Lawatan Marcos di Jakarta, Indonesia-Filipina perkuat kerjasama keamanan

Marcos sebut perjanjian perbatasan laut dengan Indonesia bisa dijadikan model dalam menyelesaikan sengketa maritimnya dengan Beijing.
Tria Dianti, Jojo Riñoza, dan Basilio Sepe
2022.09.06
Jakarta dan Manila
Lawatan Marcos di Jakarta, Indonesia-Filipina perkuat kerjasama keamanan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. (kedua dari kanan) dan istrinya Louise Araneta-Marcos (kanan) berbincang dengan Presiden Indonesia Joko Widodo (ketiga dari kiri) dan Iriana Joko Widodo dalam pertemuan mereka di Istana Kepresidenan di Bogor, Jawa Barat, 5 September 2022.
[Antara Foto/Sigid Kurniawan/via Reuters]

Presiden Ferdinand Marcos Jr. mengakhiri kunjungan kenegaraannya di Indonesia pada Selasa (6/9), di mana ia dan Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyepakati diperkuatnya hubungan pertahanan dan keamanan bilateral, sementara keduanya juga menekankan pentingnya peran sentral ASEAN dalam “periode geopolitik yang amat bergejolak” di kawasan.

Dalam pernyataan pers bersama, Marcos menekankan hubungan kedua negara yang telah berlangsung lama.

Walaupun secara resmi kedua negara tahun ini merayakan 75 tahun hubungan diplomatik mereka, Marcos menekankan bahwa “hubungan kami lebih jauh dari itu karena kami menganggap orang Indonesia bukan hanya tetangga, bukan hanya teman, tetapi kerabat.”

“Saya yakin telah membuat pilihan yang tepat untuk datang ke Jakarta sebagai kunjungan kenegaraan pertama saya sebagai presiden Filipina, dan saya percaya bahwa ini hanyalah awal dari banyak hal yang akan dilakukan antara Indonesia dan Filipina,” katanya.

Kerjasama pertahanan keamanan

Dalam kesempatan itu Presiden Jokowi menekankan penghargaan pada penandatanganan Perjanjian Kerjasama Bidang Pertahanan dan Keamanan kedua negara.

“Di bidang pertahanan dan keamanan, kami mendorong penguatan kerja sama dan keamanan perairan di wilayah perbatasan,” ujar Jokowi.

Indonesia dan Filipina juga menandatangani perjanjian untuk meningkatkan keamanan di sepanjang perbatasan bersama mereka.

“Kami sepakat untuk meninjau dua perjanjian keamanan perbatasan agar tetap relevan bagi penduduk yang tinggal di perbatasan,” kata Jokowi merujuk pada Revisi Perjanjian Perbatasan dan Perjanjian Patroli Perbatasan.

"Saya senang kita telah memperbarui Kesepakatan Kerja Sama Trilateral (TCA) antara Indonesia, Filipina, dan Malaysia karena sangat penting dalam mengamankan jalur perairan dari ancaman penyanderaan dan penculikan," kata Jokowi.

Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia, sebuah LSM yang bertujuan memberikan perlindungan kepada nelayan di Tanah Air, Mohammad Abdi Suhufan, menilai diperbaruinya kerja sama perairan perbatasan tersebut sangat penting dilakukan untuk mengurangi kejahatan maritim di perbatasan ketiga negara.

“Bagi Indonesia, patroli dilakukan untuk lebih meningkatkan perlindungan warga Indonesia di perbatasan yang selama ini menjadi korban penculikan. Perompakan dan penculikan mesti ditangani secara keras dan terukur dengan patroli rutin dan koordinasi intensif antar negara,” kata Suhufan kepada BenarNews.

Indonesia, Malaysia dan Filipina sebelumnya telah menandatangani peluncuran patroli laut trilateral di kawasan perairan ketiga negara pada Oktober 2017 dengan tujuan mengurangi risiko penculikan dan aksi terorisme lainnya.

Kerja sama tersebut dilatarbelakangi berbagai peristiwa penculikan di perairan Sulu yang terjadi sejak 2016 yang kerap dilakukan oleh kelompok militan bersenjata Abu Sayyaf Group.

Kementerian Luar Negeri Indonesia menyebut sejak 2016 sebanyak 44 nelayan asal Indonesia menjadi korban penyanderaan Abu Sayyaf, satu di antaranya meninggal dunia saat upaya penyelamatan pada September 2020.

Sementara empat korban terakhir berhasil dipulangkan ke Indonesia pada April 2021, dengan demikian tidak ada lagi WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf, menurut laporan Kementerian.

Perkuat peran ASEAN

Marcos dan Jokowi juga berbicara tentang peran Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dalam menjaga perdamaian di kawasan. Indonesia dan Filipina adalah anggota pendiri blok berusia 55 tahun itu.

Selain Filipina dan Indonesia, sesama negara ASEAN lainnya, Malaysia, Vietnam, dan Brunei, juga memiliki klaim teritorial atau batas laut di Laut China Selatan yang tumpang tindih dengan klaim Beijing di perairan tersebut.

Jokowi menekankan pentingnya menerapkan Outlook ASEAN tentang Indo-Pasifik dan memperkuat peran sentral dan persatuan blok regional.

“Indonesia ingin memastikan bahwa ASEAN tetap menjadi mesin perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan. ASEAN harus mampu menjawab tantangan ke depan dan memperkuat penghormatan terhadap Piagam ASEAN,” ujarnya.

Marcos mengatakan pesan senada.

“Kami … berbicara panjang lebar tentang peran yang harus dimainkan oleh ASEAN saat kami menghadapi kesulitan di masa yang sangat bergejolak ini dalam geopolitik tidak hanya di kawasan kami tetapi juga di seluruh dunia.” katanya.

Indonesia akan mengambil alih kepemimpinan ASEAN pada 2023.

Model perjanjian perbatasan

Tanpa membahas secara spesifik, Marcos mengatakan bahwa Filipina kemungkinan bisa menggunakan perjanjian perbatasan laut 2014 dengan Indonesia sebagai model dalam menyelesaikan sengketa maritimnya yang memburuk dengan Beijing di Laut China Selatan.

Kesepakatan dengan Jakarta yang ditandatangani setelah melalui perundingan lebih dari dua dekade, jelas menetapkan batas-batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara Filipina dan Indonesia di laut Mindanao dan Sulawesi.

Filipina dan Indonesia sama-sama merupakan pihak dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 dan berhak atas ZEE sejauh 200 mil laut.

Marcos mengatakan gagasan itu “bermanfaat untuk dieksplorasi,” mencatat bahwa perjanjian tersebut mengarah pada penyelesaian sengketa wilayah sebelumnya dengan Jakarta.

“Jadi kita harus mencobanya,” kata Marcos kepada wartawan saat jumpa pers di Jakarta, Selasa.

Manila telah memenangkan putusan arbitrase melawan China pada tahun 2016, namun Beijing tidak pernah mengakuinya.

Don McLain Gill, pakar kebijakan luar negeri independen yang berspesialisasi dalam urusan Indo-Pasifik, mengatakan model yang diusulkan Marcos dapat memaksa Manila dan Beijing “untuk hidup berdampingan secara praktis dan menguntungkan secara politik dan ekonomi.” kata McLain kepada BenarNews, Selasa.

Namun, China kemungkinan akan memanfaatkan keunggulan ekonomi dan militernya atas Manila untuk “memaksa Manila mematuhi ketentuannya, kata McLain, yang telah menulis beberapa buku tentang topik tersebut.

“Tantangan bagi Filipina adalah memastikan bahwa kesepakatan itu harus menggemakan kepentingan, kekhawatiran, dan kepekaan kedua belah pihak,” katanya.

 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.