Indonesia Serukan Penghentian Perang di Tengah Invasi Rusia ke Ukraina

Pengamat menyebut presidensi Indonesia di G20 membuat posisi Jakarta dilematis dalam merespons agresi Kremlin.
Ronna Nirmala
2022.02.24
Jakarta
Indonesia Serukan Penghentian Perang di Tengah Invasi Rusia ke Ukraina Ledakan tampak di wilayah Dnipro, Ukraina, setelah serangan dari tentara Rusia dibawah instruksi Presiden Rusia Vladimir Putin, 24 Februari 2022.
Pihak ketiga via Reuters

Indonesia pada Kamis menyampaikan keprihatinan atas invasi Rusia ke Ukraina dan menyerukan agar perang dihentikan, seraya memperingatkan bahwa konflik akan berdampak luas pada stabilitas global. 

Tanpa menyebutkan pihak yang berkonflik, Presiden Joko “Jokowi” Widodo memberikan pernyataannya menyusul serangan meluas Rusia terhadap Ukraina setelah Kremlin mengerahkan pasukannya ke wilayah perbatasan. 

“Setop perang. Perang itu menyengsarakan umat manusia, dan membahayakan dunia,” kata Jokowi melalui akun Twitter-nya.

Ini adalah kali dunia Jokowi menyerukan perdamaian setelah pernyataan serupa di pembukaan pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 pekan lalu. Kala itu, ia secara spesifik mengatakan ketegangan yang terjadi di Ukraina bakal mengganggu pemulihan ekonomi yang dihantam pandemi COVID-19 selama dua tahun terakhir. 

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan Indonesia memberi perhatian khusus atas eskalasi yang terjadi di negara Eropa bagian timur itu dan dampaknya bagi Indonesia. 

Indonesia “prihatin atas eskalasi konflik bersenjata di wilayah Ukraina yang sangat membahayakan keselamatan rakyat, serta berdampak bagi perdamaian di Kawasan,” kata Faizasyah dalam konferensi pers virtual.

“Menegaskan agar ditaatinya hukum internasional dan piagam PBB mengenai integritas teritorial wilayah suatu negara serta mengecam tiap tindakan yang nyata-nyata merupakan pelanggaran wilayah teritorial dan kedaulatan suatu negara,” ujarnya.

Indonesia juga menyerukan agar semua pihak mengedepankan perundingan dan diplomasi.

Faizasyah mengatakan kementerian telah melakukan pembicaraan dan menyampaikan pandangan Indonesia secara langsung baik dengan Ukraina maupun Rusia. 

Terkait deklarasi kemerdekaan Dontesk dan Lugansk, Faizasyah mengatakan Indonesia berada pada posisi yang mendukung penghormatan atas wilayah integral suatu negara dengan merujuk pada hukum internasional. 

“Dalam banyak hal kita seringkali mendapatkan negara sahabat menegaskan kembali sikap mereka terhadap indonesia dengan menyebutkan keutuhan wilayah integral NKRI dan kedaulatan Indonesia,” ujarnya.

“Artinya, bagi Indonesia masalah keutuhan wilayah merupakan satu posisi prinsip yang tidak bisa dinomorduakan,” kata Faizasyah. 

Juga pada Kamis di Jakarta, Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Dr. Vasyl Hamianin berharap Indonesia dapat menjadi penengah dari konflik negaranya dengan Rusia, termasuk mengecam agresi dan menjatuhkan sanksi kepada Kremlin.

“Tentu kami juga mengharapkan Indonesia, seperti negara lainnya di dunia, memberlakukan sanksi dan juga memberikan kritikan yang dalam dan mengecam agresi Rusia,” kata Hamianin. 

“Indonesia, saat ini bukan hanya sekadar pimpinan kawasan, bukan hanya pimpinan (de facto) ASEAN, tetapi telah menjadi kekuatan global yang suaranya memiliki pengaruh. Saya pikir, jika Indonesia angkat bicara, tidak ada seorang pun, tidak ada negara, tidak ada pemimpin di dunia yang berani mengabaikannya.” 

Twitter kedutaan besar Ukraina di Indonesia pada Kamis juga mencuit bahwa Duta Besar Ukraina itu menyatakan bahwa Indonesia sebagai Presiden G20 bisa meminta Rusia untuk menghentikan perang

Faizasyah tidak memberi respons terhadap semua permintaan Ukraina tersebut. Namun, dalam pernyataan persnya Kamis siang, ia mengatakan kebijakan luar negeri suatu negara berkaitan erat dengan kepentingan nasionalnya. 

“Kita selalu mengukur sisi kepentingan Indonesia dan apakah penerapan sanksi bisa menyelesaikan permasalahan? Karena kita lihat, sanksi yang dijatuhkan kerap tidak menyebabkan terselesainya suatu permasalahan,” katanya.

Sejauh ini AS bersama dengan sekutu negara Barat lain seperti Inggris, Australia, Kanada, dan Jepang, telah mengumumkan sanksi finansial yang menargetkan aliran dana di perbankan dan individu kaya di Rusia. 

Seorang anak membawa poster berbunyi “Hentikan Perang” sementara yang lainnya membawa poster bertuliskan “Putin Lepaskan Cengkeramanmu atas Ukraina” dalam demonstrasi mengecam serangan Rusia atas Ukraina di Shibuya, Tokyo, 24 Februari 2022. [AFP]
Seorang anak membawa poster berbunyi “Hentikan Perang” sementara yang lainnya membawa poster bertuliskan “Putin Lepaskan Cengkeramanmu atas Ukraina” dalam demonstrasi mengecam serangan Rusia atas Ukraina di Shibuya, Tokyo, 24 Februari 2022. [AFP]

Kredibilitas Indonesia

Presidensi Indonesia di forum multilateral G20 membuat Jakarta menanggung posisi yang strategis sekaligus dilematis dalam merespons agresi Rusia di Ukraina, ungkap para analis kepada BenarNews. 

“Pak Jokowi akan sangat menahan diri untuk berkomentar, karena kita ingin G20 berjalan dengan baik. Pertemuan (G20) di Bali nanti akan dihadiri pemimpin AS, Rusia, Uni Eropa lainnya. Maka, setiap pernyataan yang disampaikan jangan sampai diartikan sebagai keberpihakan,” kata Teuku Rezasyah, pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran di Bandung. 

Dalam kapasitasnya, Indonesia saat ini perlu berperan aktif dalam forum-forum internasional baik antarnegara di kawasan Asia Tenggara maupun Indo-Pasifik untuk menyerukan posisi Indonesia yang menginginkan adanya perdamaian, lanjut Rezasyah. 

“Indonesia juga tetap perlu berbicara dengan masing-masing pihak tanpa harus disampaikan (hasilnya) secara terbuka agar tidak menjadi perdebatan lebih jauh,” katanya.

“Sebagai presiden di G20, Indonesia sebetulnya punya posisi strategis tapi juga menjadi dilematis.” 

Gilang Kembara, peneliti Hubungan Internasional di Center Strategic for International Studies (CSIS) di Jakarta mengatakan Indonesia memiliki target agar program-program yang diusung selama G20 terpenuhi dan disepakati bersama. 

“Dalam situasi hari ini, Rusia menjadi sulit untuk dikontrol agar fokus pada objectives bersama itu. Kemudian, ketika negara-negara Barat semakin keras dengan sanksinya, bukan tidak mungkin Rusia juga didesak untuk keluar dari G20. Perpecahan ini yang menjadi concern utama Indonesia,” kata Gilang melalui sambungan telepon. 

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres juga telah memohon kepada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk segera menarik pasukannya atas nama kemanusiaan. 

“Beri kesempatan pada perdamaian, terlalu banyak orang telah tewas,” kata Guterres. 

Massa memprotes serangan Rusia di Ukraina, di luar gedung parlemen Belanda di Den Haag, Belanda, 24 Februari 2022. [Reuters]
Massa memprotes serangan Rusia di Ukraina, di luar gedung parlemen Belanda di Den Haag, Belanda, 24 Februari 2022. [Reuters]

Legitimasi hukum internasional

Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan baik Ukraina maupun Rusia saat ini telah menjadikan hukum internasional sebagai legitimasi untuk menggunakan kekerasan. 

“Ukraina mahfum bila militer mereka berhadapan dengan Rusia maka akan sulit untuk memukul mundur Rusia. Di sinilah dalam beberapa minggu belakangan Ukraina berkeinginan untuk bergabung dengan NATO,” kata Hikmahanto.

“Tidak heran bila Presiden Putin mengancam akan menyerang Ukraina bila mereka bergabung ke NATO.” 

Dalam prinsip keanggotaan pakta pertahanan Barat itu, bila terjadi serangan terhadap satu anggota NATO, maka serangan itu diartikan sebagai invasi terhadap seluruh anggota. 

Di sisi lain, Gilang dari CSIS mengkhawatirkan konflik Rusia-Ukraina ini bakal mengalihkan fokus negara-negara Barat akan aktivitas China di kawasan Indo-Pasifik, terutamanya Laut China Selatan. 

“Di tengah kekosongan tersebut, China bisa saja mengambil alih ‘peran’ untuk menjamin keamanan di Indo-Pasifik tapi dalam terminologinya mereka. Wilayah-wilayah perbatasan China bisa terjadi peningkatan aktivitas, paling mungkin Taiwan karena mereka saat ini bisa dikatakan terancam kehilangan security guarantor-nya,” kata Gilang. 

Rezasyah mengatakan, China menjalin koalisi ‘psikologis dan diplomatik’ dengan Rusia yang terlihat dalam jalinan komunikasi pada saat pelaksanaan Olimpiade Musim Dingin di Beijing, dua pekan lalu, begitu pula dengan dukungan moral lainnya di forum internasional. 

“Jadi saat ini AS harus berpikir matang-matang terkait langkah dan manfaat apa yang diambil China dari situasi di Rusia,” kata Rezasyah. 

Tria Dianti turut berkontribusi dalam laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.