairul Tanjung dalam sebuah acara bisnis daring menanyakan kepada Menteri Luhut Pandjaitan, “Sekarang semua itu terkesan dari Cina. Vaksin dari Cina, investment dari Cina, dan Pak Luhut quote on quote karena kedekatan tadi hubungan, dianggap komandannya.”

Menanggapi komentar Chairul tersebut, Luhut menjelaskan bahwa Cina tidak mendapat perlakuan khusus dan semua investasi yang masuk harus memenuhi kriteria yang ditetapkan pemerintah Indonesia.

"Tidak ada mereka (Cina) yang mengatur," tegasnya.

Investasi berkembang

Cina memang bukan penanam modal terbesar di Indonesia. Data terakhir Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat Cina tidak pernah berada di posisi pertama dalam kategori itu sejak tahun 1967. Namun, investasi Cina di Indonesia konsisten berkembang, bahkan hingga hampir dua kali lipatnya dari $2,4 miliar pada 2017 menjadi $4,7 miliar pada 2018.

Hinga pada tahun 2021 ini, investasi Cina di Indonesia menduduki tempat kedua setelah Singapura. Cina sempat menggeser kedudukan Singapura hanya pada kuartal terakhir tahun 2019, untuk kemudian kembali berada di posisi kedua pada awal 2020 demikian menurut catatan BKPM.

Selain berinvestasi, Cina juga aktif mendanai proyek infrastruktur di Indonesia yang sejalan dengan ambisi Belt and Road Initiative (BRI), termasuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang diharapkan selesai tahun depan.

Saat kunjungan Wang Yi ke Jakarta pada Januari 2021, proposal Cina untuk melakukan studi pembangunan proyek Bendungan Lambakan di dekat lokasi calon ibu kota baru di Kalimantan Timur senilai U.S.$400 juta juga disepakati Indonesia.

Juru Bicara Menkomarves Jodi Mahardi mengatakan pemerintah tak hanya mengincar kucuran dana saja dari Cina, melainkan juga transfer ilmu pengetahuan dan teknologi yang berguna untuk pembangunan kapasitas manusia.

“Harus ada nilai lebih yang bisa diambil dari setiap investor yang masuk. Dan kita juga beruntung bisa belajar banyak dari Cina,” kata Jodi kepada BenarNews.

Kesepakatan investasi itu terjadi walaupun beberapa tahun terakhir ini terkadang terjadi konflik antara Badan Keamanan Laut (Bakamla) Indonesia dan kapal-kapal penjaga pantai Cina atas hak maritim di perairan Kepulauan Natuna bagian utara yang menjadi milik Indonesia yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan.

Pada Januari 2020, Indonesia mengirim kapal perang dan jet tempur ke wilayah perairan itu setelah puluhan kapal penangkap ikan Cina yang dikawal oleh penjaga pantai dari negara tersebut memasuki zona ekonomi eksklusif Indonesia. China bersikeras bahwa daerah itu adalah daerah penangkapan ikan tradisionalnya.

Jakarta juga telah mengajukan protes kepada Beijing atas apa yang disebutnya perlakuan seperti budak terhadap para pekerja asal Indonesia di kapal-kapal penangkap ikan Cina. Setidaknya 16 pelaut Indonesia yang bekerja di kapal penangkap ikan Tiongkok meninggal sejak akhir 2019, menurut pihak berewenang.

Bukan hal unik

Yose Rizal Damuri, Kepala Departemen Ekonomi Center Strategic and International Studies (CSIS), mengatakan Cina berada pada posisi menanamkan investasi lebih besar lagi ke sejumlah negara.

“Sekarang Cina pada posisi perekonomian yang sudah mature sehingga mereka berekspansi dengan melakukan apa yang dilakukan Jepang pada tahun 70-an,” kata Yose kepada BenarNews.

“Jika sepuluh tahun belakangan mereka lebih berinvestasi ke sumber daya alam, sekarang arahnya membuat basis produksi di negara tujuan. Jika Indonesia bisa mengambil potensi itu, maka ini akan sangat menguntungkan.”

Meski Indonesia selalu mengalami defisit perdagangan dengan Cina, namun Beijing tetap menjadi mitra dagang terbesar Jakarta. Pada 2020, defisit perdagangan Indonesia dengan Cina tercatat mengecil dari U.S.$9,6 miliar pada 2019 menjadi U.S.$3,2 miliar.

Kementerian Perdagangan mencatat peningkatan ekspor batu bara ke Cina sampai 74 persen berkontribusi untuk itu.

Yose dari CSIS menambahkan, meningkatnya hubungan ekonomi tidak mengartikan bahwa Indonesia akan semakin memiliki ketergantungan ke Cina. “Investor terbesar kita Singapura, lalu kemarin juga Jepang. Apakah kemudian kita ketergantungan dengan dua negara ini? Itu yang juga akan terjadi dengan Cina,” kata Yose.

“Memang kondisi geopolitik bisa memengaruhi aktivitas ekonomi, tapi kebalikannya dari itu kecil kemungkinannya.”

Muhammad Arif, pakar hubungan Indonesia-Cina di Universitas Indonesia, mengatakan hubungan yang terjalin antardua negara dengan populasi tinggi di Asia ini bukan sesuatu yang unik, lantaran semua negara di kawasan juga memiliki kepentingan serupa.

“Negara aliansi AS sekalipun seperti Australia dan Jepang juga melakukan hal itu, mereka berkepentingan untuk punya kerjasama dengan Cina. Jadi tidak ada yang spesial dengan kedekatan hubungan kerja sama dengan Cina,” kata Arif kepada BenarNews.

Hubungan dengan AS

Arif dari Universitas Indonesia melanjutkan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan oleh negara mitra lain dengan kedekatan ini, terutama bagi Amerika Serikat (AS) yang saat ini tengah berlomba dengan Cina merebut pengaruh di kawasan.

“Membaiknya hubungan Indonesia-Cina akan membuat power Indonesia menjadi lebih kuat dari segi ekonomi maupun politik,” ujar Arif, “karena dengan Indonesia menjadi kuat, maka Indonesia bisa menjadi kekuatan penyeimbang di kawasan.”

Direktur Eksekutif CSIS Rizal Sukma menekankan, pada dasarnya Indonesia tidak pernah menutup pintu untuk AS selama Washington serius membangun hubungan dengan negara terbesar di Asia Tenggara ini.

“Mereka perlu terlibat lebih, terutama di sektor ekonomi. Tidak perlu ikut membangun infrastruktur karena kita mungkin akan lebih tertarik bekerja sama dengan Jepang, Cina atau Korea Selatan,” kata Rizal.

Juru bicara Menkomarves, Jodi, menolak anggapan bahwa pemerintah lebih mengutamakan menjalin kerja sama dengan Cina ketimbang negara lain.

“Kita pada dasarnya terbuka untuk investor dari mana saja, termasuk dengan AS. Kemarin kita juga dapat investasi dari UAE. Semua investor yang mendukung pembangunan pasti kita terbuka,” kata Jodi, merujuk pada Uni Emirat Arab.

Menyeimbangkan keamanan

Dewi Fortuna dari LIPI mengatakan upaya untuk menciptakan ekosistem yang baik dalam bidang kerja sama non-keamanan perlu dilakukan Indonesia, “karena keamanan itu non-negotiable, tidak akan bisa di-trade off. Indonesia tidak akan menjual daerahnya atau membiarkan pihak-pihak luar menganggu kedaulatan.”

Dengan baiknya hubungan Indonesia dengan Cina di bidang ekonomi, lanjut Dewi, maka hal ini mampu menyeimbangkan situasi keamanan yang berpotensi menimbulkan pertikaian.

Direktur Eksekutif Verve Research, Natalie Sambhie, mengatakan hubungan dengan Cina dan sikap di Laut Natuna konsisten dengan apa yang selama ini telah dilakukan, untuk menyeimbangkan kekhawatiran akan kedaulatan dan kepentingan ekonomi.

“Walaupun pengambil kebijakan (Indonesia) sadar pelanggaran wilayah oleh Cina berdampak pada menyusutnya kepercayaan nasional dan bahkan kedaulatan, mereka juga sadar bahwa mereka memiliki keterbatasan untuk melawan,” ujarnya kepada BenarNews.

Upaya untuk seimbang juga tercermin dari insiden tenggelamnya KRI Nanggala-402 akhir April di perairan Bali, di mana armada militer dari Australia, India, Singapura, dan AS terlibat dalam misi pencarian.

“Setelah itu, Jakarta memberi Beijing peran dalam operasi pengangkatan,” kata Sambhie.

Meningkatnya hubungan Indonesia dan Cina juga membawa risiko besar, kata Aristyo Rizka Darmawan, dosen hukum internasional di Universitas Indonesia, dalam tulisannya di Fulcrum, situs milik ISEAS – Yusof Ishak Institute di Singapura.

“Misalnya, banyak pengamat mengkritik Indonesia—negara Muslim terbesar di dunia—karena kurang tanggap terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang terhadap kelompok etnis minoritas Muslim Uighur,” ujarnya.

“Singkatnya, politik luar negeri Indonesia boleh didorong oleh kepentingan ekonomi dan pertimbangan transaksional. Tetapi Jakarta harus berhati-hati dalam pendekatannya ke Cina dan juga berusaha untuk menyeimbangkan hubungan yang semakin baik dengan Beijing dengan mengusahakan hubungan yang lebih dalam dengan negara besar lainnya yang punya kepentingan di Indo-Pasifik,” pungkasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.