Indonesia desak Dewan Keamanan PBB setop perang Israel-Hamas
2023.10.25
Jakarta

Indonesia mendesak Dewan Keamanan PBB untuk segera menghentikan perang antara kelompok militan Hamas, Palestina, dan Israel di Jalur Gaza dan segera mengatasi krisis kemanusiaan yang terjadi.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan setiap detik yang terbuang tanpa ada aksi nyata akan berdampak mengerikan bagi warga Palestina di Gaza.
"Saya ingatkan Dewan Keamanan (PBB) punya tanggung jawab besar untuk menjaga perdamaian dan keamanan, serta tidak membiarkan perang berkepanjangan atau justru membantu salah satu pihak melanjutkan perang," ujar Retno dalam High Level Open Debate PBB membahas situasi di Timur Tengah pada Selasa (24/10) di New York.
“Kita melihat bencana kemanusiaan. Kejahatan kemanusiaan sedang terjadi saat ini. Apa kita akan diam saja,” ujar Retno.
Dewan yang beranggotakan 15 negara itu – lima di antaranya termasuk Amerika Serikat dan Rusia, memiliki hak veto – sejauh ini gagal menghasilkan resolusi yang akan akhiri kekerasan.
Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis, yang merupakan sekutu Israel pekan lalu memveto usulan resolusi yang didukung oleh 12 anggota lainnya. Alasannya, resolusi tersebut tak memberikan hak Israel untuk membela diri.
Resolusi yang dirancang Rusia sebelumnya juga ditolak. Hampir 90 negara masuk dalam daftar pembicara dalam debat ini termasuk 30 menteri luar negeri dan petinggi negara lainnya.
Pada 13 Oktober, Rusia mengusulkan rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai konflik Israel-Hamas yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan dan mengutuk kekerasan terhadap warga sipil dan semua tindakan terorisme, menurut Reuters.
Rancangan resolusi tersebut juga menyerukan pembebasan sandera, akses bantuan kemanusiaan dan evakuasi aman bagi warga sipil yang membutuhkan.
Ini merupakan debat terbuka pertama Dewan Keamanan PBB mengenai perang Israel-Hamas di Gaza yang meletus sejak 7 Oktober, ketika Hamas melancarkan serangan mendadak terhadap kota-kota di Israel dan menewaskan lebih dari 1.400 orang dan menyandera lebih dari 100 orang lainnya, termasuk anak-anak.
Israel kemudian membalas dengan pemboman tanpa henti di Gaza, melakukan pengepungan total dan memutus akses terhadap listrik, air, makanan dan bahan bakar.
Kementerian Kesehatan Gaza pada Rabu (25/10), seperti dilansir Al-Jazeera, menyampaikan jumlah warga Palestina tewas akibat serangan udara Israel ke Jalur Gaza sejak 7 Oktober bertambah menjadi 5.791 orang dan 15.273 lainnya luka.
Sebagian besar dari korban merupakan warga sipil yang terdiri dari 2.055 anak-anak dan 1.119 perempuan, ungkap kementerian tersebut. Sementara, total 6.190 orang Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza terbunuh sejak 1 Januari.
Menurut Retno, serangan yang dilakukan terhadap rumah sakit, tempat ibadah, dan penghentian pasokan air, bahan bakar dan pengusiran warga Gaza saat ini sama halnya seperti hukuman kolektif.
“Kapan dewan keamanan PBB akan menghentikan perang di Gaza, mewujudkan gencatan senjata, membuka akses terhadap bantuan kemanusiaan, menyerukan pembebasan warga sipil, dan menghentikan pendudukan ilegal oleh Israel?” ujar Retno, “berapa banyak lagi nyawa harus dikorbankan sebelum dewan keamanan ini mengambil langkah?”
Minta dukungan organisasi global
Retno menegaskan Indonesia akan berupaya memobilisasi dukungan internasional untuk aksi nyata penghentian kekerasan di Palestina, dengan meminta anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), ASEAN, dan anggota D-8 yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Pakistan, Turki, Nigeria, Iran, Bangladesh dan Mesir.
“Indonesia menyerukan kesatuan suara untuk mendesak dihentikannya kekerasan dan fokus pada isu bencana kemanusiaan,” kata dia.
Menurut dia, diam di tengah desingan peluru dan ledakan roket yang memekakkan telinga adalah sangat mengerikan.
“Dukungan mutlak terhadap salah satu pihak telah memicu penggunaan kekerasan yang tidak proporsional, pelanggaran hukum humaniter internasional, dan impunitas,” kata dia.
“Lebih dari 2 juta nyawa warga Gaza terancam karena tidak adanya akses terhadap kebutuhan dasar. Konvoi bantuan kemanusiaan terkendala dan terancam oleh baku tembak. DK harus segera mendesak akses bantuan kemanusiaan yang aman dan lancar serta penghormatan terhadap hukum humaniter internasional,” kata Retno.
Dia menambahkan Dewan Keamanan PBB memiliki kekuatan besar sehingga wajib untuk mengatasi situasi keamanan di Gaza dan akar masalahnya, serta memastikan terwujudnya solusi dua-negara.
“Tolong gunakan kekuatan besar Anda untuk kemanusiaan. Warga Palestina berhak memperoleh hak dan perlakuan yang setara. Kita semua manusia. Kita semua berhak memiliki rumah. Kita harus tolak pengusiran warga Palestina. Jangan sampai tragedi 1948 kembali terjadi,” kata Menteri Retno.
Wakil Tetap Indonesia untuk PBB, Arrmanatha Nasir menjelaskan bahwa Indonesia juga meminta dukungan sejumlah negara dalam upaya penyelesaian perang di Gaza termasuk 9 negara untuk meminta Presiden Majelis Umum PBB melakukan emergency special session.
Kesembilan negara itu terdiri dari Bangladesh, Kamboja, Laos, Indonesia, Timor Leste, Maladewa, Brunei Darussalam, Vietnam dan Malaysia.
“Konsultasi informal sudah dijalankan untuk mendorong setidaknya ada gencatan senjata dan dibukanya akses kemanusiaan,” kata dia dalam jumpa pers dalam jaringan di Jakarta, Selasa malam.
Pihaknya juga telah melakukan pembicaraan langsung termasuk dengan negara China, Jepang, Malta, Inggris dan lainnya untuk penghentian perang di sana.
Selain di Dewan Keamanan PBB, Indonesia juga mengupayakan isu ini agar terus dibahas di berbagai sidang termasuk sidang Majelis Umum PBB agar mendapatkan perhatian politik.
“Dalam setiap pernyataan kami selalu mengangkat isu Palestina tak hanya di DK PBB tapi di majelis umum PBB untuk memberikan “political visibility”,”kata dia.
Namun demikian, ujar dia, keputusan di dewan keamanan PBB lebih utama diupayakan karena sifatnya lebih mengikat secara hukum (legally binding) dan harus diterapkan oleh seluruh anggota Dewan Keamanan PBB.
Sementara , kata dia, keputusan diambil dalam majelis umum PBB tidak bersifat mengikat dan lebih kepada forum politis sehingga keputusan diambil berdasarkan keterikatan moral.
“Sehingga 193 negara yang terdaftar di majelis umum PBB tidak punya kewajiban untuk menerapkan ketetapan itu, hanya moral saja,” kata dia.
Kecaman juga datang dari enam organisasi di Asia Tenggara yang mengutuk pembunuhan jurnalis dan warga sipil lainnya tanpa mendapat hukuman.
Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) memandang hal ini sebagai pelanggaran mendasar terhadap hukum hak asasi manusia dan kemanusiaan internasional, termasuk Konvensi Jenewa.
CPJ melaporkan sedikitnya 23 jurnalis tewas dalam operasi pada 7 hingga 23 Oktober.
Jurnalis yang terbunuh terdiri dari 19 warga Palestina, tiga warga Israel, dan satu warga Lebanon. Sementara itu, puluhan jurnalis terluka, dilaporkan hilang, atau ditahan.
“Kami menyerukan kepada semua pihak yang terlibat dalam operasi tersebut untuk menghentikan pembunuhan dan serangan terhadap semua warga sipil termasuk jurnalis yang bekerja di Jalur Gaza, demikian pernyataan yang dikeluarkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Association Journalist Timor Leste (ATJL), Cambodian Journalists Alliance Association (CamboJA), Centre for Independent Journalism (CIJ), Gerakan Media Merdeka Malaysia (GeramM) dan National Union of Journalists of the Philippines (NUJP)